Share

Bab 8

Author: Natasha
Thasia tahu Jeremy sangat serius dalam bekerja, pria itu tidak suka kalau ada kesalahan.

Namun, hal ini bukan salahnya, pria itu yang seharian di rumah sakit menemani Lisa kemarin.

"Kamu bilang sedang sibuk, lalu menutup telepon."

Jeremy terdiam sejenak, lalu berkata, "Lalu bagaimana solusinya?"

Saat itu Thasia sudah di rumah sakit, jadi dia berkata, "Masih belum sempat diurus, aku ...."

"Bu Thasia." Jeremy berkata dengan dingin, "Seingatku kamu nggak pernah lalai dalam bekerja."

Mendengar pria itu memanggilnya "Bu Thasia", hal itu mengingatkannya bahwa dirinya hanyalah seorang sekretaris, bukanlah istrinya.

Thasia menggigit bibirnya, lalu berkata dengan sulit, "Aku rasa urusannya nggak terlalu parah, jadi masih bisa diundur."

"Ada masalah bukannya segera diurus malah cari alasan untuk membela diri, apakah begini caraku mengajarimu?" Seketika Jeremy berteriak, "Segera datang ke kantor!"

Setelah itu dia langsung menutup panggilannya.

Thasia merasa sedih, tapi dia tidak ada waktu untuk memikirkannya. Kemarin dia langsung ke rumah sakit jadi tidak sempat mengurusi kerjaan, dia juga tidak tahu keadaannya parah atau tidak.

Dia segera beres-beres dan pergi ke kantor.

Sabrina baru bangun, melihat Thasia terburu-buru, dia pun menguap sambil berkata, "Pagi begini mau ke mana?"

"Ada urusan jadi harus kembali ke kantor."

"Sudah begini kamu masih mau memikirkan pria itu," keluh Sabrina, tapi setelah berpikir sejenak dia berkata, "Sudahlah, aku juga sudah mengirim surat cerainya ke kantor Jeremy."

Thasia berkata sambil memakai sepatunya, "Kamu sudah kirim?"

"Ya, sudah pasti aku harus bertindak cepat, tadi pagi aku sudah kirim. Jeremy seharusnya sudah melihatnya."

Sabrina bertindak dengan lebih cepat.

Mendengar Thasia ingin bercerai, wanita itu malah segera mengirimkan surat cerai.

Namun, setelah berpikir cepat atau lambat dia akan juga akan menyerahkannya, Thasia pun berkata, "Baguslah. Lagi pula, pada akhirnya juga akan bercerai."

Sabrina pun saat ini menggandeng tangan Thasia dengan misterius, "Kalau begitu nasibku sebagai wanita kaya berada di tanganmu! Thasia, kamu harus berjuang, jangan mau kalah, kamu harus mendapatkan apa yang menjadi hakmu!"

Thasia melihatnya begitu bersemangat, bahkan lebih bersemangat darinya.

Thasia pun tidak terlalu memikirkannya dan menjawab, "Baiklah."

Di kantor presdir.

Jeremy sedang sibuk.

Saat ini, Tony berjalan masuk sambil membawa sebuah dokumen yang dibungkus dengan rapi. "Pak Jeremy, ada kiriman dokumen untuk Anda."

"Hmm."

Setelah meletakkannya di meja, Tony pun berjalan keluar.

Jeremy meliriknya sekilas, lalu membukanya. Sebuah tulisan "Surat Cerai" tercetak jelas di atasnya.

Seketika ekspresinya berubah, dia pun membaca surat cerai itu sebentar.

Setelah membacanya, wajah pria itu menjadi mengerikan, lalu dia berkata dengan nada dingin, "Berani sekali dia."

Ingin meminta kekayaannya, pernikahan ini harus diselesaikan dengan baik, kalau tidak wanita itu akan menjelek-jelekkan dirinya.

Ekspresi kesal Jeremy tidak menghilang.

Semua pegawai di kantor pun seketika merasa waspada.

Mereka juga tidak tahu apa yang terjadi pada bos mereka, seakan-akan ada bom di dalam tubuhnya yang siap pecah kapan saja.

Jeremy membolak-balikkan dokumen sambil berkata dengan dingin, "Kenapa nggak segera memberitahuku saat kejadian terjadi? Siapa yang terluka? Apakah orang itu sudah segera ditangani?"

Rina menundukkan kepala, dengan takut berkata, "Pak Jeremy, saat itu kami sedang panik, jadi kami tidak menelepon Anda. Aku dan Kak Thasia ...."

Jeremy segera memotongnya, "Ini semua salahnya."

Rina seketika merasa bersalah, dia berkata dengan berusaha menahan tangisnya, "Bukan salah Kak Thasia, kejadian ini memang terjadi secara tiba-tiba, aku yang nggak menjaga Kak Thasia dengan baik. Kacanya jatuh tepat mengenai kepala Kak Thasia, sehingga dia masuk rumah sakit, aku juga menyuruhnya untuk istirahat hari itu, jadi kerjaan sedikit tertunda. Pak Jeremy, semua ini salahku."

Mendengar ini Jeremy tercengang. "Apa? Orang yang terluka itu Thasia?"

Rina segera mendongak, lalu bertanya dengan tidak tenang, "Pak Jeremy nggak tahu? Kak Thasia sampai pingsan, saat siuman bahkan dia langsung menanyakan tentang kerjaan, dia saja nggak peduli pada kondisi sendiri. Kemarin telepon Pak Jeremy nggak bisa dihubungi, aku kira Kak Thasia sudah mengatakannya pada Anda."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEO Jeremy Ditinggalkan oleh Istrinya yang Hamil   Bab 590

    "Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng

  • CEO Jeremy Ditinggalkan oleh Istrinya yang Hamil   Bab 589

    Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s

  • CEO Jeremy Ditinggalkan oleh Istrinya yang Hamil   Bab 588

    Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak

  • CEO Jeremy Ditinggalkan oleh Istrinya yang Hamil   Bab 587

    Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k

  • CEO Jeremy Ditinggalkan oleh Istrinya yang Hamil   Bab 586

    "Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny

  • CEO Jeremy Ditinggalkan oleh Istrinya yang Hamil   Bab 585

    Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status