Share

BAB 4

Langit yang tadinya gelap kini telah berubah warna menjadi biru terang. Begitupun dengan sang surya yang telah kembali menjalankan tugasnya untuk menerangi bumi. Sama halnya dengan wanita berambut panjang yang telah bangun dari tidurnya untuk memulai aktivitas.

Dia menatap pantulan dirinya pada cermin itu. Kini dia telah menggunakan kemeja putih yang dia gulung hingga sebatas siku dengan rok merah selutut, menjadi pilihan pakaiannya hari ini.

KREK...

Dia berjalan keluar dari kamar miliknya. Lalu berjalan ke arah dapur, di meja makan itu tersaji sarapan yang telah dia siapkan sejak beberapa menit yang lalu. Membuat sarapan adalah salah satu hal yang harus dia lakukan setiap harinya.

Wajib!

Setelah memastikan semuanya telah siap. Kedua kaki telanjangnya berjalan ke arah sebuah pintu yang tidak jauh berbeda dari dapur. Dia terdiam di depan pintu itu, tangan kanannya terangkat untuk mengetuk pintu itu.

Namun, tangannya tiba-tiba terhenti. Terlihat raut wajah yang sulit di jelaskan pada wajah cantik itu. Hingga akhirnya memutuskan untuk melanjutkan niatnya yang sempat tertunda.

Tokk... Tokk... Tokk...

Setelah mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali, dia berjalan mundur beberapa langkah dari pintu itu. Beberapa detik kemudian pintu itu terbuka.

KLEK!

Seorang pria paruh baya pun terlihat dari balik pintu itu. Dia menggaruk belakang kepalanya dengan kedua matanya yang belum sepenuhnya terbuka.

"Ayah..." ucap Keira.

"Ada apa?! Kau mengganggu tidurku!"

"S-Sarapannya sudah siap."

Benar, pria bernama Dylan Asher itu adalah ayah Keira. Selama ini dia tinggal bersama ayahnya di rumah yang sudah berdiri dari sejak dia kecil. Yah, hanya mereka berdua.

BRAK!

Tanpa berkata-kata Dylan menutup pintu itu dengan keras hingga membuat Keira terlonjak. Melihat respon ayahnya, Keira memutuskan untuk kembali ke dapur. Dia duduk di meja makan untuk menunggu ayahnya di sana.

Sekarang kalian sudah tahu bukan, alasan mengapa dia wajib menyediakan sarapan setiap paginya? Itu karena perintah ayahnya, Dylan.

Tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang berjalan ke arah dapur. Berbeda dari penampilan yang sebelumnya, kini pria paruh baya itu terlihat jauh lebih rapi dari sebelumnya. Dia menarik salah satu kursi dan duduk di meja makan itu bersama putrinya.

Kedua mata hazel yang sama persis dengan milik Keira menatap roti panggang yang ada di hadapannya saat ini. "Hanya ini?"

"M-Maafkan aku ayah, aku belum sempat pergi berbelanja," ucap Keira. Terdengar dengan jelas ketakutan dari suara Keira.

Tanpa berkata-kata, Dylan memakan roti panggang itu. Melihat itu Keira tersenyum tipis dan ikut memakan sarapan miliknya seperti yang ayahnya lalukan.

Selalu seperti ini setiap paginya, dimana hanya keheningan yang menjadi teman sarapan di antara ayah dan anak itu. Keira sesekali melihat ke arah ayahnya.

Wajah yang sudah tidak muda lagi itu begitu mirip dengannya. Khususnya mata hazel itu yang di wariskan oleh Dylan kepadanya. Bahkan beberapa tetangganya mengatakan betapa miripnya mata mereka. Lalu, apakah dia merasa senang akan pujian itu?

Entahlah.

Keira segera menyelesaikan sarapannya, melihat jarum pendek pada jam tangannya yang sudah menunjuk pada angka tujuh. Dia beranjak dari kursi itu dan menghampiri Dylan. "Ayah, aku akan berangkat kerja."

GREB!

Namun tiba-tiba, Dylan memegang tangannya dengan cukup kuat. "Darimana kau malam itu?" tanya Dylan.

Kalian tentunya mengerti maksud dari pertanyaan Dylan saat ini.

Keira tertegun mendengar pertanyaan dari ayahnya. Malam itu, dia pulang cukup larut karena dia harus menunggu bus cukup lama. "A-Aku pergi bersama teman-teman kerjaku ayah."

Kalian tahu saat ini dia sedang berbohong kepada ayahnya, mengingat malam itu dia pergi makan malam bersama Navier. Hingga...

