Share

Pergi Ke Makam

"Aku udah janji buat nganter kamu ke pemakaman orang tua kamu minggu ini." Karin tidak menyangka Pasha masih ingat tentang janjinya itu, dan dirinya sendiri bisa-bisanya malah lupa.

"Enggak usah, aku masih bisa sendiri." Sahut Karin yang masih belum ingin menurunkan ego-nya. 

"Enggak bisa gitu dong. Kamu sendiri yang bilang minta di temenin. Aku udah terlanjur kosongin semua jadwal ku hari ini." Karin terdiam, dia tahu dia tak mungkin menang berdebat dengan Pasha jika harus menyangkut soal prinsip. Sadar bahwa akan terasa percuma beradu argument dengan pria itu. Akhirnya Karin terpaksa menurut.

***

Sudah hampir setengah jam Pasha menunggu Karin di ruang tengah. Dia kikuk tidak tahu harus melakukan apa. Biasanya jika Karin terlalu lama di kamar, dia akan menghampiri gadis itu dan mencoba untuk memperingatkan agar melakukan segala hal dengan cepat. Karena waktu setiap detiknya adalah hal yang berharga. Namun kali ini tidak, ada suatu hal yang menghalanginya untuk melakukan itu. Pasha mendongak ketika Karin sudah keluar dari kamar dengan rambut setengah basah, parfum beraroma vanila segera menyeruak ke seluruh ruangan. 

"Udah?" Tanya Pasha.

"Hm, kamu tunggu di mobil aja." 

Pasha menurut, ia mencoba menyalakan mesin mobilnya, selang sepuluh menit kemudian, Karin menyusul. Pasha melirik Karin yang wajahnya terlihat dingin. Pasha mendekatkan wajahnya yang membuat Karin memasang sikap waspada, tapi tujuan Pasha hanyalah ingin memasangkan sealtbealt untuk gadis itu. Menyadari wajah mereka yang begitu dekat, Karin sampai menahan nafas, jantungnya berdebar cepat, seperti ingin melompat dari tempatnya. 

Kendaraan melaju.

Karin menghidupkan radio tape, sebuah lagu dengan judul 'Perfect' milik Ed serren mengalun merdu. 

"I found the love, for me ... darling just Dave rigth in ... and follow my lead. I found the girl, beautiful and sweet ... and never new you where the someone, waithing for me." 

Tangan Karin bergerak ingin mengganti radio tape nya, namun tangan Pasha buru-buru menahannya. "Kenapa di ganti? Ini lagunya bagus, kok."

Karin menarik tangannya dengan jengkel, bibirnya mengerucut. Dia bukannya tidak suka dengan lagunya, namun dia masih belum percaya dengan pria yang duduk di sebelahnya itu. Dia tidak ingin hatinya lebih jauh lagi tersentuh. 

"Weel i found women, stronger than anyone know ... she share my dreams, i hope the someday, i'll share her home ..." Pasha turut menyanyikan lirik lagu berikutnya. Membuat hati Karin makin gusar.

"Suara kamu jelek!"

"Nyanyi itu bisa memperbaiki mood kita, jadi ada hormon oksitosin yang keluar."

"Iya, tapi kalo kamu yang nyanyi jadi malah bikin bad mood." 

Pasha menyerah, akhirnya dia memilih untuk mematikan radio tape nya. Sewaktu lampu merah, Pasha melihat banyak anak kecil berjualan permen kapas warna-warni, Pasha memanggil salah satunya dan membeli dua permen kapas sekaligus. 

Di plastik pembungkus permen kapas tersebut ada gambar berbentuk emoji. "Ini buat kamu." Pasha menyerah gambar emoji sedang cemberut pada Karin. "Dan ini aku." Katanya seraya tersenyum sambil mendekatkan permen kapas dengan emoji senyum itu ke wajahnya. 

Karin sebisa mungkin menahan senyumnya, cowok di samping nya itu memang kadang bertindak konyol hanya demi membuatnya tersenyum.

