Jo Daniel berdiri menatap Elisa yang terlihat gugup. Elisa tidak pernah melihat Jo semarah ini padanya. "Elisa, aku tidak merasa berbuat apapun yang menyebabkan kau hamil. Jadi hentikan rengekanmu dan jangan mengganggu Nara!"
"Daniel apa maksudmu berkata begitu? kenapa kau lebih memilih dia? aku hamil anakmu!" Elisa hampir menangis sambil mengelus perutnya.
Jo Daniel sendiri merasa bingung. Entah mana yang harus ia percaya. Kata hatinya atau kata Elisa.
"Baiklah jika kau tidak percaya aku akan melakukan tes DNA setelah anak ini lahir" Jo memejamkan matanya dan menarik napas. Ia merasa muak dengn semua terutama Elisa. Entah kenapa ia sekarang begitu tidak menyukai Elisa padahal dulu ia sangat memimpikan bisa bersama Elisa.
"Silahkan kau buktikan nanti. Tapi aku ingatkan padamu Elisa jika itu hanya omong kosongmu maka kau akan tahu akibatnya berurusan denganku"
Elisa pergi meninggalkan gedung Jo enterprise. Ia menjalankan mobilnya menuju
Nara terbangun dan membuka matanya. Ia menoleh kebelakang tepat disana Jo tertidur memeluk tubuhnya. Nara mengingat kembali kejadian tadi malam. Ia menepuk keningnya, bagaimana bisa ini terjadi lagi?! batin Nara kesal pada dirinya sendiri. Nara memindahkan perlahan lengan Jo dari pinggangnya lalu meraih jubah mandi di atas meja dekat tempat tidur. Nara bergegas ke kamar mandi. Ia mandi keramas. Selesai mandi Nara mengambil satu kemeja Jo dari lemari pakaian dan memakainya. Ia mengeringkan rambutnya. Jo terbangun mendengar alat pengering rambut yang di pakai Nara. Wajah Jo memerah ia terlihat malu pada Nara. Keduanya terlihat canggung. Jo berjalan santai menuju kamar mandi. Nara langsung memalingkan wajahnya. "Kenapa sayang, bukankah kau sudah melihat semua?" Jo tersenyum jahil. Nara tidak menghiraukannya dan melanjutkan mengeringkan rambutnya. Setelah mandi hampir satu jam Jo akhirnya keluar kamar mandi. "Aku kira kau tertidur di dalam kamar
Nara terkejut begitu melihat Jo Daniel tiba di kantor Y&J. Pria itu tersenyum pada Nara dan berjalan menghampiri Nara yang sedang berdiri memegang secangkir latte.Jo meraih cangkir yang di pegang Nara dan meminum isinya sampai tandas. Nara masih bengong menatap Jo tidak percaya. Ada sisa latte menempel di sudut bibirnya dan Nara tidak sadar. Dengan satu gerakan ibu jarinya Jo mengusap bibir Nara."Hai sayang kenapa kau terpana memandangiku?" Jo mencubit pipi Nara dengan gemas. Tania dan Ryan saling memandang menahan tawa. Sebenarnya Ryan sudah biasa dengan kegilaan tuannya tapi entah kenapa kali ini ia merasa bosnya itu sungguh kekanakan."Baiklah sekarang katakan padaku aku harus apa?""Jo kau kesini untuk.....""Iya Tania mengundangku untuk menjadi model dan katanya pula Y&J akan membayarku mahal""Apa?!" Nara menarik lengan Joe menuju ruang kerjanya."Jangan bercanda Jo...""Berca
Jo terbangun lebih dulu ia membuka matanya dan memandang Nara yang tertidur di pelukannya. Jo tersenyum senang tapi sebelah lengannya kesemutan karena Nara memakainya sebagai bantal semalaman. Jo menarik perlahan tangannya agar Nara tidak terbangun. Tapi Jo gagal karena Nara membuka matanya dan menggeliat perlahan."Kenapa aku di kamarmu Jo?""Kau bermimpi dan berjalan dalam tidur lalu datang kemari dan memelukku semalaman""Benarkah?!" Nara terbangun dan bergegas turun dari ranjang. Sementara Jo meringis menahan kesemutan di lengannya."Maaf Jo" dengan wajah malu Nara bergegas pergi dari kamar Jo Daniel. Nara segera mandi karena ia harus berangkat lebih awal. Ia akan bertemu dengan kliennya pagi ini.Nara mengenakan stelan kerjanya celana panjang berwarna putih dan atasan biru muda dengan tambahan aksesoris scraft di lehernya . Ia mengikat rambutnya sedikit tinggi dan itu membuatnya tampak mengagumkan.Nara berlari k
Pagi yang cerah Jo baru saja selesai berolah raga. Nara belum tampak keluar dari kamarnya. Jo mencoba melihat ke kamar Nara. Kamar terlihat sepi karena Nara berada di kamar mandi. Terdengar seperti Nara sedang muntah."Nara?!" Jo menggedor pintu kamar mandi karena cemas."Nara buka pintu atau ku dobrak!""Jo aku tidak apa-apa pergilah""Nara cepat buka pintunya!" suara Jo terdengar seantero rumah luas itu. Marisa segera berlari menuju kamar Nara. Sementara para pelayan menunggu di depan kamar Nara."Ada apa kak?"tanya Marisa bingung karena pagi-pagi Jo sudah teriak-teriak."Nara keluar dari Sana tau ku dobrak paksa pintu ini" akhirnya Nara membuka pintu kamar mandi ia terlihat pucat dan lemas."Marisa cepat telpon Edward""Baik kak" Marisa segera kembali ke kamarnya dan mengambil ponsel miliknya. Ia bergegas menghubungi dokter Edward untuk memeriksa kondisi Nara. Setelah menelpon Edward Marisa kemb
