Share

Bungkusan kresek di tempat sampah
Bungkusan kresek di tempat sampah
Penulis: Widya Yasmin

Penemuan di tempat sampah

Bungkusan Kresek Di Tempat Sampah

 

Hai namaku Nirwana, sudah 5 tahun aku berumah tangga dengan Bang Chandra namun belum juga dikaruniai anak. Rasa iri di hatiku sering muncul tatkala tetanggaku membawa bayi lucunya jalan-jalan. Wajah lucu dan imut bayi sering terbayang-bayang dalam impianku, bahkan suara tangis bayi sering sekali terngiang-ngiang di telingaku karna saking inginnya memiliki anak.

 

"Terima aja nasibmu, suamimu cuma sopir angkot. Trus kalian juga tinggal di kontrakan yang sempit, makanya Allah belum mercayain kalian punya anak!" ucap ibu mertua.

 

Perkataan ibu mertua mungkin saja benar, karna memang suamiku hanyalah sopir angkot dan kami tinggal di rumah kontrakan yang sempit. Penghasilan sebagai sopir angkot kadang tak menentu, jika sedang rame Bang Chandra kadang memberiku 150 atau 200 ribu sehari, tapi kalau sedang sepi kadang cuma 50 atau 45 ribu sehari.

 

"Bu Nirwana, kapan punya momongan?"

 

pertanyaan semacam itu sudah sering aku dengar dari para tetangga, mungkin cuma basa basi namun terasa sangat mengganjal di hati.

 

Hari itu aku hendak belanja sayuran di tukang sayur langganan yang biasa mangkal di depan kontrakan tempatku tinggal.

 

"Bu, beli toge yang banyak biar subur," ucap bu Warni sambil tertawa cekikikan.

 

Untuk menghargai sarannya aku pun mengambil satu bungkus toge dan satu bungkus tahu.

 

"Hahahahahaha nurut aja Bu Nirwana, kelihatan banget pengen punya anak!" ucap bu Cahya sambil tertawa cekikikan.

 

Ah sudahlah aku malas meladeni mereka, aku segera membayar belanjaanku lalu pulang.

 

Malam itu, saat aku dan suami sedang tidur dengan lelapnya. Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara yang membuatku tak bisa tidur.

 

"Bang, bangun Bang," ucapku sambil menggoyang-goyangkan tubuh suamiku.

 

"Ada apa sih yang?" tanya suamiku sambil mengucek kedua bola matanya.

 

"Itu suara apa sih diluar?" tanyaku.

 

"Kayaknya sih suara kucing," ucap suamiku sambil sesekali menguap.

 

"Masa kucing, bukannya suara kucing itu meong---- myeong---" ucapku menirukan suara kucing.

 

"Itu suara kucing dewasa, kalau diluar kayaknya kucing yang masih bayi deh," ucap suamiku.

 

"Ayo Bang kita lihat, siapa tau ada orang naro bayi di depan rumah kita," ucapku dengan penuh harap.

 

"Jangan terlalu berharap nanti bisa kecewa," ucap suamiku.

 

"Ayo kita lihaaaat!" rengekku dengan manja.

 

"Baiklah," ucap suamiku lalu kami pun berjalan ke depan teras.

 

Sebuah dus indomie terletak di depan pintu kontrakanku, sepertinya ada seseorang yang sengaja menaruhnya.

 

"Ayo Bang buka, beneran bayi kayaknya," ucapku dengan semangat menggebu-gebu.

 

Namun saat dus itu dibuka, aku sangat kecewa dengan apa yang ada di dalamnya.

 

"Tuh kan abang bilang juga apa, kucing kan!" ucap suamiku.

 

Namun walaupun isinya bayi kucing, aku tetap membawanya masuk dan menaruh beberapa helai kain agar kucing-kucing itu hangat. Aku juga menyeduh susu kental manis untuk kucing-kucing itu dan Alhamdulillah mereka mau meminumnya.

 

Esoknya...

 

"Bang sebelum berangkat kerja, anter aku buang sampah yuk!" ajakku.

 

Tidak jauh dari kontrakanku ada sebuah tempat pembuangan sampah yang lumayan besar, namun untuk kesana kami harus melewati beberapa rumah kosong yang lumayan angker walaupun di siang hari. Makanya aku sering mengajak suamiku jika akan membuang sampah.

 

"Abang bisa kesiangan nih!" ucapnya.

 

"Pleeees," ucapku memelas.

 

"Baiklah," ucap suamiku akhirnya menuruti kemauanku.

 

Kami pun berjalan menuju tempat pembuangan sampah--

 

Saat melewati rumah kosong yang telah terbengkalai karna ditinggalkan pemiliknya bulu romaku terasa meremang..

 

"Bang, aku takut!" ucapku.

 

"Siang-siang gini masa ada hantu," ucapnya sambil menarik tanganku agar aku mempercepat langkahku. 

 

Setibanya disana aku segera membuang sampah-sampah yang tadi kubawa lalu membakarnya. Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah bungkusan pelastik besar yang sejak tadi bergerak-gerak.

 

"Bang itu apa Bang?" tanyaku sambil menunjuk ke bungkusan plastik besar berwarna hitam.

 

"Paling kucing!" ucap suamiku.

 

"Ayo kita lihat!" ajakku.

 

"Tapi abang bisa telat nih!" ucapnya dengan wajah was-was saat melihat hari yang mulai siang.

 

"Ayolah Bang!" ucapku sambil menarik tangannya dengan paksa.

 

Aku segera meraih bungkusan plastik berukuran besar yang diletakan diatas tumpukan sampah itu, aku membukanya perlahan...

 

Dan apa yang ada didalamnya membuatku sangat terkejut..

 

"Ya Allah bayi Bang, bayi," ucapku sambil mengeluarkan bayi kecil mungil yang masih berlumuran darah.

 

"Masya Allah, iya bayi," ucap suamiku tersentak kaget.

 

"Owaaaaaaakkkkkk!" tangis bayi itu pecah saat aku mengeluarkan dia dari dalam pelastik yang terikat itu.

Aku segera membungkusnya dengan jilbab lebarku dan memeluknya dengan erat.

 

"Ayo kita pulang! kasian bayi itupasti kedinginan," ucap suamiku.

 

Tiba-tiba kakiku terasa berat untuk melangkah, seakan ada yang menarik bajuku dari belakang seolah memberi isyarat agar aku menoleh kebelakang. Aku pun membalikkan badanku namun anehnya tak ada siapapun, tapi rasanya tadi benar-benar ada yang menarik bajuku dari belakang. Satu lagi bungkusan pelastik besar yang terletak berbeda tempat dengan ditemukan bayi itu menarik perhatianku.

 

"Bang, kok batinku seakan berbicara bahwa aku harus membuka kresek itu deh," ucapku sambil menunjuk pada sebuah kresek besar di tempat yang berbeda.

 

"Itu sampah, kelihatan kok dari bentuknya!" ucap suamiku.

 

"Ah aku mau lihat!" ucapku sambil berjalan menuju plastik hitam itu.

 

"Nirwana, kamu kok ngeyel sih! kasian bayi ini kedinginan!" ucap suamiku.

 

Namun aku sangat penasaran, hingga akhirnya aku meraih plastik itu. Dan ternyata isi dari plastik itu membuatku sangat tercengang..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status