Share

3 | Bule Cabul

Author: Eliyen Author
last update Last Updated: 2025-08-08 12:37:40

Gista menoleh kanan kiri. Dia sudah menghabiskan dua gelas lemonade miliknya, yang ngomong-ngomong rasanya makin pahit. Sekarang dia sedang menunggu gelas ketiga sambil mencari-cari target berikutnya.

Sayangnya ternyata sulit bagi Gista untuk menemukan orang yang cocok. Helaan nafasnya berat. Setelah ditolak Akash Salim, level malas Gista malah naik tinggi.

Deadline dari Lola adalah problem tersendiri yang memaksa Gista harus mengalahkan rasa malas. Dua puluh empat jam sudah berkurang banyak. Kalau ingin membuat naskah super spicy seperti permintaan editornya, Gista harus tahu tentang hasrat, gairah, dan bercinta.

Dia bisa menulis hal lain dengan mudah. Namun, tiga hal itu adalah topik berat yang susah diurai oleh Gista. Ada alasan khusus yang membuatnya kesusahan dan akhirnya terdampar di bar mencari-cari subyek yang tepat untuk riset.

“Mr. John, long time no see. Gimana kabarnya? Insiden kemarin oke-oke aja, eh?”

Gista menoleh sekilas. Seorang pria bule berjas abu-abu, berumur sekitar pertengahan empat puluhan, terlihat membalas pelukan santai seorang wanita. Mereka bercakap-cakap tanpa Gista pahami topiknya. Gista tak peduli. Dia kembali fokus pada minumannya.

Lalu ekor matanya melihat bayangan Mr. John datang mendekat. Gista menoleh merasakan keberadaan pria itu yang mengambil tempat duduk tepat di sampingnya.

“Kelihatannya sendiri eh?” Mr. John berbasa-basi dengan senyum lebar tersungging di wajah.

Gista hanya mengangguk.

“John. Wine enthusiast, Pemred Gazebo Magz, dan part time troublemaker.” John mengulurkan tangan sembari mengedipkan sebelah mata. 

Gista membalas dengan balik memperkenalkan diri. Dalam hati dia mulai mempertimbangkan pria itu sebagai target riset berikutnya.

John mulai mengoceh tentang wine dan sikapnya yang terang-terangan mencoba menarik perhatian Gista. Sayangnya, suara John hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri Gista. Hingga satu pertanyaan random muncul begitu saja di benak wanita itu.

“Mister, apa yang sering pria katakan saat merayu wanita?” tanya Gista tanpa formalitas sama sekali. Dia menoleh menunggu jawaban John.

Seringai lebar John menutupi kekagetannya. “Oh, Sweetheart. Daftarnya bisa lebih panjang dibanding janji politisian. Tapi aku punya favoritku. Kamu terlihat seperti seseorang yang perlu diingatkan tentang bagaimana kenikmatan yang sesungguhnya. Agak cringe memang, tapi sering berhasil.”

Gista langsung mengeluarkan ponsel dan mencatat di notes. “Begitu, ya? Bisa kujadikan bahan tulisan. Kuambil, Mister.”

“Apa rayuanku tadi berhasil untukmu?”

Gista menoleh, sedikit bingung dengan pertanyaan John. Saat sadar ke mana arahnya, wanita itu menggeleng. “Biasa aja.”

“Wow.” John memandangi wanita di sampingnya dengan sorot mata aneh. Senyum cabulnya muncul. Ia melihat wanita ini dingin membalas godaan. “Gaunmu benar-benar menggoda imajinasi. Aku jadi penasaran dengan keindahan apa yang tersembunyi di baliknya.”

Alis Gista terangkat tinggi. Apa ini cara pria dewasa merayu? Jarinya kembali menari di layar sentuh ponsel, mengutip perkataan John. Otak Gista berputar cepat. Dia harus melakukan pertaruhan. Tanpa basa-basi, Gista bertanya pada John.

“Mau tidur sama saya?”

John membelalak, tetapi hanya beberapa detik. Lalu suara tawa kagetnya terdengar. Dia melirik bartender, memberi isyarat agar lelaki itu meninggalkannya. Kini hanya ada John dan Gista. 

“Well. Ini amat menjanjikan. Tertarik padaku, cantik?”

Gista menatap John. Raut mukanya datar tanpa emosi. Nada bicaranya juga flat. “Just for fun.”