Malam itu Jo dan Edward minum di bar langganan mereka. Suasana hati Jo sedang tidak bagus. Ia banyak minum tidak seperti bisanya yang hanya sesekali saja."Kau masih kesal padanya?""Menurutmu"Edward tersenyum dan sedikit menggeleng. Ia tahu Jo sepertinya menginginkan seorang anak dalam pernikahan kontraknya dengan Nara. "Jika kau memang mencintainya kenapa kau tidak melegalkan saja pernikahanmu tanpa surat kontrak"Jo meletakkan gelasnya yang sudah tandas. Ia memejamkan matanya sejenak dan wajah Nara selalu melintas di benaknya. "Tidak semudah itu Ed, kau tahu Nara sangat keras kepala""Kenapa kau menginginkan anak darinya?""Tadinya aku menginginkan anak untuk tetap menahannya berada disisiku, tapi sekarang keinginanku lebih dari itu. Aku benar-benar menginginkan seorang anak darinya, kau bayangkan Ed aku memiliki seorang anak yang lucu dalam pernikahanku" Jo tersenyum getir mengingat Nara tidak mau memberinya anak."Mu
Marisa datang ke rumah sakit tepat jam makanan siang. Ia membawa bekal untuk dokter Edward. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Marisa langsung masuk ke ruang kerja dokter Edward. Di dalam ruangannya dokter Edward sedang berbicara dengan seorang perawat cantik bernama suster Tiffany. Edward terkejut ketika Marisa berdiri di hadapannya dengan wajah sedikit pucat. "Kak Ed aku sakit" kata Marisa dengan suara yang di buat-buat. Edward yang sudah terbiasa dengan tingkah Marisa pun tersenyum dan meminta suster Tiffany keluar dari ruangannya. Edward mendekati Marisa dan pura-pura memeriksa kondisi gadis itu. Ia memegang kening Marisa lalu menyentilnya dengan sedikit keras hingga gadis itu kesakitan. "Kakak kenapa kau malah menyakitiku bukan memeriksaku dengan stetoskop mu?" "Ada apa kau kemari?" Edward memasukan kedua tangannya ke dalam saku jas putihnya. "Jika kau bosan bermain mainlah dengan teman-temanmu" "Aku tidak enak b
Nara bergegas berangkat ke kantor Y&J begitu Jo Daniel berangkat dengan Ryan ke kantor. Nara mampir terlebih dulu ke coffe shop dekat kantornya. Ia membeli segelas latte dan sandwich mentimun. Ia menjalani program diet untuk menurunkan sekitar 5Kg. Ia ingin mencapai berat di bawah 50kg."Hai Nara...""Hai dokter Edward, kau disini?""Iya kebetulan saja aku baru bertemu seseorang. Apa kau sedang buru-buru?""Tidak nanti aku akan meeting dengan klien jam sembilan""Jika kau tidak keberatan apa kau mau sarapan bersamaku?""Oh tentu, ayo kita duduk disana" Nara menunjuk sebuah meja kosong. Ia sedikit terkejut kenapa Edward mengajaknya sarapan. Tapi ia tidak berpikir aneh karena toh Edward adalah teman Jo Daniel.Sementara di kantornya Jo sedang terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Ia baru saja selesai meeting untuk produk baru yang akan di luncurkan oleh perusahaan. Yaitu berupa mainan anak-anak. Jo tertarik sekali de
Nara merasakan sekujur tubuhnya sakit. Terutama di area selangkangan yang terasa perih sekali. Jo memeluknya dengan kuat seolah takut Nara akan meninggalkannya setelah apa yang ia lakukan pada Nara tadi. Jo tertidur di samping Nara. Air mata Nara mengalir, ia ingin pergi dari kehidupan Jo Daniel. Ia tidak ingin lagi mengenal pria itu.Pagi tiba, semburat sinar matahari menerobos masuk ke kamar Nara melalui kisi-kisi jendela balkon. Nara menyingkirkan tubuh Jo yang mnindihnyam. Ia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Nara menangis di bawah guyuran shower. Ia membersihkan dirinya dengan geram. Ia tidak mau aroma tubuh Jo tertinggal disana.Jo terbangun perlahan membuka matanya. Nara sudah tidak di sampingnya. Jo bergerak mencari jubah mandi milik Nara. Ia mandi di kamar mandi Nara. Jo mengingat betapa kejamnya ia pada Nara kemarin.Jo membenturkan pelan kepalanya ke dinding kamar mandi. Menyadari kesalahannya. Selesai mandi Jo bergegas keluar