Sepulang bekerja Jo tidak segera pulang, ia pergi dengan dokter Edward untuk minum di bar langganan mereka. "Jo bagaimana dengan Manuela?" Edward memberanikan diri bertanya pada Jo tentang Manuela. Jo hanya terdiam dan meneguk minuman di gelasnya.
"Tidak mungkin kau tidak tahu soal dia, apa kau sengaja membiarkan dia karena...." Edward menghentikan perkataannya.
"Karena apa?" tanya Jo tenang.
"Karena kau sudah nyaman dengan permainanmu pada gadis itu" Jo menyeringai ia kembali meneguk minumannya. Manuela tidak lagi mengisi secuil pun tempat di hatinya.
Edward benar ia mulai terjebak dengan permainannya sendiri. Ia menikmati ketika sedang mengerjai Nara dan melihat gadis itu jengkel atau marah itu adalah kepuasan baginya.
"Hati-hati Jo" kata Edward lagi.
"Untuk apa?"
"Aku juga melihat Nara kemarin, meski tubuhnya sedikit besar tapi ia memiliki wajah yang cantik. Kau bisa jatuh hati padanya nanti"
"Hahaha!" Jo tertawa terbahak. Ia menandaskan minuman di gelasnya dan mengisi kembali.
Wajah polos Nara membayangi benaknya. Insiden pemakaian dasi membuatnya geli. Tidak! aku tidak mungkin menyukai dia, batin Jo.
"Hey sudah hentikan minum dari gelasmu, kau sudah mabuk!" Edward merebut gelas minuman Jo dan memapahnya keluar bar. Ryan yang menunggu di dalam mobil bergegas keluar dari mobil dan membantu Edward memapah tubuh Jo Daniel.
"Ryan bawa tuanmu pulang" Ryan mengangguk, ia menjalankan mobilnya menembus jalanan kota yang semakin malam semakin ramai.
______
Nara duduk di meja makan bersama tuan Jo Davidson, nyonya Jo Ebru dan Marisa. "Sudah berapa lama kau menjadi wedding planner Nara?" tanya tuan David.
"Sudah sekitar lima tahun tuan"
"Nara jangan memanggil kami seperti orang asing begitu, panggil saja papa dan mama, dan anggap Marisa adik kamu sendiri"
"Tapi pernikahan kak Jo dan kak Nara hanya main-main mam" celetuk Marisa.
"Marisa tidak ada pernikahan syah yang main-main, siapa tahu nanti Jo dan Nara saling mencintai, bukan begitu Nara?"
"Ummmm mungkin iya nyonya...Eh mama"
"Lusa ada pesta di rumah, papa dan mama merayakan pernikahan kami yang ke 32 tahun kamu harus hadir tepat waktu bersama Jo"
"Iya ma" jawab Nara.
"Soal gaun mama sudah siapkan gaun yang cantik untuk kamu dan Marisa"
"Ingat ma size buat kak Nara yang big!" kata Marisa sinis melirik Nara. Ia pasti sedang membatin badan besar Nara. "Nggak apa besar yang penting sehat. Toh Nara juga tidak terlalu gemuk masih standar saja"
"Iya kamu juga jangan keseringan diet Marisa, jaga kesehatan" kata papa membela Nara. Selesai makan malam dengan keluarga Jo, Nara kembali kekamarnya. Ia merindukan ibunya.
Bu, mereka baik sekali sama Nara. Nara takut jika waktu itu tiba Nara akan merasa berat, batin Nara. Di luar terdengar suara gaduh. Nara segera turun ke lantai bawah. Ryan terlihat memapah tubuh Jo. Jo terlihat sangat mabuk, jasnya sudah entah dimana, dasinya juga sudah amburadul rambut rapinya juga sudah acak-acakan.
"Istri ku sayang, kau terlihat manis sekali" tangan Jo mencubit pipi cubi Nara.
"Kenapa bisa mabuk begini?" tanya Nara.
"Tadi tuan muda minum dengan dokter Edward nona"
"Kakak tadi papa dan mama kemari" Marisa muncul dari dapur sembari membawa segelas jus jeruk di tangannya.
"Ahhhhhh anak kecil!"
"Kakak mabuk ya?"
Marisa mengedikan bahunya dan berjalan menuju kamarnya. Seolah ia sudah biasa dengan pemandangan itu. Ryan menaiki tangga memapah Jo ke kamarnya.