John mencondongkan badan ke depan. “Just for fun? Kalau begitu, kau datang ke orang yang tepat. Aku akan memberimu kesenangan duniawi. Sex sungguh menyenangkan.”

Gista mengerjap. Semudah ini? Padahal John terlihat seperti orang baik-baik. Kenapa dia tidak banyak alasan seperti Akash yang kata orang penyuka one night stand?

John tiba-tiba mendekat. Tangannya yang semula menyentuh gelas, kini perlahan menyentuh punggung tangan Gista. Lembut, seperti gerakan tak sengaja, tetapi terlalu lama untuk dibilang tak sadar. Pandangannya juga terang-terangan tertuju ke dada montok Gista yang mengintip dari potongan rendah gaun. 

Bulu kuduk Gista merinding saat ujung jari John mulai menyentuh lengan atas Gista yang telanjang. Dia menelan ludah, merasakan tatapan John mulai turun ke perutnya, lalu ke pinggulnya.

Selama itu Gista tetap diam, meski rasa tak nyaman mulai muncul. Wajahnya memang tanpa ekspresi, tetapi rahangnya mulai mengencang. Gista menelan ludah, bergeser pelan agar tak tampak mencolo, berusaha membuat jarak dengan pria itu. 

Namun, John masih mengejar dengan mengusap-usap lengan telanjang Gista, berlagak bak kawan lama yang baru berjumpa lagi.

“Apa yang Anda lakukan?” suara Gista tanpa sadar bergetar.

John tertawa. “Foreplay, sayang. Kita membutuhkannya untuk saling mengenal. Kesenangan yang kita tuju butuh pemanasan. Ikuti saja alurnya …,” John tiba-tiba mendekatkan bibir ke telinga Gista. Satu tangannya mulai mengusap panggul wanita itu, “aku pasti akan membuatmu menjerit kesenangan.”

Gista tersentak kaget. Rasa panik menghantam kesadarannya. Tangannya refleks mendorong dada John. Alhasil pria itu jatuh terjungkal dengan suara keras. Wine di gelas tumpah menyiram jas dan kemejanya.

 “Cukup.” Dada Gista naik turun cepat.

Suara gelas pecah dan teriakan John sontak memecah suasana. Musik ballroom seketika berhenti. Beberapa kepala menoleh. Bisik-bisik mulai merayap di antara para tamu.

John duduk di lantai dengan wajah merah padam. “Apa kau gila? Kau yang minta!” bentaknya keras.

Beberapa tamu mulai mendekat. Bartender keluar bar dan menolong Mr. John. Sementara pria itu menunjuk Gista dengan emosi.

“Kalian lihat sendiri, kan? Dia serang saya tanpa alasan! Tak sopan! Tak punya etika! Padahal dia yang menggoda lebih dulu!”

Gista terperangah. Dadanya bergemuruh. Mati-matian dia menekan emosi yang serasa hendak meledak. 

Dia tak tahu apa yang salah. Dia hanya ingin riset tentang erotika. Dan erotika jelas melibatkan sentuhan. Namun, mengapa dia merasa tak nyaman dengan sentuhan John?

Saat John kembali menuding-nuding mukanya, Gista ingin membalas. Mulutnya terbuka siap membela diri. Lalu satu cengkraman kuat di lengan memaksanya menoleh.

Gista terpana. Dia tak mampu bicara. Di bawah tatapan banyak pasang mata, Gista pasrah saja ditarik meninggalkan bar. 

“Ah, Mister,” suara Akash akhirnya terdengar, santai tapi mengandung ancaman, “Perempuan ini milik saya malam ini. Dan kau tahu betul, menyentuh milik orang lain ada ganjarannya, bukan?”

Pandangannya terpaku ke punggung lebar di depannya, sampai tak menyadari dirinya sudah berada di belakang ballroom. Gista baru sadar saat Akash menariknya masuk ke ruang kosong dan mengunci pintu.

“Aku penasaran. Saat kamu mutusin buat ngajak sembarang orang tidur bareng, itu kebanggaan buatmu atau sebatas nekat aja?” 

Gista bengong. Bukan karena tak mampu menjawab, tapi karena masih syok dengan kejadian barusan yang begitu cepat.

Akash menatapnya dari atas ke bawah. Ekspresinya dingin dan tak berperasaan.

