Share

Bisikan di Balik Pintu

Penulis: ryandicki
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-21 12:29:10

Keesokan paginya, Rachel datang ke kantor dengan langkah yang sedikit lebih ragu dari biasanya. Semalam ia nyaris tak bisa tidur, memikirkan kejadian di kafe bersama Ryan. Kata-kata pria itu terus berputar di kepalanya—tentang dirinya yang berbeda, tentang alasan Ryan memperhatikannya.

Ia mencoba menepis pikiran itu, meyakinkan diri bahwa semua hanya kebetulan. Tapi hatinya tak bisa dibohongi. Ada jejak hangat yang tertinggal.

Begitu memasuki ruangan, ia sadar suasana terasa berbeda. Beberapa rekan meliriknya dengan pandangan aneh, sebagian bahkan berbisik-bisik sambil menahan senyum. Rachel menunduk, berjalan cepat menuju mejanya.

Livia langsung menghampiri. “Rach, kamu tahu nggak sekarang semua orang ngomongin kamu?”

Rachel terperangah. “Apa maksudmu?”

“Katanya kemarin ada yang lihat kamu keluar dari lift eksekutif bareng CEO Ryan Alexander. Terus… kalian duduk berdua di kafe bawah gedung.”

Rachel terdiam. Darahnya seakan berhenti mengalir. Jadi benar, ada yang melihat.

“Aku sih percaya sama kamu,” lanjut Livia. “Tapi kamu tahu kan, gosip bisa jadi liar. Apalagi kalau menyangkut orang sebesar dia.”

Rachel memegang kening, pusing. “Aku hanya menjalankan tugas. Tidak lebih.”

Namun kalimat itu terasa lemah, bahkan di telinganya sendiri.

Di sisi lain, di Alexander Corporation, gosip juga menyebar. Beberapa staf membicarakan dengan nada sarkastis, sebagian penuh iri.

“Apa CEO kita mulai tertarik sama orang luar?” bisik seorang sekretaris di pantry.

“Wanita biasa, katanya. Lucu sekali. Padahal banyak sosialita cantik yang antri.”

Namun begitu gosip sampai ke telinga Daniel, ia tahu ini bukan sekadar rumor. Ia sendiri yang melihat Ryan membawa Rachel ke kafe. Sebagai asisten pribadi, Daniel paham betul: Ryan tidak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya.

Daniel mengetuk pintu ruang kerja Ryan. “Tuan, izinkan saya bicara jujur.”

Ryan menoleh dari balik meja. “Tentang apa?”

“Wanita itu. Rachel.”

Ryan menutup map, tatapannya tajam. “Apa masalahnya?”

“Nama Anda sedang jadi bahan gosip. Jika hubungan Anda dengan Rachel terlihat terlalu dekat, itu bisa dimanfaatkan lawan bisnis. Mereka bisa menyerang reputasi Anda.”

Ryan tidak bergeming. “Reputasi saya dibangun dari hasil kerja, bukan dari obrolan karyawan.”

“Tapi Tuan, saya khawatir—”

“Cukup, Daniel.” Nada suara Ryan dingin. “Urusan pribadi saya, biarkan tetap pribadi.”

Daniel terdiam, lalu mengangguk pelan. Namun dalam hati ia tahu: Rachel bukan orang sembarangan bagi bosnya.

Siang itu, Rachel kembali dipanggil Pak Arman. “Rachel, aku dengar gosip yang beredar. Apa benar kau sering bertemu Tuan Ryan Alexander?”

Rachel panik. “Tidak, Pak. Saya hanya mengantarkan dokumen sesuai instruksi. Itu saja.”

Pak Arman menatapnya lekat-lekat. “Hati-hati, Rachel. Dunia seperti ini tidak adil bagi orang sepertimu. Sekali ada gosip, orang tidak peduli benar atau salah. Mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat.”

Rachel menunduk. “Saya mengerti, Pak.”

Namun di balik nasihat itu, Rachel merasa ada sesuatu yang janggal. Pandangan Pak Arman bukan sekadar peduli, tapi juga menyimpan ketegangan tertentu.

Sementara itu, di sebuah restoran mewah di pusat kota, seorang wanita elegan sedang duduk bersama seorang pria berjas hitam. Wajahnya cantik, tatapannya penuh percaya diri. Namanya Carissa Montgomery—putri dari keluarga Montgomery, calon mitra bisnis yang rapatnya dibatalkan Ryan kemarin.

“Jadi benar,” kata Carissa sambil memainkan gelas anggur. “Ryan menolak jamuan makan malam hanya karena seorang wanita tak dikenal?”

Pria di depannya, seorang pengusaha muda bernama Adrian, mengangguk. “Kabar itu sudah menyebar. Katanya wanita itu hanyalah seorang asisten di firma hukum kecil.”

