Saat Yura tengah terkulai lemas dan tak sadarkan diri, Angga langsung mengirim pesan pada seseorang yang terlibat dengan rencananya itu. Tiba-tiba seorang lelaki paruh baya datang menghampiri Angga dan teman-temannya. Ia tampak sumringah saat melihat paras cantik Yura yang masih sangat polos."Masih bersegel, Bos," ucap Angga hingga pria hidung belang itu semakin bersemangat untuk segera membawa gadis itu. Setelah memberikan sejumlah uang sesuai kesepakatan, Yura langsung dibawa ke sebuah hotel oleh lelaki itu. Disanalah sebuah tragedi yang merengut kesuciannya terjadi.Keesokan paginya Yura tersadar, ia langsung berteriak saat melihat keadaan tubuhnya yang tanpa busana. Dilayangkan pandangannya ke seluruh ruangan, hingga ia baru menyadari kalau dirinya tengah berada di sebuah hotel. Tangisnya pecah saat melihat bercak darah di seprai berwarna putih. Saat itu yang bisa ia lakukan hanya menangis histeris menangisi kebodohannya. Ia mencoba menelpon Angga, tetapi ternyata nomornya tak a
Roby, Yudha maupun Yoga tampak tercengang melihat video viral yang ditunjukan Yura. Pasalnya bukan mereka yang telah melakukan semua itu, jangankan untuk membalas dendam, bahkan untuk menemukannya saja mereka cukup kesulitan."Jadi bukan kalian yang melakukannya?" tanya Yura saat melihat ekspresi wajah Papa juga kedua kakaknya yang tampak kebingungan."Siapapun yang melakukannya, aku sangat berterima kasih pada orang itu," ucap Yura dengan senyum yang lebar.Mirna merasa bahagia melihat anaknya kini kembali tersenyum, selain itu ia juga sedikit lega karena lelaki yang menyebabkan anaknya menderita kini mendapat ganjaran atas perbuatannya. Namun, tiba-tiba Mirna terkejut saat melihat ekspresi berlebihan dari putrinya itu."Para penjahat seksual memang harus dihilangkan alat vitalnya, termasuk Angga yang telah menjualku pada lelaki hidung belang," ucapnya sambil tertawa lebar.Ucapan putrinya itu membuatnya bergidik sekaligus cemas. Ia sangat khawatir jika anaknya memiliki sisi psikopat
Hari itu Yura bilang mau kembali sekolah, awalnya Mirna masih mengkhawatirkan putrinya itu, tapi karena Yura terus mendesaknya, akhirnya ia mengizinkan. Mirna meminta Yoga untuk mengantar jemput adiknya, permintaan ibunya langsung disanggupi oleh pemuda berusia 19 tahun itu.Di sekolah, semua teman-temannya tampak senang dengan kembalinya Yura ke sekolah, karena tak ada satupun yang tahu tragedi naas yang menimpanya malam itu. Mereka hanya tahu bahwa Yura sakit makanya ia tak masuk sekolah selama berhari-hari.Di kelas, Yura terus menatap tempat duduk Wina. Sejak kejadian malam itu ia belum pernah berkomunikasi apapun dengan sahabatnya. "Wina kemana?" tanya Yura."Lo gak tahu kalau Wina sekarang lagi defresi? Kemungkinan ia tak akan mau balik ke sekolah," ucap Resa, teman satu kelas Yura yang berpenampilan tomboi."Kenapa?" tanya Yura yang tampak kebingungan."Wina mendapatkan pelecehan seksual oleh tukang kebun di rumahnya."Ucapan Resa seketika membuat Yura terkejut. Padahal tukang
Hari itu hari Minggu, Yoga meminta izin pada ibunya untuk mengajak Yura jalan-jalan dengan alasan agar adiknya tidak bosan karena selama ini Mirna melarang Yura keluar rumah selain sekolah.Mirna langsung mengizinkan dengan syarat Yoga tak boleh jauh-jauh dari adiknya itu. Yudha yang saat itu tengah menonton televisi tiba-tiba merasa terkejut saat Yoga mengajak Yura keluar, karena selama ini ia paling malas jika adik perempuannya itu mengganggunya. Ia lebih suka nongkrong bersama teman-teman lelakinya.Karena penasaran, diam-diam Yudha mengikuti mereka, hingga tibalah mereka di sebuah rumah besar."Nanti kalau sudah selesai, langsung telpon kakak," ucap Yoga lalu disambut anggukan Yura.Rupanya Yoga hanya mengantar adiknya ke rumah itu, lalu setelah itu ia langsung meluncur pergi meninggalkan rumah itu.Yudha segera mengenakan masker lalu mengetuk pagar. Dua lelaki bertubuh tinggi besar mendekatinya."Ada apa lagi Mas Yoga, kok balik lagi?" tanya Satpam itu.Rupanya kedua penjaga itu