"Aaahhh! Sakit ayah!" teriak Keira. "Kau menyakitiku!" Keira memegang tangannya yang sedang di remas dengan kuat oleh Dylan.

"Kau pikir kau bisa keluar dan pulang sesuka hatimu di rumah ini?!" marah Dylan.

BRUK!

"Awww!" Keira jatuh terduduk di atas lantai sambil meringis kesakitan, sebab Dylan yang telah mendorongnya. "A-Ayah..."

Yah, inilah sifat ayahnya yang tidak di ketahui oleh siapapun. Dylan begitu kasar kepadanya bahkan tidak jarang memakinya dengan kata-kata yang begitu menohok hati. Bahkan Dylan pernah mengurungnya di dalam kamar dua hari lamanya.

"Seharusnya kau bersyukur karena aku telah membesarkanmu dan aku terima di rumah ini!" teriak Dylan. "Kau sama saja dengan wanita sialan itu!"

BRAK!

Dylan beranjak dari meja makan itu, tidak memperdulikan kaki putrinya yang baru saja dia tendang ataupun ringisan dari putrinya. Dia pergi meninggalkan Keira yang hanya bisa tertunduk dan menggigit bibirnya dengan kuat.

Kemana ayahnya yang selalu tersenyum?

Kemana ayahnya yang selalu tertawa?

Dan kemana ayahnya yang selalu menyayanginya?

"Hiks... a-aku merindukanmu yang dulu ayah... hiks..." tangis Keira dengan pilu.

...

Di dalam ruangan itu terlihat beberapa orang yang sedang duduk bersampingan, dengan sebuah meja kaca berukuran besar yang berada di hadapan mereka. Di atas meja itu terlihat beberapa kertas juga laptop.

Semua pasang mata yang ada di dalam ruangan itu tertuju pada sebuah layar proyektor yang berada di depan sana. Khususnya pria bermata biru itu, dia memperhatikan setiap angka yang di tampilkan di depan sana.

"Dan itulah penjualan akhir kita tahun ini Tuan Walsh, dimana kita mengalami peningkatan sebanyak tiga puluh persen dari sebelumnya," jelas wanita itu.

Tukk... Tukk... Tukk...

Navier mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja itu. Terlihat ketegangan pada wajah seluruh pegawai yang berada di dalam ruang rapat itu. "Hanya tiga puluh persen saja? Apa tidak bisa menjadi lima puluh?"

Navier merasa kecewa dengan hasil penjualan yang baru saja disampaikan kepadanya. Karena angka tiga puluh bukan lah angka yang dia ingin dengar.

"T-Tuan Walsh, kita baru saja meluncurkan smartphone terbaru kita tiga bulan yang lalu. Kami yakin penjualan kita kedepannya akan semakin meningkat!" ucap wanita itu dengan penuh keyakinan, yang di berikan anggukkan kepala dari yang lainnya.

Benar, Lyon Corp adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi khususnya smartphone. Perusahaan ini dapat di katakan sebagai perusahaan baru yang belum lama berdiri dibandingkan dengan perusahaan smartphone yang lainnya.

Namun hal itu tidak membuat Lyon Corp menjadi perusahaan yang tidak dapat di pandang rendah. Karena kenyataannya, Lyon Corp merupakan salah satu perusahaan tersukses dan terbesar saat ini.

Hening.

Tidak ada satu suara pun yang terdengar di dalam ruangan itu. Sebab Navier yang sama sekali tidak memberikan tanggapan. Matanya lalu melihat ke satu arah. "Bagaimana menurutmu Nyonya Keira?"

DEG!

Keira gelagapan. "M-Maaf?"

Navier menghela nafas. "Bagaimana menurutmu? Apa penjualan kita bisa meningkat?"

Keira tiba-tiba berdiri dari kursinya. "A-Ah... m-menurut saya... itu..."

Yeeun yang duduk di samping Keira membulatkan matanya. Dia segera menarik tangan Keira agar kembali duduk. "Apa yang kau lakukan Keira?!" bisik Yeeun.

Habislah sudah, dia sudah dapat menebak apa yang akan selanjutnya terjadi. Teman kerjanya itu telah membuat kesalahan.

"Nyonya Keira, apa kau sama sekali tidak memperhatikan rapat ini?" tanya Navier memijat dahinya dengan pelan.

"M-Maafkan saya karena sudah tidak memperhatikan rapat ini dengan baik Tuan Navier," ucap Keira meminta maaf dengan menundukkan kepalanya beberapa kali.