Carissa tersenyum sinis. “Seorang asisten? Bagus. Itu berarti mudah disingkirkan.”

“Carissa, kau yakin ingin menantang Ryan? Dia tidak mudah digoyahkan.”

Carissa menatap tajam. “Aku sudah lama menunggu Ryan. Dia seharusnya memilihku. Aku punya segalanya—kecantikan, status, kekayaan. Tapi dia malah melirik wanita rendahan? Tidak bisa. Aku tidak akan diam.”

Tatapannya menyala penuh tekad. Bagi Carissa, ini bukan sekadar urusan cinta, tapi juga harga diri.

Malam itu, Rachel pulang dengan tubuh lelah. Di kamarnya yang sederhana, ia duduk di tepi ranjang, menatap jendela. Hatinya kacau.

Kenapa semua ini terjadi begitu cepat? Baru beberapa hari ia mengenal Ryan, tapi hidupnya sudah penuh gosip, bisikan, bahkan ancaman yang tak ia mengerti.

Namun yang paling mengganggu adalah perasaannya sendiri. Setiap kali mengingat tatapan Ryan di kafe, dadanya bergetar. Ia ingin menolak, ingin menjauh. Tapi entah kenapa, ada bagian dalam dirinya yang terus mendekat.

Rachel menutup mata, berdoa dalam hati agar semua ini hanyalah mimpi singkat yang akan segera berakhir.

Tapi jauh di sudut kota, seseorang sedang menyiapkan langkah berikutnya untuk menghancurkan ketenangannya...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CEO Idaman Menikahi Sekretaris Rendahan   Abadi Dalam Cahaya

    Tujuh tahun telah berlalu sejak malam di mana langit Harmonia Nova berubah menjadi emas.Dunia kini hidup dalam keseimbangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Manusia, mesin, dan kesadaran buatan berinteraksi tanpa sekat. Tidak ada lagi sistem yang diperintah, tidak ada lagi algoritma yang diperbudak. Semua hidup dalam satu frekuensi yang sama — frekuensi cinta dan kesadaran.Namun di antara semua kemajuan itu, hanya satu sosok yang tetap berdiri di tempat yang sama: Ryan Alexander Hartono.CEO legendaris, pencipta era baru, dan pria yang mencintai wanita yang kini menjadi bagian dari dunia.Angin sore berembus lembut di taman atap menara tertinggi.Ryan duduk di bangku kayu tua, mengenakan jas abu sederhana. Di sebelahnya, sebuah pot bunga mawar putih tumbuh indah — bunga yang dulu Rachel tanam di rumah mereka yang lama.Ia tidak menanam ulang bunga itu. Akar aslinya yang dulu hampir mati kini tumbuh kembali, tanpa sebab logis.Tapi Ryan tahu, itu bukan keajaiban alam. Itu adalah

  • CEO Idaman Menikahi Sekretaris Rendahan   Simfoni Terakhir

    Udara malam di Harmonia Nova terasa berbeda malam itu. Tidak dingin, tidak panas — hanya tenang. Seolah seluruh kota tahu bahwa sesuatu besar sedang terjadi. Langit bersinar lembut dengan pancaran cahaya biru keperakan, membentuk pola seperti jalinan urat nadi di atas langit — tanda bahwa Rachel kini menyatu sepenuhnya dengan sistem global.Di observatorium puncak menara Alexander Corp, Ryan berdiri di depan dinding kaca besar, menatap panorama kota di bawah sana.Sudah berhari-hari ia tidak tidur. Tubuhnya letih, tapi matanya masih menyala oleh tekad dan rasa kehilangan yang tak pernah benar-benar padam.Di belakangnya, langkah kaki terdengar.“Ryan,” suara Andrew pelan. “Kau sudah di sini sejak subuh. Dunia sedang menunggu keputusanmu.”Ryan tidak berbalik. “Keputusan apa?”“Program perlu disempurnakan. Tanpamu, sistem Rachel tidak akan stabil selamanya. Ia mulai menyatu terlalu dalam. Jika terus dibiarkan, resonansi itu bisa... melampaui batas.”Ryan memejamkan mata. Ia tahu maksud