"Maaf nona saya harus pergi lagi karena ada urusan lain. Bisakah nona mengurusi tuan Jo? jika butuh bantuan panggil saja bibi Jang"
Kata Ryan yang langsung pergi. Ia memang harus menyelesaikan beberapa pekerjaan lagi. Nara menghela nafasnya menatap Jo yang terkapar di tempat tidur. Badannya bau alkohol.
Nara tidak enak membangunkan bibi Jang karena sudah malam. Nara meminta Maya menyiapkan handuk kecil dan air hangat untuk Jo. Nara mulai melepas dasi Jo, kemeja dan sepatu pria itu. Ia mengelap tubuh Jo dengan air hangat.
Nara menyelimuti tubuh Jo yang tertidur pulas. Ia memandang wajah tampan di hadapannya. "Kau begitu tampan, kaya dan tidak ada yang kurang dari mu. Tapi malang kau di tinggalkan kekasihmu di hari pernikahan kalian" gumam Nara.
Nara berdiri dari pinggiran kasur dan akan beranjak pergi. Tapi lengan Jo menarik tangan Nara hingga Nara terjatuh di atas tempat tidur.
"Bicara apa kau?" Jo mendekatkan wajahnya ke wajah Nara. Ia mendekatkan bibirnya ke bibir Nara. bau alkohol menyeruak. Nara refleks menutup mulutnya.
Jo menarik tangan Nara yang menutupi bibirnya. Ia mencium bibir Nara, Nara menutup rapat bibirnya. Jo menggigit bibir atas Nara hingga terbuka. Ia melumatnya sampai Nara susah bernafas. Nara mendorong tubuh Jo sekuat tenaganya. Jo ambruk dan kembali tidur pulas.
_____
Paginya Nara terlihat marah pada Jo. Ia hanya terdiam tanpa mau memandang pria itu. Jo menyadari kemarahan Nara. Ia menarik lengan Nara agar menatap wajahnya.
"Ada apa?" tanya Jo sambil menatap Nara.
Si brengsek ini bertanya ada apa! dia tidak ingat yang sudah di perbuatnya padaku! batin Nara kesal. Nara mengibaskan tangannya dan berjalan mengambil jas. Ia memakaikan jas itu pada Jo. Selesai dengan Jo, Nara bergegas ke kamarnya mengganti pakaian dan menyisir rambutnya. Kali ini ia mengikat rambutnya serampangan. Kaca mata minus nya tidak di pakai. Ia mengenakan soft lens berwarna cokelat tua. Sama dengan warna asli bola matanya. Warna turun temurun dari trah ayahnya yang bermata coklat.
Nara memulas bibirnya dengan lipstik berwarna pink muda. Wajahnya terlihat fresh dan cantik. Ia duduk di meja makan dengan tenang tanpa bicara dan tanpa memandang wajah Jo di hadapannya.
Jo gelisah menatap wajah Nara. Ia tidak menghabiskan sarapannya. Ia hanya menatap Nara yang sedang makan masi goreng. Marisa melirik kakaknya tapi tidak berani bertanya. Ryan dan bibi Jang yang berada di meja makan sama halnya dengan Marisa tidak berani bertanya.
"Aku pergi dulu" Nara berdiri dari kursinya. Jo mengikuti gerakan Nara dan menarik lengan Nara.
"Aku mau bicara" kata Jo.
"Aku buru-buru!" Nara mencoba melepas pegangan tangan Jo di pergelangan tangannya. Bibi Jang dan Ryan menatap bingung. Sementara Marisa menduga kakaknya mulai tertarik dengan gadis itu.