“Kamu rela tidur bareng dengan siapa pun demi riset, ya?” Akash menekankan kata ‘siapa pun’ kepada Gista. “Kalau memang itu yang kamu cari, aku bisa bantu. Malam ini juga.” 

Tangannya menyelipkan sesuatu ke telapak tangan Gista—kartu akses hotel. 

Gista menatapnya, bibirnya terbuka setengah. Tapi tak ada suara yang keluar. Hanya pandangannya yang mengikuti kepergian Akash keluar ruangan. Dan di telapak tangannya, kartu itu terasa lebih panas dari kulitnya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Alen D.
Aelah, Kash ... gaya-gayaan lu, minta digoda doang, elaaahh.. Wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
Ferna Bifihapuna
OMG. Gis, kamu yang dapet akses, aku yang deg-degan.
goodnovel comment avatar
starlightvenus56
Akash Salim....kutandai kau!! ............
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   174 | Tetangga Pria Masuk Kamar

    “Akash tak datang lagi?” Asisten pribadi sekaligus tangan kanan Adam Salim mengangguk. Dia menyerahkan map tebal ke hadapan bosnya.“Tuan Akash terakhir kali terlihat di apartemennya bersama seorang gadis.”Adam, pria yang hampir menginjak angka enam puluh tahun, memicingkan mata. Dia mengamati satu demi satu dari delapan belas foto berukuran A5 yang tersusun rapi di dalam map.“Siapa dia?” Kening Adam berkerut. “Penampilannya biasa saja. Tak ada bagus-bagusnya.”Si aspri langsung menyebutkan profil Gista Maheswari dengan cukup rinci. Seolah dia seperti Wikipedia hidup yang mengetahui sosok Gista hampir dari A sampai Z.“Gista Maheswari, alias Swari, adalah penulis di Megalitera. Itu penerbit kecil yang sempat mendapat suntikan dana dari Salim Publishing, tetapi kemudian dibatalkan karena muncul skandal dengan Tuan Akash.”Adam mendengarkan perkataan asisten pribadinya. Ekspresinya dingin, hampir terlihat acuh tak acuh. Namun, otaknya merekam setiap kata yang didengarnya.“Jadi, Akas

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   173 | Kamu Lebih Menarik

    “Baru kali ini royaltiku segede ini. Bisa sewa apartemen mewah nggak, ya?”Gista terkesiap saat buku tabungannya diambil paksa oleh Akash. Dia melotot galak ke arah pria yang sudah berdiri di atasnya.“Akash, balikin!” Gista berjinjit. Tinggi Akash yang kelewat jangkung membuatnya kerepotan mengambil buku tabungan.“Kenapa harus sewa?” Akash menatap Gista. Dia sudah membaca saldo tertera di buku rekening. Nominalnya lumayan, tapi jelas masih kalah banyak dibanding isi saldonya.“Kenapa nggak tinggal permanen di tempatku saja?” tanya Akash lagi.Gista mencebik. Dia tak mau lagi merebut buku tabungannya. Sebagai gantinya, Gista melempar diri ke tempat tidur dan mengamati Akash yang berdiri di depan meja kabinet.Sudah empat hari berlalu sejak mereka kembali dari Surabaya. Rangkaian tur buku Gista sudah selesai. Kini waktunya dia menikmati kesuksesan dengan tenang sambil merancang draf buku baru.“Kamu emang segemesin gini ya, Kash?” Gista menggoda. Dia membuka satu demi satu kancing kem

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   172 | Satu Ronde Lagi

    “Gagal?” Akash mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Dia mematikan mode pengeras suara. “Ya, gagal.” Akash mengulang perkataan sahabatnya. “Yang bener? Miss Gista gak ada di Surabaya?” “Bukan nggak ada. Dia nggak mau ketemu sama aku.” Akash mengamati kopernya yang sudah berdiri tegak di samping tempat tidur. Setengah jam lagi sopir yang akan mengantarnya ke bandara datang. Akash tak mau berlama-lama di kota ini. Sudah gagal bertemu Gista, dia harus secepatnya kembali ke Jakarta. Dia tak boleh menimbulkan kecurigaan banyak orang di sana. “Wah, Bro. Serius, nih? Hubungan kalian beneran di ujung tanduk?” Akash bisa membayangkan sahabatnya mondar-mandir di Jakarta sana. Pasti Leo tidak terima karena rencananya yang sempurna ternyata tak berhasil membawa Gista kembali pada Akash. “Nggak tahu.” Akash mulai merasa lelah. “Dua minggu ini dia full menghindar.” “Itu kesalahan lo, Kash. Mentang-mentang Miss Gista udah lo dapetin, terus lo kasih dia treatment kayak di dunia bis

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   171 | Akhirnya Berpisah?

