Share

CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)
CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)
Author: Rianievy

Bukti pembayaran

"Luar kota? Berapa lama?" tanya Imelda saat melihat suaminya merapikan beberapa pakaian ke dalam tas koper berukuran kecil yang biasa dipakai Rizal jika dinas selama tiga hari.

"Kali ini seminggu, Mel, nanti aku tinggalin uang tambahan untuk belanja sama jajan anak-anak, ya." Ia mengusap kepala Imelda lalu mengecupnya. Imelda tak tahan. Ia meraih jemari tangan Rizal, digenggam erat. Rizal menatap heran, hingga Imelda mendadak tersenyum.

"Kamu habis dari dokter kandungan? Antar perempuan yang namanya Wanda? Siapa dia, Mas?" Imelda tersenyum, terus seperti itu. Rizal diam. Air wajahnya mendadak berubah pucat, tangannya bergetar pelan di dalam genggaman Imelda, bahkan terasa berkeringat.

"Siapa dia? Kamu punya perempuan lain selain aku?" tatap Imel masih terus tersenyum. Rizal diam, kedua matanya mendadak mengembun, hingga ia menjatuhkan pakaian yang sedang dipegang dengan tangan kiri lalu berlutut di depan istrinya, memeluk pinggang Imelda erat, menumpahkan tangis. Imelda diam, membeku di tempat, tak bisa berkata apa-apa, hanya bisa membiarkan suaminya meluapkan semuanya dalam tangisan.

Setengah jam berlalu, Imelda dan Rizal duduk di atas ranjang, tak henti Rizal mengecupi jemari tangan wanita yang hampir sebelas tahun menemani hari-harinya menjalani biduk rumah tangga. "Dia siapa?" tanya Imelda begitu lembut. Rizal menunduk, meletakkan jemari Imelda di keningnya, kedua mata Rizal terpejam erat.

"Aku harap kamu ngerti, Mel, posisiku sulit," ucapnya.

"Sesulit apa? Apa kamu, juga merasa sulit untuk bilang ke aku kalau kamu mau nikah lagi? Apa kamu..."

Rizal menggeleng. "Aku nggak selingkuh sama dia, aku nggak selingkuh dari kamu, ak—"

"Tapi kamu nikah sama dia, Mas?" ucap Imelda penuh penekanan. Rizal mendongak, menatap lekat Imelda dengan kedua mata yang terasa sembab.

"Dia, Winola," jawab Rizal.

"Win... Winola, sahabat kamu dari SMP?!" kedua mata Imelda terbelalak. Rizal mengangguk. Kali ini Imelda melepaskan genggaman tangan Rizal pada jemarinya.

"Mel, aku terpaksa..." ucapnya lirih. Imelda menggeleng pelan.

"Terpaksa apa, Mas? Sampai kamu nikahi dia, dan dia ha-mil?" kedua alis mata Imelda berkerut, ia juga bertanya dengan nada penuh penekanan.

"Itu bukan anakku." Rizal berucap tegas.

"Terus?" Imelda masih mencecar.

"Maafin aku, aku nggak bisa cerita sekarang, Mel, maaf..." desah Rizal. Imelda menatap suaminya dengan air mata yang perlahan turun.

"Keluargamu tau?" tanyanya. Rizal menggelengkan kepala.

"Cuma aku, Winola, orang tua dan adiknya," jawab pria itu.

"Hah? Mas... maksudnya apa, sih? Tolong cerita ke aku, aku butuh penjelasan ini Mas Rizal. Dan aku bingung. Kamu sama Winola bukannya udah lama nggak komunikasi, dia di luar negeri, 'kan, Mas?" raut wajah Imelda sudah tak seramah, tersenyum, dan sesabar sebelumnya.

Rizal diam, ia hanya bisa menatap mata istrinya, yang pupil matanya bergerak cepat menatap suaminya untuk segera berkata jujur. Namun, Rizal terus diam, seolah sedang menyusun jawaban yang entah itu benar atau bohong. Imelda diam, menghela napas perlahan, mencoba menenangkan diri.

"Oke, kamu nggak mau jujur hal ini, nggak apa-apa, Mas. Sekarang, kamu, jujur. Mau ke luar kota, atau dia butuh kamu di sana. Entah kamu taruh di mana dia sekarang. Apa kamu beliin dia rumah, apartemen atau apa pun itu?" geram Imelda.