Jo sudah siap dengan stelan jas, tuxedo dan dasi kupu-kupu yang terlihat elegan di lehernya.Ryan mengikuti langkah Jo menuju kamar Nara karena sedari tadi gadis itu tidak keluar juga. Bahkan ia tidak membantu Jo untuk bersiap."Nara! sedang apa kau di dalam kenapa lama sekali?" Jo mulai kesal ia mengetuk kasar pintu kamar Nara yang terkunci.Pintu kamar Nara terbuka pelan. Jo terpana menatap Nara dengan gaun tertutup berwarna biru laut di padukan dengan anting panjang berwarna senada dengan gaunnya. Rambutnya dicepol rapi di belakang.Nara terlihat canggung. Ia nampak kurang percaya diri dengan penampilannya."Apa gaun ini bagus?" tanya Nara."Gaunnya bagus, tapi kau terlihat jelek!" kata Jo ketus.Nara sudah biasa dengan pria ceplas ceplos itu. Keduanya diantar Ryan menaiki mobil mewah Jo menuju kediaman orangtua Jo. Di pelataran sudah terparkir rapi mobil-mobil mewah, mereka adalah tamu undangan orangtua Jo yang k
Nara terlihat sedang meeting dengan timnya. Dua hari lagi akan ada penyelenggaraan pesta pernikahan dari salah satu klien Y&J. "Bagaimana persiapannya?" tanya Nara pada Tania."Oke sudah delapan puluh persen" kata Tania. "Oh ya pastikan pengantin perempuan tidak kabur lagi ya teman-teman" seloroh Tania hingga semua tertawa. Nara mencubit Tania. Tapi perkataan Tania benar juga jangan sampai pengantin perempuan kabur lagi karena tidak ada stok gadis di tim kerja Tania. Semua sudah menikah dan tidak bisa jadi pengganti apa lagi sampai di ajak nikah kontrak. Nara pergi makan siang dengan Tania di cafe dekat kantornya."Jo Daniel mencium mu?" Tania terlihat terkejut. Hingga ia tersedak minumannya. "Pelankan suaramu!" "Yang benar? apa ia sudah jatuh cinta pada mu?" "Jangan harap! dia sedang mabuk waktu mencium ku" "Owww aku kira kalian berdua terlibat cinta" "Jangan ngarang, aku men
Jo pulang larut malam, sebelum ke kamarnya ia sempat ke depan kamar Nara. Jo membuka handel pintu dan ternyata tidak di kunci.Jo menatap Nara yang tertidur pulas dengan piama pendeknya. Kulit kaki Nara yang mulus terlihat oleh Jo. Ia lalumengambil selimut dan menyelimuti Nara.Jo tidak sengaja menatap kalender di meja Nara. Rupanya Nara melingkari setiap tanggal dan menghitung perpisahan dengannya.Jo berjalan keluar kamar Nara. Ia menuju kamarnya dan duduk di sofa.Jo membayangkan perpisahannya dengan Nara nanti. Gadis itu tidak tahu apa-apa, sudah bagus ia mau menyelamatkan harga diri Jo di hadapan banyak orang dengan menggantikan posisi Manuela.Jo mandi di bawah guyuran shower. Selesai mandi ia bergegas mengenakan baju dan pergi ke kamar Nara. Ia merebahkan diri di samping Nara sembari memandang wajah Nara yang tertidur pulas.Apa kau sama sekali tidak tertarik dengan ku? batin Jo. Ia membelai rambut Na
Nara menghabiskan makan siangnya. Ia meminum es kopi latte kesukaannya."Kau terlihat lebih diam?" tanya Tania.Nara mengedikkan bahunya. Ia sedang malas bicara banyak. Bahkan hari ini ia tidak ingin bertemu klien manapun."Apa kau bertengkar lagi dengan Jo?""Tidak, dia malah jadi baik padaku""Bagus, kurasa dia memang menyukaimu Nara" kata Tania lagi."Manuela sudah kembali" Kata Nara pelan.Tania meletakkan sendoknya. Ia menatap Nara menunggu kelanjutan ucapan Nara."Kurasa ia akan kembali pada Jo Daniel dengan cara apapun""Apa Jo masih menyukai Manuela?""Kurasa tidak setelah Manuela mempermalukannya di hari itu. Jo bahkan tidak mau memandang wanita itu""Nara, apa kau sama sekali tidak tertarik pada Jo Daniel?"Nara terdiam dengan pertanyaan Tania. Ia sendiri bingung dengan perasaannya yang akhir-akhir ini sulit di kendalikan oleh akalnya."Jika kau memang ada perasaan pada
