Share

Bab 2

Siapa sangka seorang Ceo seperti Agas, makan siang di kantin perusahaan, berbaur dengan pegawai lain. Seperti tidak ada batasan jabatan di sini.

"Nara antarkan puding ini ke Pak Agas yang duduk di sebelah sana," ucap Bu Anggi, penanggung jawab kantin tempat Nara bekerja.

Kantin yang dijalankan perusahaan untuk menyediakan makanan kepada karyawannya sehingga mereka bisa makan siang di sana tanpa membayar karena sudah termasuk fasilitas dari perusahaan.

Nara berjalan sambil membawa puding dengan hati-hati. Sampai akhirnya cukup dekat dengan tempat Agas duduk. 

”Permisi Pak Agas, ini puding untuk Anda," ucap Nara dengan sopan. 

Agas yang melihat kedatangan Nara hanya mengangguk singkat tanpa bicara. Nara paham betul apa maksudnya. Jadi dia langsung saja meletakkan puding tersebut di meja.

"Apa ada hal lain yang perlu saya bantu, Pak?" tanya Nara.

"Tidak perlu. Silahkan kembali bekerja," jawab Agas demikian.

Nara mengangguk mengerti.

Baru saja dia akan berbalik, namun sebelum dia tahu apa yang terjadi sudah terdorong ke depan ke meja Agas. Membuat isi meja itu berantakan.

"Aduhhh,, sshh... " Nara meringis kesakitan karena perutnya menghantam bagian siku dari meja.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Agas yang terkejut dengan kejadian tersebut.

Dia melihat ke belakangnya, ada seorang perempuan yang rupanya mendorong Nara tadi, sedang berdiri ketakutan. 

"Kamu kenapa lari-lari di tempat yang seperti ini? Memangnya ini lapangan bola?!" bentak Agas yang tampak marah atas kekacauan yang disebabkan perempuan itu.

Suasana kantin jadi mencekam sampai yang tadinya banyak orang mengobrol, sekarang sunyi senyap.

"Ma, Maaf, Pak. Saya tadi ...." Perempuan itu berusaha menjawab, namun dia terlalu ketakutan untuk melanjutkannya.

Nara yang masih merasa kesakitan, melirik perempuan yang sedang dimarahi Agas itu. Dia mengenali perempuan itu. Seorang karyawan bagian marketing yang sedang hamil muda. Nara bisa tahu itu karena dia sempat mengobrol saat perempuan itu mengantre untuk jatah makan siangnya.

Buru-buru Nara mencoba membantu perempuan itu dengan berkata, "Pak, maafkan Mbak ini. Dia sedang hamil, jadi mungkin tadi dia tiba-tiba mual makanya lari."

"I-iya Pak. Saya tadi mual, maka dari itu saya lari. Saya minta maaf atas kecerobohan saya yang menyebabkan orang lain celaka, Pak."

Mendengar alasan kenapa perempuan itu berlari, kemarahan Agas agak mereda meski belum sepenuhnya hilang.

"Baiklah kalau alasannya seperti itu. Tetapi tetap saja kamu salah. Kalaupun kamu tidak menabrak orang, bisa jadi kamu sendiri yang jatuh dan justru membahayakan kandunganmu sendiri," ujar Agas dengan wajah tegas. "Lain kali lebih perhatikan langkahmu ."

"Baik Pak."

Perhatian Agas beralih kepada Nara yang sedang berdiri menahan sakit di perutnya.

"Perut kamu masih sakit? Mau saya gendong ke ruang kesehatan?" tanya Agas.

Namun reaksi Nara justru terkejut. Matanya sampai melebar karena merasa aneh dengan tawaran Agas yang membuatnya bergidik sendiri.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya bisa sendiri." Nara menolaknya dengan sopan.

Agas paham kalau Nara mungkin merasa malu jika harus digendong di bawah tatapan banyak orang yang ada di kantin. Jadi dia tidak memaksanya.

Nara berjalan sendiri menuju ruang kesehatan yang berada di dekat kantin. Dengan agak gugup karena sadar kalau di belakangnya ada Agas yang sedang mengikutinya.

Nara tidak habis pikir kenapa Agas harus sampai mengikutinya seperti itu. Bukankah itu sudah cukup berlebihan?

"Kenapa tengok-tengok ke belakang?" Nara terperanjat sampai langkahnya terhenti.

"Bapak ngikutin saya ya?" Nara memberanikan diri bertanya.

Agas tidak langsung menjawab, hanya menatap lurus, lalu berkata, "Saya mau balik ke ruangan saya. Di sana kan arah ke lift."

Nara tercenung. Dia baru sadar kalau memang benar kalau jalan yang dia lalui juga termasuk jalan yang harus dilalui untuk pergi ke lift.

Tanpa menunggu tanggapan Nara, Agas berjalan melewati Nara yang masih termenung.

Setelah Agas menjauh, Nara menutupi wajahnya dengan malu. 

"Aduh Naraaaaaa," jerit Nara dalam hati merasa benar-benar malu karena sembarangan menebak kalau Agas tadi mengikutinya. "Ah, malu-maluin aja sih."

Saat Nara sedang sibuk seperti itu, tiba-tiba ada seseorang yang meraih bahunya yang membuat Nara tersentak.

"Kamu ...."

°•• Bersambung••°

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status