Detik itu juga semua mata pegawai di dalam ruangan itu melotot begitupun dengan Yeeun yang bahkan sampai di buat ternganga. Mereka benar-benar di buat terkejut mendengar ucapan Keira.

"Navier?" Navier mengerutkan alisnya. "Berani sekali kau memanggilku seperti itu!" marah Navier.

DEG!

Keira mengangkat kepalanya yang tertunduk saat itu juga. Terlihat kebingungan yang begitu jelas pada wajahnya. "Huh? Tapi anda sendiri yan--"

"Keluar," tegas Navier.

"T-Tapi... tapi..." gagap Keira.

Navier menunjuk ke arah pintu. "AKU BILANG KELUAR NYONYA KEIRA!" teriak Navier memenuhi ruang rapat itu.

...

Keira memukul dan menendang pintu toilet itu berulang-ulang kali. Dia tidak peduli jika pintu toilet itu rusak karenanya. "Aahhh! Sialan!" teriak Keira.

Keira tidak ambil pusing jika saja ada yang mendengar suara teriakannya. "Dia benar-benar sangat menjengkelkan!" Keira menjadikan pintu toilet itu sebagai pelampiasan amarahnya.

Dia benar-benar merasa kesal saat ini, perasaannya campur aduk. Dan tentunya kalian tahu alasan dari rasa kesal Keira saat ini.

Yah, Navier.

Pria itu benar-benar aneh. Bukankah Navier sendiri yang mengatakan kepadanya untuk memanggilnya dengan nama depan saja malam itu? Lalu kenapa Navier malah memarahinya?

Kenapa?!

Selain itu, memang dia akui selama rapat berlangsung dia sama sekali tidak memperhatikan rapat itu. Tapi, apakah perlu sampai Navier mempermalukannya seperti ini di hadapan pegawai yang lainnya?

Tes... Tes... Tes...

Tanpa Keira sadari air mata menetes dari matanya, mengalir membasahi kedua pipinya. "Hiks... i-ini sangat keterlaluan... hiks..." tangis Keira.

Buruk.

Hanya satu kata itu saja yang dapat mendeskripsikan hari ini. Benar-benar hari terburuk baginya. Dimana harinya dimulai dengan perlakuan kasar ayahnya dan sekarang dia telah di permalukan oleh atasannya.

Menyedihkan, benar-benar menyedihkan.

"Hiks... h-harusnya aku menolak tawaran darinya... hiks..." isak Keira.

Jika tahu Navier akan bersikap seperti ini kepadanya, semalam dia pasti akan menolak tawaran Navier. Sepertinya dia sudah terlalu cepat merubah penilaiannya tentang Navier, karena pria itu memang tidak sebaik yang dia kira.

Keira melihat pantulan wajahnya pada kaca itu, lalu mengusap air matanya dengan cukup kasar. Dia sudah cukup lama menangis dan berada di dalam toilet. Kini saatnya dia untuk kembali karena rapat pasti sudah selesai lima menit yang lalu.

"Hufftt..." Keira menarik nafas dalam-dalam. Berusaha untuk menenangkan dirinya. "Okay, let's smile Keira. It's fine."

Setelah merasa jauh lebih tenang Keira pun keluar dari toilet. Dan benar saja, dia melihat ruang rapat yang sudah kosong, tidak ada siapapun di dalam sana. Dia berjalan menuju meja kerjanya. Namun ada yang aneh, yaitu beberapa pasang mata yang melihat secara bersamaan ke arahnya.

"Keira! Kau dari mana saja?" khawatir Yeeun yang langsung menghampiri Keira. Sedari tadi dia sudah menunggu Keira.

"Aku habis dari toilet," jawab Keira. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Memangnya ada apa?

Yeeun terlihat gelisah, sesekali menggaruk belakang lehernya. "I-Itu... kau..." gagap Minji.

Keira mengerutkan alisnya. "Ada apa denganmu?" bingung Keira yang lalu berbalik untuk duduk di meja kerjanya. "Kosong?!"

Betapa terkejutnya Keira saat melihat meja kerjanya yang telah kosong. Semua barang-barang miliknya hilang tak tersisa. Meja itu benar-benar bersih seperti baru.

"Y-Yeeun! Kemana semua barang-barangku?! Kenapa semuanya hilang?!" panik Keira.

Yeeun memegang bahu Keira. Dia menatap Keira. "Tenang kan dirimu Keira, dengarkan aku baik-baik," Yeeun terdiam sejenak. "Mulai hari ini kau akan menjadi sekertaris Tuan Walsh."

Dan detik itu juga Keira melotot dengan sempurna. "APA?! SEKERTARIS?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status