Dokter Edward terlihat keluar dari ruang operasi. Papa dan mama serta Nara segera mengerumuninya."Operasi sudah selesai pelurunya berhasil di keluarkan. Jo akan di pindahkan ke ruang rawat"Semua terlihat lega termasuk Nara. Edward memandang Nara yang terlihat sangat sedih dan cemas."Tenanglah dia tidak apa-apa" kata Edward mencoba menenangkan Nara"Nara mengangguk. Tak berapa lama perawat mendorong ranjang Jo menuju kamar rawat. Jo masih belum siuman karena pengaruh obat bius. Nara menatap wajah tampan yang tergolek di atas ranjang itu."Nara kau pulanglah dulu biar papa dan mama yang menjaga Jo""Tidak ma, papa dan mama yang beristirahat saja biar Nara menjaga Jo disini, lagipula ada dokter Edward juga"Jo membuka matanya, ia merasakan sakit di lengan atasnya. Ia mengedarkan pandangannya."Kau mencarinya?" suara dokter Edward mengejutkan Jo yang baru siuman."Dia aku suruh pulang, kasihan kelelahan menunggu d
Nara siap dengan baju santainya. Rambut ikal panjangnya diikat keatas sehingga terlihat lincah. Ia mengenakan topi koboi berwara krem terlihat serasi dengan bentuk wajahnya."Kau belum bersiap?" Nara menatap Jo Daniel yang masih berdiri di depan cermin dengan stelan kemeja hitam dan celana panjang hitam, sepatu pantofel dan jam tangan kulit berwarna coklat tua."Hei tuan, kita mau tamasya ke kebun binatang bukan mau meeting dengan kolega besar mu" Nara terkekeh melihat penampilan Jo."Memang apa yang salah dengan penampilan ku?""Ayo" Nara mendorong Jo duduk di atas kasur, ia pergi memilihkan baju untuk Jo. Nara menggeleng di lemari itu hanya tersimpan baju-baju formal.Nara menghubungi Ryan dan meminta tolong Ryan membelikan baju santai untuk Jo.Nara mengajak Jo tamasya ke kebun binatang karena Jo belum pernah ke tempat itu dan kebun binatang adalah tempat wisata yang paling Nara suka sejak kecil.Tak berapa la
Jo Daniel duduk di kursi kerjanya sembari menatap selembar foto dirinya dengan Nara. Foto itu diambil oleh Ryan sewaktu mereka bertamasya ke kebun binatang. Di foto itu Nara terlihat tertawa lepas, sementara Jo tersenyum lebar sembari menatap Nara."Ryan" Jo memanggil Ryan yang terlihat sibuk menyiapkan materi untuk meeting nanti."Ya tuan" Ryan berjalan mendekat ke arah meja kerja Jo. Ia berdiri terdiam menunggu Jo bicara. Ryan menatap selembar foto di tangan Jo. Ia ingat dirinya yang memberikan cetakan foto itu kemarin."Apa menurutmu dia menyukai ku?" Jo tersenyum tipis menatap wajah Nara dalam foto itu."Saya tidak tahu tuan, tapi kemungkinan itu ada""Begitu ya" Jo berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati jendela kaca. Ia memandang keluar, menatap jajaran gedung pencakar langit di hadapannya. Empat bulan ia bersama Nara dengan status suami istri meski itu hanya kontrak belaka."Maaf tuan, kenapa a
Nara sedang melakukan tugasnya mengikat dasi untuk Jo. "Pulanglah lebih awal aku akan mengajakmu makan malam" Jo meraih jasnya dan memakainya sendiri tanpa bantuan Nara. Kecanggungan masih terasa diantara mereka berdua sejak kejadian ciuman brutal Jo pada Nara. "Kenapa kau cuma diam?" Jo kesal karena Nara tidak menanggapi ajakannya. "Itu perintah dan aku harus menyetujuinya bukan?" kata Nara sambil berjalan keluar kamar Jo. Jo meraih lengan Nara dan menahan langkah istrinya itu. Nara berbalik mendongakan wajahnya dan menatap Jo. "Permisi tuan" Ryan tiba-tiba muncul dan mengganggu adegan cangggung itu. "Ada apa?" tanya Jo yang masih menatap lekat wajah Nara. "Ada nona Elisa menunggu anda" Jo memalingkan pandangannya dan menatap Ryan. Ia melepas lengan Nara yang di genggamnya. Nara bisa melihat perubahan mimik muka Jo. Sorot matanya terlihat berbeda. Jo berjalan cepat menuruni anak tangga. Pria itu berhenti memandang seorang wanita yan