"Dia di rumahnya sendiri, orang tuanya yang beliin, Mel." Rizal memejamkan kedua matanya sejenak sebelum kembali menjawab. "Aku dinas, tapi hanya satu malam, pulang dinas, aku ke rumah Winola, dia butuh aku karena kehamilannya cukup payah. Dia butuh aku temani, maafin aku, Mel. Aku benar-benar—"

PLAK!

Satu tamparan mendarat di wajah Rizal. Imelda tersenyum kemudian. "Terima kasih, Mas, setidaknya kamu mau jujur untuk jawab pertanyaan aku yang kedua, juga, terima kasih karena kamu minta aku ambil dompet kamu di tas yang justru aku temuin amplop itu. Mas Rizal jangan khawatir, aku nggak akan bersikap beda sama kamu. Tamparan aku tadi, untuk jadi pelajaran kamu, kalau aku juga bisa marah dan kecewa."

Rizal memeluk erat istrinya itu. Imelda diam, hanya air mata yang bisa ia jatuhkan di dalam pelukan suaminya. "Kenapa jadi begini, Mas? Kenapa kamu hancurkan semuanya? Kenapa kamu rahasiakan ini?"

"Maaf Imelda, maaf..., tolong ngertiin posisi aku, tolong... aku akan jelasin semuanya ya, tanpa ada kebohongan lagi dari kamu. Aku cinta kamu, aku cuma nolongin Winola, cuma itu." Rizal menyembunyikan wajahnya di ceruk leher istrinya. Diciumnya lembut, lalu mengusap kepala Imelda begitu lembut.

"Sudah berapa lama kalian menikah diam-diam di belakang aku?" ucap Imelda lagi.

"Lima bulan, Mel," jawab Rizal. Imelda bergeming, ia bingung harus apa lagi. Lima bulan, bukan waktu yang sebentar untuk merahasiakan itu semua. Ada apa sebenarnya? Namun, kehancuran sudah berada di pelupuk mata, membuat Imelda mendadak duduk lemas di ujung ranjang. Tangannya gemetar, mimpi apa ia semalam, seketika, apa yang ia rangkai dalam pernikahannya mendadak hancur lebur, berantakan. Imel menatap suaminya yang masih tampak menangis.

"Anak siapa yang dia kandung? Kenapa kamu yang harus tanggung jawab!" bentak Imelda tak tahan. Rizal menoleh ke arah pintu. Ia beranjak cepat lalu memutar kunci pintu, ia tak ingin, mendadak dua putranya melesak masuk dan bertanya kenapa ibunya berteriak.

"Kenapa?! Kamu takut anak-anak dengar. Kalau Ayahnya diam-diam nikah lagi sama sahabat perempuan, yang hami, tapi bukan anak Ayah mereka! Iya!" Imel masih mengamuk. Wajar, hati istri mana yang siap, apalagi Rizal berbohong. Tak bisa menjawab, Rizak hanya meminta Imel mengerti, ia akan membawa Winola bertemu dengannya, mereka bertiga akan bicara.

Winola sendiri kenal dengan Imelda, walau baru beberapa kali mengenal. Tega. Jahat. Imel beranjak cepat, membuka lemari dan segera mengambil baju ganti. "Aku akan ketemu dia. Sendirian. Di mana rumahnya." Ketus Imel tak akan mundur.

"Mel, jangan gini, kasihan dia lagi hamil, aku juga harus jaga perasaan kedua orang tuanya, juga perasaan kamu. Makanya aku diam dan rahasiakan ini, maaf, Mel. Ini cuma status, supaya keluarga Winola nggak malu karena dia hamil sama laki-laki yang baru dia kenal saat liburan di Thailand. Maaf, sayang, maaf..." Rizal memeluk erat istrinya itu. Imel lemah, ia menangis, bahkan tubuhnya merosot.

"Kamu gila, Mas Rizal, kamu gila, kamu hancurkan semuanya," isak Imel.

"Nggak. Kamu tetap cintaku. Selamanya. Aku di sana juga hanya menemani, tidak tidur dengan dia. Dia sahabatku, Mel, sahabat." Rizal terus memeluk istrinya itu, keduanya menangis bersama, begitu sesak rasanya, apapun alasannya, Imel begitu berat menerima. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Izah Aziz Izah Aziz
Sedih sekali.. Tapi cerita nya bagus sekali..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status