Home / Romansa / CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku / 2 | Cewek Gila Penggoda

Share

2 | Cewek Gila Penggoda

Author: Eliyen Author
last update Last Updated: 2025-08-08 12:00:35

“Bapak mau gak tidur sama saya?”

Gelas di tangan bartender hampir saja tergelincir saat mendengar pertanyaan Gista. Tak cuma sang bartender, Akash sendiri langsung terbatuk-batuk setelah menyemburkan minumannya.

Dengan mata melotot tajam ke arah Gista, pria itu berucap setengah berseru, “Apa kamu bilang?!”

“Tidur, Pak. Sama saya. Bapak mau?” ulang Gista dengan wajah yang sangat tenang.

“Gak waras,” balas Akash yang langsung meletakkan gelas dan berniat menjauhi tempat tersebut.

Namun, belum ada berapa langkah, sebuah tangan menghentikannya. Dia menoleh, itu Gista, yang masih menatapnya datar, tapi serius.

“Saya sedang riset untuk novel terbaru. Romansa erotis. Jadi, saya butuh pengalaman langsung,” jelas Gista. “Saya dengar Bapak berpengalaman, jadi … bapak bisa tolong bantu saya?”

Akash menyipitkan matanya. “Apa ini cara terbaru untuk mendapatkan sponsor?” tanyanya, membuat Gista memiringkan kepala, bingung. “Kalau ya, saya tidak tertarik.” 

Pria itu menepis tangan Gista, berniat pergi. Tapi, wanita itu kembali menahannya!

“Saya gak butuh sponsor. Saya butuh subjek riset,” tegas Gista. Kemudian, wanita itu mengeluarkan kartu nama dan memberikannya pada Akash. “Saya penulis di Megalitera, nama pena Swari.”

Akash melirik kartu nama itu, lalu keningnya berkerut. 

Di sisi lain, Gista mempelajari wajah Akash. Pria itu tampak benar-benar tidak tertarik.

Apa … dirinya sungguh akan gagal?

Dia hanya punya waktu kurang dari 24 jam sekarang. Kalau bukan Akash, siapa lagi yang bisa dia jadikan subjek riset? Selain saudara kandungnya yang sudah lama tidak dia hubungi, Gista sama sekali tidak pernah berkontak dengan laki-laki mana pun.

Tiba-tiba, telinga Gista menangkap sejumlah komentar.

“Lihat dia! Nekat banget dekatin Tuan Akash!”

“Apa dia gak tahu cara mainnya? Tuan Akash selalu memilih wanitanya sendiri, dan mereka yang menawarkan diri seperti itu pasti bakalan ditolak.”

Mendengar hal tersebut, mata Gista membulat sekilas, lalu ekspresinya langsung berubah serius. ‘Jadi, begitu ….’ 

Di saat ini, Akash mengangkat pandangan menatap Gista, “Saya—”

“Kalau Bapak tidak tertarik, maka tidak masalah. Maaf mengganggu waktunya, saya permisi.”

Akash tertegun, pandangannya terpaku pada sosok Gista yang berjalan pergi. Namun, kemudian pria itu melihat wanita itu berhenti di tempat, lalu berbalik dan berjalan ke arahnya cepat.

“Tapi tolong terima kartu nama saya, Pak. Siapa tahu kedepannya kita bisa bekerja sama.” Usai mengatakan itu, Gista membungkuk sedikit. “Permisi.” Lalu, dia pergi lagi ke sisi bar yang lain.

Akash mengerjapkan mata beberapa kali, lalu menatap kartu nama di tangan. Sesaat, pandangannya bertemu dengan mata bartender. Keduanya bersitatap bingung.

“Tadi itu … sungguh terjadi, ‘kan?” tanya Akash.

Bartender mengangguk. “Ya, Tuan….”

“Dia mengajak saya tidur?”

“Betul, Tuan.”

“Lalu tanpa memberikan saya kesempatan menjawab, dia berubah pikiran dan langsung pergi?”

Sebuah senyuman canggung terlukis di wajah bartender seiring dia mengangguk. “Benar, Tuan Akash.”

Seketika, ekspresi Akash berubah gelap, lalu dia memperhatikan lagi sosok Gista yang telah duduk di salah satu kursi bar. “Tidak waras,” ucapnya, sebelum akhirnya memasukkan kartu nama Gista ke dalam jasnya dan berjalan menjauhi bar untuk kembali ke mejanya.

“Lo ngobrol sama siapa tadi? Gak bawa ke sini?”

Leo–staff Akash sekaligus partner in crime Akash tiap kali berada di pesta formal dengan sekumpulan orang tua-tua yang membosankan, terlihat penasaran.