    “Wah, keren juga si Swari.” Akash mendongakkan pandangan ke arah Leo. “Dengar ini, Bro.” Leo tertawa seraya menaikkan volume salah satu podcast di kanal YouTube. “Benarkah tokoh pria dalam novelmu terinspirasi dari seseorang yang nyata?” Gista tersenyum samar di layar. “Mungkin. Tapi pria itu sekarang cuma bagian dari masa lalu.” Leo bersiul keras. “Wah. Wah. Gue udah tebak. Miss Gista adalah lawan berat buat lo.” Akash kembali menundukkan pandangan menghadapi setumpuk dokumen di atas meja. Raut mukanya tenang, tetapi hatinya mendidih. “Kalau mau marah, ya marah aja, Kash. Gak usah sok-sokan ditahan.” Leo terkekeh. “Lo keluar atau HRD bakal pecat lo?” Akash bertanya dingin. Tawa Leo makin keras. “Cemen banget lo. Tiap ada masalah, ancamannya cuma itu mulu. Basi.” Pria itu berjalan mendekat. “Arvin udah kelar. Sekarang masalah lo malah sama Miss Gista. Kalian ini emang pasangan yang unik.” “Dia memergoki Amara datang ke apartemen,” ujar Akash datar. Mulut Leo terbuka lebar

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   170 | CEO Six Pack is Calling

    “Kamu tahu nggak rasanya disembunyikan kayak sesuatu yang kotor?”“Aku nggak sembunyikan kamu karena malu, Sayang. Aku cuma belum siap kalau Papa tahu aku beneran sayang.”Gista termangu teringat obrolannya dengan Akash semalam. “Kupikir kamu sembunyiin aku dari papamu. Tapi kayaknya nggak, Akash,” gumam Gista lirih.Dia masih melihat Amara yang menghilang ke dalam lift. Tanpa menebak pun, Gista tahu persis wanita itu pasti tengah menuju ke apartemen Akash.“Menolak perjodohan, hah? Kamu emang nggak bisa diercaya.”Gista menghela napas panjang. Dia memutuskan mengabaikan kehadiran Amara di gedung apartemen mereka. Taksinya sudah datang. Jadi, Gista memilih untuk berangkat kerja alih-alih kembali ke apartemen dan mengawasi pertemuan Amara dan Akash.Di kantor Gista langsung dihadang Direktur. “Rapat penting, Gista.”“Rapat apa, Pak Direktur?”“Karena novelmu laris manis dan masuk rak best seller di banyak tempat, banyak yang minta kamu sebagai narasumber bedah buku.”Gista mengerjapka

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   169 | Lingerie Transparan

    “Akash, buka! Papa mau bicara!”Gista langsung menjauh dari Akash. Matanya membelalak lebar. Dia menutupi tubuhnya dengan dua tangan karena gaun tidur yang dikenakannya memang hanya bertali tipis.“Papamu?” Gista bertanya tanpa suara.Akash menggeram kesal. Kesenangannya terganggu oleh si orang tua itu.“Tunggu di dalam.” Akash tiba-tiba menarik Gista memasuki kamar. “Jangan keluar sebelum aku beri aba-aba buat keluar.”Mulut Gista terbuka lebar-lebar. Sepasang matanya membulat besar. Benaknya yang sudah berprasangka, kini makin negative thinking.“Kamu sembunyiin aku lagi?” tanya Gista tidak percaya.Di latar belakang terdengar gedoran keras lagi. Suara papa Akash terdengar nyaring di luar. Akash menghela napas berat.“Kamu mau menemui papaku dengan pakaian seperti ini?”“Aku bisa ganti baju.” Gista menantang.Akash mengernyitkan dahi. “Gista, ada apa sama kamu? Kenapa kamu ingin sekali ketemu sama papaku?”Gista menelan ludah. “Nggak ada alasan khusus, kok.”“Akash! Papa tahu kamu s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status