Kali ini jantung Nurul yang berdetak lebih kencang, ia seakan tak percaya. Namun, ia pun merasa begitu senang. Beberapa saat yang lalu Nurul sedang kacau hatinya karena dibuat kesal oleh orang yang selalu menguntit dirinya di tempat kerja, memperlakukannya dengan mengirim hadiah-hadiah dengan maksud mendekatinya, beberapa saat yang lalu pula hatinya menjadi damai setelah mendengar suara dan melihat sosok Alif dengan kata-kata yang membuatnya hatinya nyaman kembali, dan kini perasaannya campur aduk antara haru dan senang.
“Ketemu ibu kamu mas?” Nurul memastikan.
“Iya de, tapi terserah sih mau mas dulu yang ke rumah kamu atau kamu yang duluan ke rumahnya mas”
“Kalau ke rumah aku, aku belum bilang ke bapak sama ibu mas soalnya aku belum pulang ke Cilegon. Tapi ini aku bingung mau bilang siapnya ketemu ibu kamu.”
“Emmm gitu, mau ketemu ibu mas langsung atau orang yang juga mas anggap ibu?”
“Eh
Alif mengantar Nurul ke Stasiun Rawa Buntu setelah Salat Asar, dan kali ini Alif mengantar sekaligus menemani Nurul hingga ke Stasiun Rangkasbitung. Sebenarnya Nurul sudah melarangnya karena ia bisa pulang sendiri, Nurul juga mengingatkan bahwa Alif mengejar keberangkatan KRL dari Rangkasbitung ke Stasiun Rawa Buntu untuk pulangnya, masih ada jejak dan langkah dari peron ke peron yang harus Alif lakukan, tapi ada perasaan tak tenang dalam diri Alif kalau-kalau kejadian yang lalu terulang kembali, saat Nurul berdesakan di gerbong KRL.Benar saja KRL malam itu penuh seperti biasa, namun Nurul masih bisa duduk. Setelah ke luar dari Stasiun Rangkasbitung, Alif mengantar Nurul ke parkiran motor, mereka menyeberangi rel dan berjalan ke arah parkiran salah satu tempat perbelanjaan. Nurul tidak parkir di Stasiun.“Eh kamu setelah ini mau ngerjain apa?” tanya Alif.“Nggak ada mas, paling abis ini mau beli makan dulu terus langsung balik indekos.&r
Malam itu Alif tetap memutuskan kembali ke rumahnya meski hujan semakin deras saat sampai di Stasiun Rawa Buntu.****----/De, maafin masJangan diam seperti ini ya----Alif hanya bisa berulang kali mengirim WA ke Nurul meski lima pesan sebelumnya tidak mendapat balasan.----/Yaudah, kita sama-sama tenangin diri dulu ya de, kalau udah baikan moodnya kabarin mas ya. Oia mas ngingetin aja, lusa kita harus balik lagi ke Balai Diklat, laporannya diselesaikan ya. Sehat-sehat kamu----Selesai menjalani diklat satu bulan yang lalu baik Alif, Nurul, dan teman-temannya harus kembali dengan membawa laporan praktik lapangan dari tempat bekerja. Hal tersebut dimaksudkan sebagai bentuk evaluasi apakah ilmu yang didapat selama diklat bisa diterapkan atau tidak, seberapa besar pengaruhnya, dan seberapa efektif dampaknya.Selama menjalani hubungan dengan Nurul, Alif sempat beberapa kali membahasnya dan sejauh ini belum
Selesai Salat Subuh Alif berpamitan dengan kedua orang tuanya. Ia menjelaskan akan kembali ke Jakarta Timur. Sudah menjadi kebiasaan Alif jika akan bepergian, ia pasti bangun lebih pagi dan memberitahukan keperluanya hari itu juga. Kedua orangtuanya pun sudah sangat mengerti.“Ini teh pahitnya masih panas, dihabiskan dulu mas.”Bu Muthia memberikan mug putih.Sebelumnya pun demikian, saat Alif dinyatakan lulus seleksi dan diterima menjadi pegawai negeri ia baru menyampaikan kabar tersebut saat akan pergi ke Kota Serang untuk melakukan pemberkasan, pengumpulan dokumen. Jelas kabar tersebut membuat kedua orang tuanya haru dan gembira, saat itu bapaknya malah tidak percaya.****“Iya pak, ini mau berangkat mengumpulkan berkas untuk kelengkapan dokumen akhir. Mungkin sekiar satu atau dua bulan lagi baru dapat Surat Keputusan”.Bukan tanpa alasan bapaknya Alif tak percaya, namun memang Alif seperti biasa saja mengucapkan sesuatu y