Akash menoleh ke arah mata Leo tertuju. Dia melihat Gista yang sudah kembali ke bar. Keningnya berkerut. “Gak tahu. Cewek gila.”

Leo mengerutkan keningnya.

“Ngajak gue tidur,” bisik Akash.

Minuman di mulut Leo spontan tersembur ke arah Akash. Pria itu menggeram rendah. Untung saja dia berhasil menghindar tepat waktu. 

“Sialan,” desisnya kesal. Tamu-tamu lain di meja itu melirik sebentar sebelum kembali kepada kesibukan masing-masing.

Leo tertawa tertahan seraya memandangi Akash. Ekspresi kaget di wajah pria itu terpampang jelas. Leo mencondongkan badan ke arah Akash. “Serius? Rumor lo soal satu pesta satu cewek berarti panjang, ya.”

Akash menarik gelas milik Leo. Dia tak menjawab pertanyaan itu. Sebagai gantinya, Akash memusatkan perhatian ke panggung. 

Acara penghargaan sudah selesai setengah jam yang lalu. Alasan yang membuat Akash meninggalkan mejanya sejenak untuk beristirahat di bar. Berkumpul di meja VIP dengan orang-orang tua yang cenderung konservatif dalam memimpin media dan penerbitan membuat nafasnya sering sesak.

Kini suara merdu penyanyi tenar bernama Diva terdengar dari arah panggung. Akash menikmati suaranya, tapi pikirannya berada di tempat lain. Sosok Gista yang baru ditinggalkannya beberapa menit lalu mengganggu pikirannya.

Cara Gista mengajak dirinya tidur bersama tidak seperti para wanita menggoda yang sering naik ke ranjangnya. Sebaliknya, wanita itu seperti partner bisnis yang mengajak kerja sama. Datar tanpa emosi, bukan penuh nafsu dan gairah.

Atau … jangan-jangan dia sudah terlalu sering menawarkan tubuhnya kepada pria asing hingga tidak merasakan apa pun dan hanya menganggapnya bisnis?

Tapi … rasanya tidak juga.

Ekspresi Gista waktu bicara tidak seperti penggoda murahan. Tatapannya juga terlalu murni, juga serius. Seakan … sungguh untuk riset semata.

Menghela napas kasar, Akash kembali memusatkan perhatian pada wine dan acara malam ini. Sebagai salah satu penerima penghargaan, Akash merasa tak etis bila tampak cuek.

Jadi, dia menekan rasa ingin tahunya tentang Gista dan mengalihkan perhatian pada penyanyi di atas panggung. Sialnya mata Akash berkhianat. Dia kembali melirik Gista. Wanita itu masih duduk di bar sendirian. Tangan Akash memutar-mutar gagang gelas. 

“Itu cewek emang gila beneran?”

Tepat pada saat itu, mata Gista melirik ke arahnya. Sial.

Hal itu membuat Akash tertegun dan langsung terbatuk-batuk. Dia merasa tertangkap basah!

“Kenapa lo?” tanya Leo saat melihat keanehan Akash. Lalu, pandangannya mengikuti arah pandang Akash tadi.

Karena merasa dapat sekutu melihat Gista, Akash jadi lebih santai mengamati wanita itu. Tampak Gista sudah mengalihkan pandangan ke arah lain, mungkin … wanita itu tidak menangkap basah dirinya tadi.

Gista bertubuh ramping dan mungil. Tingginya rata-rata wanita Indonesia. Bahkan heels yang dipakainya tak mampu mengubahnya jadi jenjang. 

Dan siapa pun yang sudah merancang gaun itu tahu betul cara membunuh seorang pria pelan-pelan. Warna hijau berliannya menyatu sempurna dengan kulit Gista yang semulus sutra basah. 

Namun, yang paling mengganggu Akash sekaligus membuatnya kesulitan berpaling adalah potongan rendah di bagian dadanya. Lekuk itu, belahan itu, seperti satu undangan bagi pria-pria kelaparan. 

Dari seluruh penampilan Gista, bagian itulah yang jadi favorit Akash. Aset indah berukuran besar yang membuatnya sulit berkedip.

“Dia sendirian aja dari tadi, gak keliatan membaur. Lo tau Mr John, kan? Si bule itu baru aja kena skors dari perusahaannya karena kasus pelecehan ke pegawainya sendiri.” celetuk Leo lagi. “Lagi ngobrol sama cewek tadi.”

Akash mengalihkan pandangan dari dada Gista. Keningnya berkerut. Dia melirik Gista lagi. Tak ada tawa. Wajah Gista tetap datar, tetapi ekspresi Mr. John semringah. Akash tak mengerti mengapa dia tiba-tiba merasa gelisah.

