"Permisi, Pak. Saya dari kantin, datang untuk mengantar makan siang bapak." Nara berbicara seperti itu sambil melihat ke arah seseorang yang duduk di balik meja Ceo.
Alangkah terkejutnya Nara ketika menyadari orang yang berada di hadapannya itu adalah teman yang dia kenal sewaktu SMP. Sepertinya bukan Nara saja yang terkejut, pria itu pun sama-sama menunjukkan ekspresi terkejut walau hanya sebentar saat memandang Nara.
Pantas saja namanya sama karena memang ternyata orang yang sama. Agas Pratama, ketua OSIS se-angkatan dengan Nara. Saat itu pun Nara kebetulan menjabat sebagai wakil OSIS-nya.
Agas ini memiliki wajah yang tampan namun sayang ekspresinya selalu datar seperti papan tulis.
Dulu Nara sempat naksir dengan Agas. Alasannya cukup klise. Karena tampan. Meski jarang senyum tapi justru tetap cool di mata para siswi sewaktu itu termasuk di mata Nara. Namun kemudian ada kejadian yang membuat perasaan Nara pada Agas berubah dari suka diam-diam menjadi jengkel setiap melihatnya.
Hal itu bukan tanpa penyebab. Jadi dulu sewaktu jadi panitia kemah untuk kelas satu, Nara tidak sengaja membakar tenda panitia karena kecerobohannya. Saat itu dia langsung mendapat makian yang pedas dari ketua OSIS yakni Agas.
Memang benar itu salah Nara sendiri. Waktu itu meski dimarahi, Nara terima dengan lapang dada karena dia merasa bahwa itu memang benar dia yang salah. Sembari Nara meminta maaf dengan sungguh-sungguh.
Namun setelah kejadian itu, Agas seperti menyisihkan Nara ke tepi. Setiap ada acara OSIS, Nara sama sekali tidak diberi tugas penting. Hanya diminta membantu kalau ada yang perlu bantuan. Seakan-akan Agas tidak percaya kalau pekerjaan bisa beres di tangan Nara.
Padahal Nara kan ketua OSIS-nya, setidaknya berikan dia kesempatan belajar dari kesalahan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Sampai ada selentingan yang mengatakan kalau Nara itu 'Wakil Ketua OSIS paling tidak berguna dalam sejarah SMP tersebut'.
Siapa yang tidak kesal?
"Taruh aja di meja sana." Setelah keheningan singkat, Agas berkata demikian.
Tanpa bicara Nara menuruti apa yang diminta Agas. Di dalam ruangan Agas, ada sofa beserta meja yang biasanya digunakan untuk menerima tamu. Nah, di sanalah Nara meletakkan makan siang Agas.
"Makan siangnya sudah saya letakkan di meja, Pak. Lebih baik segera disantap sebelum dingin," ujar Nara setelah selesai menata makanan.
Namun tidak ada balasan dari Agas. Tampaknya pria itu masih sibuk dengan laptopnya. Alhasil, Nara memilih segera pamit.
"Saya permisi dulu, Pak."
Nara pikir dia bisa keluar dengan mudah. Namun dia sudah dipanggil lagi sebelum sempat membuka pintu.
"Tunggu dulu."
Panggilan dari Agas membuat Nara tidak jadi keluar, justru sekarang dia berjalan kembali mendekat ke arah Agas.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Nara dengan sopan.
Mereka ini teman SMP, tapi kesannya justru bukan seperti orang yang bertemu dengan teman yang sudah lama tidak berjumpa. Lebih seperti orang asing yang mana memberi hormat yang berjarak. Tentu saja Nara bersikap seperti itu karena dia merasa tidak bisa sembarangan bicara pada atasannya ini.
"Kamu itu Nara Santika, kan? Yang pernah bakar tenda panitia pas kemah SMP?"
Pertanyaan yang langsung membuat ekspresi sopan Nara turun, berganti raut wajah yang suram.
Dalam hati Nara merasa jengkel, karena orang di hadapannya ternyata masih dendamnya. Buktinya Agas masih mengingat kesalahan yang pernah Nara lakukan dulu.
"Melihat wajah cemberut itu sepertinya saya benar," tandas Agas menyimpulkan.
