Hujan turun lebat disertai angin yang cukup kencang. Nara tidak membawa mobil atau payung. Ia terjebak di halte dekat kantornya. Ponselnya juga mati, Nara berdiri gelisah menunggu taxi lewat dijalan itu. Ia pun tidak bisa memesan taxi online. Separun bajunya basah terkena air hujan. Nara semakin cemas karena waktu sudah jam 9 malam.
"Nara?" Nicolas muncul dihadapan Nara dengan sebuah payung. Nara mendongak menatap wajah Nicolas. Ia tersenyum bersyukur ada yang menemukannya. "Aku antar kau pulang" kata Nicolas iba.
Nicolas menjalankan mobilnya. Ditengah jalan ia berhenti karena terjadi kemacetan panjang. Ternyata didepan ada sebuah pohon besar tumbang dan menutup akses jalan. "Kita tidak mungkin menunggu pohon ini selesai di evakuasi, kau mau istitahat di rumahku saja?" Nara terlihat bingung. Ia tidak enak menginap di tempat seorang pria. "Ke rumah Tania saja" kata Nara. Tapi rumah Tania juga sejalan dengan arah kerumah Jo. Tidak ada pilihan lain Nic
"Aku akan membuatmu bertahan disisiku sampai kapanpun" bisik Jo di telinga Nara. Nara membuka matanya, kepalanya sedikit pusing. Ia memegang keningnya sendiri demamnya sudah turun. Jo memberinya obat dan mengompresnya tadi. "Kau sudah tidak apa-apa?" tanya Jo yang sudah berbaring di samping Nara. Nara terkesiap karena Jo membuka semua kancing kemejanya dan sebelah lengannya melingkar dipinggang Nara. "Jo ada apa denganmu?!" Nara hampir bangkit dari tidurnya tapi Jo menahannya dengan kuat. Jo mendekatkan wajahnya ke wajah Nara. Ia mengusap lembut wajah Nara dan mengecup hidung Nara. Jantung Nara serasa ingin melompat keluar dengan perlakuan Jo Daniel padanya. "Jo hentikan kau sudah...." Bibir Jo menyambar bibir Nara secepat kilat. Ia melumat habis hingga Nara sulit bernapas. Jo melakukan tugasnya ia baru pertama kali melakukannya dan itu dengan Nara. Jo memeluk Nara dari belakang dan memejamkan matanya. Airmata Nara mengalir, ia menyerahkan keper
Jo pergi minum seorang diri karena Edward tiba-tiba membatalkan janji. Jo duduk dan meminum beberapa gelas sampai Elisa tiba dan menemukan Jo di meja sendirian. "Kau seorang diri disini?" Jo menoleh menatap Elisa yang berdiri di samping Jo. "Kau sudah sembuh?" tanya Jo sedikit cemas menatap Elisa. "Aku sudah sehat" Elisa duduk menemani Jo minum. Ia hanya memesan jus jeruk karena Jo melarangnya untuk minum. Jo sudah terlihat sedikit tak terkendali. Ia melonggarkan dasinya dan melepas dua kancing kemejanya. "Apa ada masalah?" tanya Elisa. Elisa sudah hafal perangai Jo Daniel sejak kecil. Jo menyeringai dan menegug minumannya kembali. "Dia membuatku gila" kata Jo menatap Elisa. "Maksudmu Nara istri kontrakmu itu?" tanya Elisa dengan nada tidak suka. "Daniel apa kau mencintainya?" Elisa curiga Jo Daniel jatuh cinta pada wedding planner itu. "Dia tidak mencintaiku Elisa!" "Kenapa kau bisa seceroboh ini jatuh cinta padanya?"
Jo sedang memimpin meeting besar dengan semua kolega penting di perusahaan. Ia duduk di kursi presdir dan menjadi pusat perhatian. Wajahnya yang terlihat angkuh dan tidak bersahabat menunjukan moodnya sedang tidak baik. Jo Davidson ayah Jo Daniel yang ikut serta didalam meeting itu sedari tadi mengamati anak lelakinya. Wajah bijaksana ayahnya sungguh bertolak belakang dengan ekspresi wajah Jo Daniel saat ini Meeting selesai semua sudah kembali ke ruang kerja masing-masing. Ada beberapa kolega yang diantarkan sopir untuk kembali ke perusahaan mereka."Ada apa? papa lihat kau gelisah dan tidak fokus?" Jo berdiri dari kursinya dan memasukan kedua tangannya kedalam saku celana. Ia menatap kedepan mencoba menyembunyikan kegelisahaanya dari ayahnya."Tidak ada, aku hanya sedikit tidak enak badan" Ayah Jo tersenyum dan melirik Ryan yang berdiri dengan santun di belakang Jo Daniel."Apa ada hubungannya dengan Nara?" tanya ayahnya. Jo hanya terd