Kepala Akash menggeleng. “Menurut lo, dia cewek yang suka numpang tenar ke orang lain gak?”

Leo melihat ke arah Akash. Senyumnya misterius. “Gue kenalan sama dia dulu, baru bisa jawab pertanyaan lo. Tapi dia deketin Mr. John. Kayaknya dia emang cewek yang demen nyari shortcut buat tenar. Kalo cewek bener-bener, gak seintim itulah dia ngobrol sama pelaku pelecehan. Eh, lo mau ke mana?”

Akash berdiri. “Duluan.”

Akash meletakkan gelas di meja. Langkahnya ringan. Tanpa memperdulikan tamu-tamu di meja VIP, dia melenggang pergi. Jalannya santai melewati bar, melingkari para tamu yang lain, dan berbasa-basi pada beberapa orang yang menyapanya. Pria itu seperti tak mengarah ke mana pun, tetapi kakinya bergerak mantap menuju ke tempat Gista dan Mr. John.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
DayNella
penasaran adalah nama tengah akash, hahaha.
goodnovel comment avatar
Alen D.
Gayamu, Kash. Sok nolak, tapi mau, kan? Wkwkwwkkwkwk. Cemen lu, Kashj\.
goodnovel comment avatar
Ferna Bifihapuna
Yuhuu, panas panas. Ada yang keganggu, nih.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   174 | Tetangga Pria Masuk Kamar

    “Akash tak datang lagi?” Asisten pribadi sekaligus tangan kanan Adam Salim mengangguk. Dia menyerahkan map tebal ke hadapan bosnya.“Tuan Akash terakhir kali terlihat di apartemennya bersama seorang gadis.”Adam, pria yang hampir menginjak angka enam puluh tahun, memicingkan mata. Dia mengamati satu demi satu dari delapan belas foto berukuran A5 yang tersusun rapi di dalam map.“Siapa dia?” Kening Adam berkerut. “Penampilannya biasa saja. Tak ada bagus-bagusnya.”Si aspri langsung menyebutkan profil Gista Maheswari dengan cukup rinci. Seolah dia seperti Wikipedia hidup yang mengetahui sosok Gista hampir dari A sampai Z.“Gista Maheswari, alias Swari, adalah penulis di Megalitera. Itu penerbit kecil yang sempat mendapat suntikan dana dari Salim Publishing, tetapi kemudian dibatalkan karena muncul skandal dengan Tuan Akash.”Adam mendengarkan perkataan asisten pribadinya. Ekspresinya dingin, hampir terlihat acuh tak acuh. Namun, otaknya merekam setiap kata yang didengarnya.“Jadi, Akas

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   173 | Kamu Lebih Menarik

    “Baru kali ini royaltiku segede ini. Bisa sewa apartemen mewah nggak, ya?”Gista terkesiap saat buku tabungannya diambil paksa oleh Akash. Dia melotot galak ke arah pria yang sudah berdiri di atasnya.“Akash, balikin!” Gista berjinjit. Tinggi Akash yang kelewat jangkung membuatnya kerepotan mengambil buku tabungan.“Kenapa harus sewa?” Akash menatap Gista. Dia sudah membaca saldo tertera di buku rekening. Nominalnya lumayan, tapi jelas masih kalah banyak dibanding isi saldonya.“Kenapa nggak tinggal permanen di tempatku saja?” tanya Akash lagi.Gista mencebik. Dia tak mau lagi merebut buku tabungannya. Sebagai gantinya, Gista melempar diri ke tempat tidur dan mengamati Akash yang berdiri di depan meja kabinet.Sudah empat hari berlalu sejak mereka kembali dari Surabaya. Rangkaian tur buku Gista sudah selesai. Kini waktunya dia menikmati kesuksesan dengan tenang sambil merancang draf buku baru.“Kamu emang segemesin gini ya, Kash?” Gista menggoda. Dia membuka satu demi satu kancing kem