"Aku Sinta, bukan Siti," ucap gadis itu sambil memalingkan wajah saat Yudha mengantarnya pulang dengan mobilnya."Luka sayatan di tanganmu, lalu tahi lalat di telapak tanganmu, ini membuktikan bahwa kamu Siti." Yudha membuka telapak tangan gadis itu, benar saja ada sebuah tahi lalat disana."Aku bukan Siti." Gadis itu teguh dalam pendiriannya walau Yudha sangat yakin dengan dugaannya."Sinta, Lukman apa kabarnya?" "Dia baik-baik saja," jawabnya spontan, tetapi tiba-tiba ia memegangi mulutnya setelah sadar bahwa ia keceplosan.Yudha hanya tersenyum melihat tingkah polos teman masa kecilnya itu."Siti, tolong maafkan aku, maaf karena saat itu aku menjadi seorang pengecut yang membiarkanmu berlarut dalam penderitaan. Jujur saja sampai saat ini rasa bersalah itu terus menghantui dan sering menjadi mimpi buruk."Gadis itu menitikan bulir bening dari sudut netranya. Seketika ia mengelap pipinya yang mulai basah."Aku bukan Sinta," ucapnya yang tak sanggup membendung air mata.Yudha menghen
Malam itu Yura dan Yoga melihat gelagat Yudha yang mencurigakan. Kakak sulung mereka itu terus cengar-cengir sendiri sambil bernyanyi riang."Mau kemana, Kak?" tanya Yoga pada kakaknya yang telah berdandan rapi dan wangi."Mau kemana aja boleh, kepo amat," sahutnya, santai.Setelah itu Yudha berjalan menuju mobilnya sambil melanjutkan nyaris riangnya lalu masuk mobil dan meluncur pergi. Sementara itu kedua saudaranya hanya melongo dengan wajah penasaran. Mirna yang sejak tadi menonton televisi bersama anak bungsunya hanya tersenyum senang saat Yudha meminta izin untuk menemui seorang gadis yang sempat Mirna ingin jodohkan dengannya."Misi berhasil, padahal mereka hanya bertemu sekali, tetapi Yudha langsung kesengsem sama dia," gumam Mirna yang tak mengetahui bahwa Sinta adalah Siti, sahabat masa kecil Yudha yang tinggal di kampung lama mereka.Awalnya Mirna merasa khawatir pada anak sulungnya itu karena terus menerus menolak banyak gadis yang mendekatinya, bahkan ia sempat menduga bah
Siti pulang dengan perasaan campur aduk. Lamaran Yudha terus mengganggu pikirannya."Pulang ngedate kok murung gitu?" tanya seorang wanita berpenampilan elegan hingga membuyarkan lamunan Siti."Kak, bolehkah aku menikah dan melanjutkan kehidupanku?" tanya Siti dengan wajah ragu."Kamu ingin menikah? Tentu saja boleh, tetapi kamu hanya bisa menikah dengan anak buah saya atau anak buah Robert."Siti tertunduk lesu mendengar jawaban wanita yang ia anggap sebagai pahlawannya itu. Ia tak bisa menentang semua ucapannya, karena berkat wanita itu ia bisa lepas dari cengkraman ayah tiri yang selalu melecehkannya. Tak hanya itu, wanita itu juga yang memberinya tempat tinggal dan juga mencukupi semua kebutuhan finansialnya sehingga ia dan adiknya tak menjadi gelandangan di Jakarta."Silahkan masuk kamar dan beristirahatlah," ucap wanita itu lembut.Siti mengangguk lalu bergegas ke kamar. Tiba-tiba adik lelakinya mengetuk pintu kamar.Anak lelaki berusia lima belas tahun itu menceritakan bahwa ia
Seorang wanita paruh baya tengah menangis meraung-raung di samping anak gadisnya yang terbujur koma. Gadis remaja berusia 17 tahun itu ditemukan tak sadarkan diri di jurang, dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Ibu Fatmala, telah melaporkan apa yang menimpa gadis itu pada polisi, tetapi hingga kini polisi masih belum bisa mengungkap siapa pelaku.Dari hasil visum, dokter menyimpulkan bahwa si gadis mengalami pelecehan dan tindak penganiayaan, hingga akhirnya ia dibuang ke jurang. Kini gadis itu tengah kritis dan belum siuman.Seorang gadis yang merupakan tetangga Bu Fatmala, membisikan sesuatu ke telinganya. Wanita paruh baya itu lekas menghapus air matanya lalu mengikuti gadis itu ke suatu tempat.Seorang wanita cantik berusia 32 tahun menyambut kedatangan Bu Fatmala dengan ramah, walaupun wajahnya selalu serius dengan senyum yang misterius."Ada apa Ibu kemari?" tanya wanita itu.Bu Fatmala menceritakan semua yang terjadi pada anak gadisnya dan meminta tolong pada wanita yang meru