Jo menyerahkan lembaran surat kontrak pernikahannya dengan Nara. "Itu sudah diperbarui kau tinggal tanda tangan jika kau menyetujuinya" kata Jo sambil menyerahkan bolpoin pada Nara. "Aku akan membantu menyelesaikan permasalahan WO milikmu" Nara hanya terdiam. Ia memikirkan kembali pernikahannya dengan Jo Daniel. Kau tidak tahu ada masalah yang lebih berat dari itu Jo, batin Nara. "Aku minta waktu dua hari untuk berpikir" kata Nara. "Baiklah setelah dua hari kau bisa mengabariku. Dan kuharap keputusan yang paling tepat yang kau ambil" Jo mengenakan kemejanya lalu mengalungkan dasi dilehernya. "Kau tidak lupa tugasmu bukan?" Nara segera berdiri dari duduknya dan mengikatkan dasi untuk Jo. Kali ini ia sudah memiliki pijakan berupa bangku kecil agar tingginya dan Jo sejajar. "Kemana kacamata minusmu?" tanya Jo menatap wajah Nara yang terlihat lebih tirus. "Aku sedang tidak memakainya" jawab Nara malas. Ia sudah selesai dengan urusan dasi
Pagi sekali dokter Edward mendatangi rumah Jo untuk membicarakan sesuatu. Ia menununggu Jo yang belum keluar dari kamarnya. Edward menunggu di meja makan sembari menikmati secangkir kopi dan wafel serta sepiring salad segar buatan bibi Jang yang sungguh lezat. Marisa yang baru saja selesai mandi langsung keluar kamar. Ia berniat meminta bibi Jang menyiapkan bekal makan paginya karena ia ingin makan di kampus dengan teman-temannya. Marisa menatap punggung Edward yang sedang duduk di depan meja makan. "Kakak?" Marisa menarik kursi di sebelah Edward dan langsung duduk di samping pria itu. Edward terlihat belum bercukur pagi itu. Dagunya di tumbuhi bulu halus yang membuat wajah tampannya semakin maskulin. "Aku menunggu Jo Daniel" kata Edward sembari memakan salad di piringnya. "Kakak aku akan menunggu mu sampai selesai bicara dengan kak Jo setelah itu kita pergi bersama ya?" Edward menatap wajah Marisa yang baru selesai mandi. Wajah yang t
Jo Daniel berdiri menatap Elisa yang terlihat gugup. Elisa tidak pernah melihat Jo semarah ini padanya. "Elisa, aku tidak merasa berbuat apapun yang menyebabkan kau hamil. Jadi hentikan rengekanmu dan jangan mengganggu Nara!""Daniel apa maksudmu berkata begitu? kenapa kau lebih memilih dia? aku hamil anakmu!" Elisa hampir menangis sambil mengelus perutnya.Jo Daniel sendiri merasa bingung. Entah mana yang harus ia percaya. Kata hatinya atau kata Elisa."Baiklah jika kau tidak percaya aku akan melakukan tes DNA setelah anak ini lahir" Jo memejamkan matanya dan menarik napas. Ia merasa muak dengn semua terutama Elisa. Entah kenapa ia sekarang begitu tidak menyukai Elisa padahal dulu ia sangat memimpikan bisa bersama Elisa."Silahkan kau buktikan nanti. Tapi aku ingatkan padamu Elisa jika itu hanya omong kosongmu maka kau akan tahu akibatnya berurusan denganku"Elisa pergi meninggalkan gedung Jo enterprise. Ia menjalankan mobilnya menuju
Nara terbangun dan membuka matanya. Ia menoleh kebelakang tepat disana Jo tertidur memeluk tubuhnya. Nara mengingat kembali kejadian tadi malam. Ia menepuk keningnya, bagaimana bisa ini terjadi lagi?! batin Nara kesal pada dirinya sendiri. Nara memindahkan perlahan lengan Jo dari pinggangnya lalu meraih jubah mandi di atas meja dekat tempat tidur. Nara bergegas ke kamar mandi. Ia mandi keramas. Selesai mandi Nara mengambil satu kemeja Jo dari lemari pakaian dan memakainya. Ia mengeringkan rambutnya. Jo terbangun mendengar alat pengering rambut yang di pakai Nara. Wajah Jo memerah ia terlihat malu pada Nara. Keduanya terlihat canggung. Jo berjalan santai menuju kamar mandi. Nara langsung memalingkan wajahnya. "Kenapa sayang, bukankah kau sudah melihat semua?" Jo tersenyum jahil. Nara tidak menghiraukannya dan melanjutkan mengeringkan rambutnya. Setelah mandi hampir satu jam Jo akhirnya keluar kamar mandi. "Aku kira kau tertidur di dalam kamar
Nara terkejut begitu melihat Jo Daniel tiba di kantor Y&J. Pria itu tersenyum pada Nara dan berjalan menghampiri Nara yang sedang berdiri memegang secangkir latte.Jo meraih cangkir yang di pegang Nara dan meminum isinya sampai tandas. Nara masih bengong menatap Jo tidak percaya. Ada sisa latte menempel di sudut bibirnya dan Nara tidak sadar. Dengan satu gerakan ibu jarinya Jo mengusap bibir Nara."Hai sayang kenapa kau terpana memandangiku?" Jo mencubit pipi Nara dengan gemas. Tania dan Ryan saling memandang menahan tawa. Sebenarnya Ryan sudah biasa dengan kegilaan tuannya tapi entah kenapa kali ini ia merasa bosnya itu sungguh kekanakan."Baiklah sekarang katakan padaku aku harus apa?""Jo kau kesini untuk.....""Iya Tania mengundangku untuk menjadi model dan katanya pula Y&J akan membayarku mahal""Apa?!" Nara menarik lengan Joe menuju ruang kerjanya."Jangan bercanda Jo...""Berca