Di sini Nara agak bingung. Dia ingin marah dengan mengeluarkan celetukan sekadar berkata, 'Terus napa? Masih dendam?'.
Tapi apa daya, orang yang ingin dia umpati ini adalah atasannya sendiri. Mana mungkin dia berani bilang seperti itu di depan orangnya. Bisa-bisa dia langsung dipecat di hari pertamanya kerja. Kan gak lucu?
"Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?" tanya Agas sambil menatap lurus Nara. Nadanya datar seperti biasa sampai-sampai Nara mengira dia sedang interview ulang.
"Sekarang adalah hari pertama saya masuk, Pak," jawab Nara apa adanya.
"Oh begitu," kata Agas. "Sebenarnya mumpung bertemu, saya mau minta maaf."
Nara langsung melongo begitu mendengar perkataan Agas. "Maaf?"
"Iya, dulu kayaknya saya terlalu berlebihan. Jadi saya mau minta maaf soal sikap saya di masa lalu."
Rupanya dia sadar kalau sikapnya dulu memang tidak menyenangkan. Karena sudah seperti itu, Nara pun tidak akan menjadi orang yang bersikap tidak masuk akal. Tentu dia langsung memaafkan dan melupakan kenangan tidak mengenakkan dulu. "Tidak perlu dipikirkan, Pak. Itu cuma masa lalu."
"Terima kasih," kata Agas dengan wajah serius.
"Sama-sama, Pak." Nara membalasnya sambil tersenyum. Seolah kejengkelannya setiap kali mengingat sikap Agas dulu telah hilang. Begitulah Nara, dia hanya butuh ketulusan saja karena dia bukanlah orang pendendam.
"Kalau begitu saya pamit balik kerja lagi, Pak." Nara berkata.
"Ohya, selamat bekerja." Agas kembali berkata dengan nada datar.
Ya, Nara sudah terbiasa dengan cara bicaranya itu. Akhirnya tanpa berlama-lama lagi, Nara undur diri dari ruangan Agas. Kembali ke kantin tempatnya bekerja dengan troli yang tidak lupa dia bawa.
~~~
Nara cukup nyaman bekerja di Tama Group walaupun profesinya tidak bisa dibilang keren dibanding teman sepantarannya tetapi dia cukup bersyukur. Apalagi di jaman yang sekarang ini, Nara yang lulusan SMA, kesulitan mencari pekerjaan.
Jam makan siang sudah dimulai, Nara yang sedang melakukan pekerjaannya di kantin, terkejut saat melihat seseorang yang muncul dari kejauhan.
"Lho kok dia datang ke sini?"
°•• Bersambung ••°
Siapa sangka seorang Ceo seperti Agas, makan siang di kantin perusahaan, berbaur dengan pegawai lain. Seperti tidak ada batasan jabatan di sini."Nara antarkan puding ini ke Pak Agas yang duduk di sebelah sana," ucap Bu Anggi, penanggung jawab kantin tempat Nara bekerja.Kantin yang dijalankan perusahaan untuk menyediakan makanan kepada karyawannya sehingga mereka bisa makan siang di sana tanpa membayar karena sudah termasuk fasilitas dari perusahaan.Nara berjalan sambil membawa puding dengan hati-hati. Sampai akhirnya cukup dekat dengan tempat Agas duduk. ”Permisi Pak Agas, ini puding untuk Anda," ucap Nara dengan sopan. Agas yang melihat kedatangan Nara hanya mengangguk singkat tanpa bicara. Nara paham betul apa maksudnya. Jadi dia langsung saja meletakkan puding tersebut di meja."Apa ada hal lain yang perlu saya bantu, Pak?" tanya Nara."Tidak perlu. Silahkan kembali bekerja," jawab Agas demikian.Nara mengangguk mengerti.Baru saja dia akan berbalik, namun sebelum dia tahu apa