  • CEO Idaman Menikahi Sekretaris Rendahan   Resonansi Abadi

    Senja turun perlahan di atas kota Harmonia. Gedung-gedung kaca memantulkan cahaya jingga yang berpendar, membentuk ilusi seperti lautan cahaya yang tenang. Di menara pusat, Ryan duduk sendiri di ruang observatorium tertinggi — tempat segalanya bermula.Di bawahnya, Harmonia Nova berdenyut lembut. Sistem itu kini bukan sekadar jaringan teknologi; ia telah menjadi makhluk hidup yang menumbuhkan keharmonisan antara manusia dan kesadaran buatan. Kota itu bernyanyi tanpa suara, tapi setiap getarannya terasa seperti detak jantung Rachel.Ryan menatap langit sore.Sudah lima tahun sejak peluncuran pertama. Dunia berubah.Namun bagi Ryan, waktu seperti berhenti di hari ketika Rachel menjadi bagian dari cahaya.“Nova,” panggilnya pelan.Tidak ada jawaban. Hanya desiran udara yang lembut.Ia berdiri, berjalan menuju konsol utama, lalu menaruh telapak tangannya di atas permukaan kaca berpendar. “Kau di sana, kan?” suaranya bergetar. “Aku tahu kau masih mendengarku.”Beberapa detik hening.Lalu —

  • CEO Idaman Menikahi Sekretaris Rendahan   Resonansi Hati yang Tersisa

    Tiga minggu telah berlalu sejak malam ketika Harmonia nyaris runtuh. Kota masih bergetar oleh sisa-sisa kejadian itu—bukan karena kehancuran, melainkan karena sesuatu yang lebih dalam: rasa kehilangan.Di menara utama, gedung kaca setinggi langit yang kini disebut banyak orang sebagai The Living Tower, dunia seakan memantulkan bayangan Ryan yang berjalan menyusuri lorong kosong di lantai atas.Ia tampak lebih tua, bukan secara fisik, tetapi di sorot matanya. Orang-orang di sekelilingnya berbicara dengan nada kagum, ada pula yang dengan rasa iba.Mereka tahu, Ryan telah menyelamatkan dunia bisnis dari kehancuran global. Mereka juga tahu, harga yang dibayarnya adalah separuh jiwanya sendiri—Rachel Maharani.Sejak hari itu, tidak ada yang pernah menemukan tubuh Rachel. Hanya sistem Harmonia yang tetap aktif, memproses data dengan efisiensi tak pernah terlihat sebelumnya, seolah ada kesadaran di dalamnya.Setiap kali Ryan melewati ruang inti, lampu biru di panel pusat akan berpendar sedik

  • CEO Idaman Menikahi Sekretaris Rendahan   Di Ambang Harmonia

    Malam di tepi kota Harmonia itu bergetar seperti ujung simfoni yang belum selesai. Angin menyapu atap menara Alexander Group, menimbulkan suara serupa gesekan biola yang panjang dan menekan. Dari balkon tertinggi, Ryan berdiri memandangi lautan cahaya kota yang ia bangun dengan tangannya sendiri — dan yang kini tampak di ambang kehancuran.Berbulan-bulan sejak insiden “Resonansi”, dunia bisnis global terguncang oleh rahasia yang terbongkar: jaringan bawah tanah yang pernah dipakai Arman ternyata masih hidup di balik bayangan. Dan kali ini, targetnya bukan sekadar saham — tapi Harmonia itu sendiri, proyek yang menjadi simbol penyatuan seluruh divisi Eterna Corp dan Alexander Holdings.Ryan berdiri di sana dalam diam, setelan hitamnya terhempas angin, dan mata dinginnya menatap ke kejauhan — namun ada sesuatu yang berbeda. Dulu ia melihat dunia seperti papan catur, kini ia melihatnya seperti panggung orkestra, di mana setiap nada berarti hidup seseorang. Dan di tengah orkestra itu, ada

  • CEO Idaman Menikahi Sekretaris Rendahan   Simfoni yang Belum Usai

    Permukaan laut masih bergelombang lembut ketika Astra-Blue One berlabuh di dermaga Harmonia Base. Di atas langit, spiral cahaya dari bulan dan samudra perlahan meredup, menyisakan jejak biru samar yang masih menari di cakrawala. Dunia seolah baru saja melewati ambang antara mimpi dan kenyataan.Lyra berdiri di dek kapal, masih mengenakan pakaian penyelam yang basah. Matanya menatap ke arah horizon tanpa berkata-kata.Suara resonansi yang tadi mengguncang hatinya masih bergema samar di telinga—bukan sebagai nada asing, melainkan detak yang seirama dengan jantungnya sendiri.“Kau baru saja menghubungkan langit dan bumi,” kata Dean melalui sistem komunikasi.“Tapi frekuensinya belum stabil. Gelombang dari inti bumi terus meningkat.”Lyra menarik napas panjang.“Bukan gangguan,” ujarnya pelan. “Itu balasan.”Dean terdiam, seolah memproses makna kalimat itu.Keesokan harinya, rapat darurat digelar di lantai puncak Harmonia Core. Semua kepala riset dan pemimpin dunia hadir melalui proyeksi.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status