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   172 | Satu Ronde Lagi

    “Gagal?” Akash mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Dia mematikan mode pengeras suara. “Ya, gagal.” Akash mengulang perkataan sahabatnya. “Yang bener? Miss Gista gak ada di Surabaya?” “Bukan nggak ada. Dia nggak mau ketemu sama aku.” Akash mengamati kopernya yang sudah berdiri tegak di samping tempat tidur. Setengah jam lagi sopir yang akan mengantarnya ke bandara datang. Akash tak mau berlama-lama di kota ini. Sudah gagal bertemu Gista, dia harus secepatnya kembali ke Jakarta. Dia tak boleh menimbulkan kecurigaan banyak orang di sana. “Wah, Bro. Serius, nih? Hubungan kalian beneran di ujung tanduk?” Akash bisa membayangkan sahabatnya mondar-mandir di Jakarta sana. Pasti Leo tidak terima karena rencananya yang sempurna ternyata tak berhasil membawa Gista kembali pada Akash. “Nggak tahu.” Akash mulai merasa lelah. “Dua minggu ini dia full menghindar.” “Itu kesalahan lo, Kash. Mentang-mentang Miss Gista udah lo dapetin, terus lo kasih dia treatment kayak di dunia bis

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   171 | Akhirnya Berpisah?

    “Wah, keren juga si Swari.” Akash mendongakkan pandangan ke arah Leo. “Dengar ini, Bro.” Leo tertawa seraya menaikkan volume salah satu podcast di kanal YouTube. “Benarkah tokoh pria dalam novelmu terinspirasi dari seseorang yang nyata?” Gista tersenyum samar di layar. “Mungkin. Tapi pria itu sekarang cuma bagian dari masa lalu.” Leo bersiul keras. “Wah. Wah. Gue udah tebak. Miss Gista adalah lawan berat buat lo.” Akash kembali menundukkan pandangan menghadapi setumpuk dokumen di atas meja. Raut mukanya tenang, tetapi hatinya mendidih. “Kalau mau marah, ya marah aja, Kash. Gak usah sok-sokan ditahan.” Leo terkekeh. “Lo keluar atau HRD bakal pecat lo?” Akash bertanya dingin. Tawa Leo makin keras. “Cemen banget lo. Tiap ada masalah, ancamannya cuma itu mulu. Basi.” Pria itu berjalan mendekat. “Arvin udah kelar. Sekarang masalah lo malah sama Miss Gista. Kalian ini emang pasangan yang unik.” “Dia memergoki Amara datang ke apartemen,” ujar Akash datar. Mulut Leo terbuka lebar

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   170 | CEO Six Pack is Calling

    “Kamu tahu nggak rasanya disembunyikan kayak sesuatu yang kotor?”“Aku nggak sembunyikan kamu karena malu, Sayang. Aku cuma belum siap kalau Papa tahu aku beneran sayang.”Gista termangu teringat obrolannya dengan Akash semalam. “Kupikir kamu sembunyiin aku dari papamu. Tapi kayaknya nggak, Akash,” gumam Gista lirih.Dia masih melihat Amara yang menghilang ke dalam lift. Tanpa menebak pun, Gista tahu persis wanita itu pasti tengah menuju ke apartemen Akash.“Menolak perjodohan, hah? Kamu emang nggak bisa diercaya.”Gista menghela napas panjang. Dia memutuskan mengabaikan kehadiran Amara di gedung apartemen mereka. Taksinya sudah datang. Jadi, Gista memilih untuk berangkat kerja alih-alih kembali ke apartemen dan mengawasi pertemuan Amara dan Akash.Di kantor Gista langsung dihadang Direktur. “Rapat penting, Gista.”“Rapat apa, Pak Direktur?”“Karena novelmu laris manis dan masuk rak best seller di banyak tempat, banyak yang minta kamu sebagai narasumber bedah buku.”Gista mengerjapka

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   169 | Lingerie Transparan

    “Akash, buka! Papa mau bicara!”Gista langsung menjauh dari Akash. Matanya membelalak lebar. Dia menutupi tubuhnya dengan dua tangan karena gaun tidur yang dikenakannya memang hanya bertali tipis.“Papamu?” Gista bertanya tanpa suara.Akash menggeram kesal. Kesenangannya terganggu oleh si orang tua itu.“Tunggu di dalam.” Akash tiba-tiba menarik Gista memasuki kamar. “Jangan keluar sebelum aku beri aba-aba buat keluar.”Mulut Gista terbuka lebar-lebar. Sepasang matanya membulat besar. Benaknya yang sudah berprasangka, kini makin negative thinking.“Kamu sembunyiin aku lagi?” tanya Gista tidak percaya.Di latar belakang terdengar gedoran keras lagi. Suara papa Akash terdengar nyaring di luar. Akash menghela napas berat.“Kamu mau menemui papaku dengan pakaian seperti ini?”“Aku bisa ganti baju.” Gista menantang.Akash mengernyitkan dahi. “Gista, ada apa sama kamu? Kenapa kamu ingin sekali ketemu sama papaku?”Gista menelan ludah. “Nggak ada alasan khusus, kok.”“Akash! Papa tahu kamu s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status