"Kamu ...." Ternyata perempuan yang tadi menabraknya itu menemui Nara. Lalu membungkuk sambil dengan perasaan bersalah. "Saya benar-benar minta maaf, Mbak," ucapnya. Nara membalas dengan sopan. "Tidak perlu minta maaf, Mbak. Saya mengerti. Namanya juga gak sengaja." "Terima kasih, Mbak." ~~~ Sebulan kemudian, saat Nara baru saja menerima gaji pertamanya. Dia membelikan kue kesukaan dari sahabatnya, Lia. Kue Matcha yang menjadi favorit Lia, Nara beli spesial untuk berterima kasih. Karena sebelumnya Lia telah membantunya mendapatkan pekerjaan Nara sekarang ini. Mereka janjian bertemu di Kafe Star, tempat biasa mereka nongkrong. Nara telah tiba sekitar setengah jam yang lalu. Namun Lia masih belum tiba juga. Meski begitu Nara masih bersedia menunggu lebih lama karena dia juga tahu jalanan Jakarta macetnya minta ampun. Sayangnya pesan masuk membuat penantian Nara menjadi sia-sia karena isi dari pesan itu menjelaskan kalau Lia tidak bisa datang karena ada pasien darurat. Tapi a
"Pak Agas?" ujar Nara yang terkejut setelah melihat sosok yang berada di dalam mobil itu."Ayo masuk," ucap Agas sekali lagi. "Atau perlu saya membukakan pintu untukmu?"Nara buru-buru menggelengkan kepala yang diartikan Agas bahwa Nara bisa membuka pintu mobil sendiri. "Ya sudah, cepat masuk. Sudah malam, saya antar kamu pulang."Ternyata Nara justru menolaknya. "Enggak perlu, Pak. Saya bisa pulang sendiri."Melihat Nara tampak segan untuk masuk, Agas pun keluar dari mobilnya lalu berjalan ke sisi pintu di dekat Nara dan membukakannya tanpa bicara. "Ayo masuk!"Nara kaget bukan main mendapatkan perlakuan seperti itu. Dia sampai tidak bisa bereaksi dengan cepat. Ekspresinya yang berlebihan, seakan-akan baru saja bertemu dengan alien saja."Kenapa? Apa segitu bencinya kamu dengan saya sampai tidak mau semobil sama saya?" tanya Agas dengan serius."Tidak Pak. Tidak seperti itu, Kok." Buru-buru Nara menyanggah. "Tapi coba lihat pakaian saya kotor begini.""Saya juga tahu kok. Bahkan say
Brukkk!!!Nara merasa ada yang janggal, dia merasa tubuhnya bukan terjatuh ke tanah. Tetapi sesuatu yang lain."Sampai kapan kamu dalam posisi begini?" Suara pelan familiar menggelitik Nara, sontak membuka matanya. Dia menoleh ke belakang dan terkejut ternyata dia jatuh menimpa Agas.Nara buru-buru bangun dan kemudian membantu Agas berdiri. "Maaf, Pak. Eh, maksud saya Agas. Kamu gak papa kan? Gak ada yang luka?"Agas tidak langsung menjawab tetapi dia menatap Nara dengan intens, sampai membuat Nara grogi sendiri."Saya heran deh sama kamu. Kenapa ya setiap ketemu, ada aja kesialan yang kamu alami," kata Agas dengan nada serius.Nara yang mendengarnya, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Mau tersinggung tapi apa yang dikatakan Agas memang benar. Namun dia juga merasa tidak nyaman dengan perkataan itu.Kalau dipikir-pikir, Nara juga heran pada dirinya sendiri. Kenapa dari dulu, dia sering sekali terkena sial seperti ini. Seperti ada saja hal-hal yang membuat Nara kesulitan. Apa mema
Nara mengernyit sambil berkata, "Dia itu kan orang yang kencan buta sama Agas kan?"Setelah diingat-ingat memang benar tadi itu orang yang sama yang pernah Nara lihat sedang bersama Agas di kafe Star waktu itu. Dia cukup heran dengan kehadiran perempuan itu di sini. Nara pikir setelah diperlakukan dingin oleh Agas perempuan itu akan menyerah ternyata tidak."Ternyata si mbak itu masih gak kapok meski dicuekin Agas di kafe waktu itu," gumam Nara sambil menunggu lift sampai di lantai tujuan. "Tapi gak heran juga sih, Agas itu dari tampang oke, apalagi dari duitnya. Siapa perempuan yang bisa nolak?"Ting!Pintu lift terbuka, Nara keluar dari sana sambil mendorong troli kembali ke kantin untuk melanjutkan pekerjaannya.~~~"Aldi bilang kamu yang menolong saya sewaktu saya pingsan kemarin?" tanya Agas keesokan harinya saat Nara mengantar makan siang Agas ke ruangannya."Saya cuma bantu sedikit, Pak. Selebihnya itu Pak Aldi yang mengurus." Nara menjawab dengan sopan."Biar begitu pun kamu t