“De, nggak ada yang kosong, kamu istirahat disini aja nggak apa-apa.”Nurul melihat Alif lekat dan mengangguk. Ia meminta Alif berdiri di samping kirinya.“Yaudah kamu istiraha dulu ya, kita masih ada waktu kok.”Saat Alif tepat di samping Nurul, Nurul merangkul tangan kiri Alif dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri Alif. Untuk beberapa saat tak ada percakapan diantara mereka, senyap seketika. Alif nostalgia dengan wangi dari parfum Nurul, Nurul memejamkan matanya sejenak dan menahan haru, keduanya merasakan nyaman dan ketenangan di hati.“Maafin mas ya de,” suara Alif pelan.Nurul tak menjawab, keduanya kembali diam. Meskipun di Stasiun Duri sangat ramai, tapi waktu seperti membeku. Stasiun Duri pagi itu seperti berubah menjadi dimensi yang berbeda, Alif tak mendengar riuh ramai orang lalu lalang yang berjalan di depannya. Suara KRL yang beradu dengan relnya seperti membisu, waktu tak berjalan dengan semestiny
Commuter line bergerak ke arah Stasiun Jatinegara, meninggalkan Stasiun Tanah Abang dengan segala riuh ramainya yang menjadi saksi pertemuan dua anak manusia yang sedang sama-sama memahami perbedaan diantara keduanya. Deru mesin dan gesekan rel mengiringi keduanya dalam perjalanan kembali ke Balai Diklat Keagamaan Jakarta.Awan berarak dalam beberapa gradasi hitam abu-abu, membisikan angin di sekitarnya untuk membawanya menuju lautan. Meski ada beberapa awan yang enggan berjalan, warna abu-abunya menjadi lukisan kelabu langit Jakarta.“Mas kok kita lewat sini?” tanya Nurul masih dengan kepala yang disandarkan di bahu kiri Alif. Tangannya tetap memegang erat lengan Alif.“Iya, kita aga muter nggak apa-apa ya de, mas nggak akan pernah mau liat kamu desak-desakan lagi di gerbong,” jawab Alif lembut.Kali ini Nurul membenamkan wajahnya ke dada kiri Alif, ia sudah tidak kuat menahan haru yang ia tahan dari tadi. Air matan
“Mas, kamu jangan keseringan makan ayam geprek pedas ya!”Alif buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Akhirnya masuklah mereka ke warung nasi lesehan.“Kamu cuma pesan ikan bakar sama sayur ayem aja mas?”“Iya de, sayur asem itu favoritnya mas.”Selesai makan mereka tak langsung bergegas ke Rawa Kuning. Nurul bergeser duduknya ke samping Alif. Ia kembali menyandarkan kepalanya.“Kalau mau santai banget mas mau pesen kopi ya.”Alif menyeruput kopi hitamnya dengan perlahan. Menenangkan hatinya dengan pahit dari rasa kopi. Kopi favorit Alif adalah kopi pahit, baginya rasa pahit yang berasal dari kopi murni kejujuran dan apa adanya. Tak peduli jika ada gula maupun susu yang menjadi campuran, identitas kopi tak akan pernah hilang sedangkan gula dan susu bisa larut. Hidup pun demikian, kopi ibarat prinsip hidup, entah pahit ataupun manis yang dihadapi jika manusia memiliki tujuan dalam hidu
Lumayan lama perjalanan Alif dan Nurul dari Stasiun Cakung, hingga akhirnya sampailah di kawasan balai diklat. Sesaat sebelum turun di lobi utama, Alif dan Nurul melihat pak Fahmi di pintu lobi utama.“Mas, kayaknya aku belum siap deh teman-teman tahu hubungan kita.”Setelah turun dari mobil, Alif langsung berjalan ke arah pintu belakang sementara Nurul lewati pintu di lobi utama.Hari ini pun Alif menjadi orang yang sampai pertama, Sandi dan Bagus belum nampak batang hidungnya. Alif sengaja tidak menutup rapat pintu agar kedua sahabatnya dapat masuk dengan mudah, sementara ia akan istirahat sejenak.Saat itu sempat terlintas dalam benak Alif, apa memang belum saatnya hubungan mereka diketahui khalayak atau Nurul mau menutupinya, entahlah. Ia buang jauh-jauh pemikiran tersebut dan langsung berwudu untuk salat zuhur.Alif tertidur dalam lelah yang ia tahan, berangkat lepas subuh dari rumahnya dan terjaga menunggu Nurul ternyata memberi e
Memang setelah pengarahan tadi sore, panitia langsung mengeluarkan jadwal sidang laporan evaluasi. Sehingga banyak diantar peserta yang fokus dengan laporannya.----/Kamu dapat jadwal kapan de?----//Lusa mas, kamu kapan?----/Besok----//Btw kamu lagi apa mas?----/Ramean lagi kumpul sama teman-teman yang ngerjain laporan nih di kamar----Alif memfoto kamarnya yang dipenuhi oleh teman sekelasnya dan mengirimkannya ke Nurul.----//Kok kamu malah asyik foto-foto mas, nggak ikutan gabung sama yang lain?----/Hehehehe---//Kenapa kamu mas?Malah cekikikan----/Ternyata begini ya rasanya----//Apaan mas?Huuuuft nyebelin----/Ternyata begini ya rasanya kalau udah selesai laporannyaHehehehe----//Wuuuuuuu kamu sombongYudah aku lanjut yakMalam itu Alif hanya a