Tiba-tiba Agas menyodorkan sebotol minuman mineral pada Nara."Eh?" Nara jadi terbengong-bengong. "Maksudnya apa ini, Pak?""Minum dulu nih. Siapa tahu kamu kurang fokus karena kurang minum air putih," jelas Agas.Sekarang Nara baru mengerti maksud Agas. Untuk kesekian kalinya, Agas kembali menyaksikan tingkah konyol Nara yang terus-terusan membuat dirinya sendiri malu."Saya balik kerja dulu, Pak. Permisi!"Kali ini Nara benar-benar keluar dengan cepat karena tidak tahan terus berada di sana. Dia takut wajahnya benar-benar terbakar karena merasa malu.Baru setelah menutup pintu dan berada di luar ruangan Agas, dia akhirnya bisa bernapas lega."Aduh, Naraaaa ... Sampai kapan lu terus-terusan bikin malu diri sendiri?" Nara mendesah lelah.Tanpa disadari ucapan Nara didengar oleh Pak Aldi yang sudah berada di depannya sambil membawa berkas untuk dibawa masuk ke ruangan Agas."Kenapa Mbak Nara?" tanya Pak Aldi.Nara terkejut dengan kehadiran Pak Aldi. Buru-buru menjawab, "Gak ada apa-apa
"Harusnya aku sadar diri," batin Nara dengan sedih. Pasalnya, dia baru saja menyaksikan Agas berduaan lagi dengan perempuan yang pernah Nara lihat di kafe sebelumnya."Dari penampilannya aja, bisa dilihat kalau dia itu dari keluarga kaya," gumam Nara pelan sekali yang didengar samar oleh Lia, sahabatnya."Ada apa sih? Kok kamu aneh banget dari tadi?" tanya Lia yang masih tidak mengerti apa yang terjadi dengan Nara."Gak ada apa-apa," jawab Nara singkat.Lia tentu tidak percaya pada perkataan Nara namun ekspresi suram di wajah sahabatnya itu, akhirnya Lia memilih untuk memberi Nara waktu."Apa jangan-jangan tadi kamu lihat gebetanmu sama cewek lain?" celetuk Lia asa.Namun justru membuat Nara bereaksi. Tampak matanya melebar karena terkejut dengan celetukan Lia yang tepat pada sasaran."Ah, bener begitu ya?" ujar Lia yang tidak menyangka kalau tebakannya ternyata benar. "Cantik gak ceweknya?" Nara sontak cemberut dengan pertanyaan Lia yang membuatnya makin down. "Cantik banget. Cantik
"Siapa?" ujar Nara pelan sekali saat melihat perempuan hamil itu.Pikirannya mulai menebak-nebak dengan perasaan was-was. Siapa perempuan itu? Apakah istri Agas? Tapi bukannya waktu itu Agas berkencan buta dengan perempuan lain?"Sudah ditungguin dari tadi terus kok gak bawa apa-apa?" kata bumil itu tampak kesal dengan Agas."Loh bukannya tadi kamu yang nyuruh saya masak. Jadi saya gak bawa makanan dong," jawab Agas yang semakin membuat perempuan itu kesal."Maksudnya bahan masakannya Agas," tandas perempuan itu.Agas tampak terpaku. Rupanya dia baru sadar kalau di dapur apartemennya ini tidak pernah diisi bahan masakan karena memang Agas jarang datang ke sini."Nah loh? Baru sadar kan?" sindir perempuan itu, "Ini dedek bayiku udah kelaperan eh malah suruh nunggu lagi.""Salah sendiri kenapa gak makan yang gampang-gampang aja. Apa susahnya sih pesen makanan?" balas Agas yang ikutan jengkel dengan omelan perempuan itu."Ini aku kan lagi ngidam, Gas. Nanti kalau bayiku lahir ileran gima