"Udah, deh. Enggak usah absurd, mending kamu fokus nyetir, aku udah enggak betah di mobil ini dan semobil sama kamu." Mendengar itu, Pasha terdiam dan malas untuk lagi untuk bicara. 

***

Mobil yang di tumpangi Karin dan Pasha terhenti tepat di pelataran di sebuah pemakaman umum. Karin berjalan lebih dulu, dan Pasha mengikutinya di belakang dengan membawakan dua buket bunga yang sengaja ia beli di jalan tadi. 

Langkah Karin terhenti di hadapan dua pusara yang terpampang nama kedua orang tua nya. "Assalamualaikum ... Ayah, ibu, Karin dateng." Karin mulai berjongkok dan matanya pun sudah mulai berkaca-kaca. Pasha meletakkan buket bunga pada dua pusara itu.  Kemudian turut berjongkok di sisi Karin. Gadis itu sudah tampak khusuk memanjatkan do'a. Cairan bening perlahan luruh dari sudut matanya. 

"Ayah, Ibu, maafin Karin ya? Kalo Karin masih cengeng kayak gini." Ujarnya sambil mengusap air matanya kemudian memaksa mengulas senyum. "Maafin Karin juga, yang belum bisa wujudin cita-cita Karin supaya Ayah sama Ibu bangga liat Karin Dari atas sana." Dada Karin seolah langsung penuh sesak. Sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tidak kembali jatuh. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan makam Ayah dan Ibunya. 

"Hai ... Om, Hai Tante." Pasha tiba-tiba menyela dan membaut Karin sedikit terkejut. "Saya Pasha, temennya Karin, om sama Tante masih inget kan? Ini kedua kalinya aku nemenin Karin kesini. Karin itu anak yang kuat, dia juga baik. Jadi Om sama Tante yang tenang ya di alam sana." Lanjutnya dengan nada ceria. Pasha melirik Karin yang masih menatapnya tanpa tanya. 

Karin seolah tak ingin peduli dan kembali mengalihkan fokusnya ke arah pusara. Pasha menghela nafas lelah, ternyata Karin benar-benar keras kepala. Seolah hal apapun yang di lakukannya tak bisa menyentuh hatinya. 

"Ayah, Ibu. Karin pamit dulu, ya? Do'a in Karin terus, ya? dari atas sana. Supaya Karin bisa wujudin impian Karin, cita-cita Karin. Karin janji enggak akan mudah putus asa." Lagi-lagi Karin berusaha mengulas senyum. Meski sebenarnya sedang merasa sangat lelah dan hampir menyerah. 

"Saya juga bakalan janji buat jagain Karin, om, Tante." Karin sontak kembali menatap Pasha dengan tatapan heran. Pasha malah tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya pada Karin. 

"Maksud kamu apa ngomong gitu? Aku masih bisa kok jaga diri sendiri." 

"Ya, kamu keren bisa jadi cewek mandiri, tapi aku sebagai cowok juga bakal seneng kalo ngerasa di butuhin sama kamu. Enggak apa-apa kok kalo kamu mau manja sama aku.  Aku malah seneng." Pasha tersenyum lebar penuh percaya diri.

Alis Karin terangkat sebelah. "Bisa-bisanya, ya. Kamu mikir mesum di tempat kayak gini."

"Loh, siapa yang mesum? Kamu aja yang mikirnya ngeres." 

"Udahlah, capek berdebat sama kamu. Ini kuburan, kalo ngomong itu di jaga." Ketus Karin sembari memutar bola mata malas. 

"Huh ... siapa juga yang bilang ini mall." Gerutu Pasha lirih. 

Karin kembali tampak khusuk berdo'a sebelum akhirnya berpamitan. Ia mengelus kedua pusara orang tuanya, lalu kemudian beranjak berdiri. Langkahnya seolah terasa berat saat akan meninggalkan areal makam. Rasanya ingin berlama-lama ada di sana dan mencurahkan segala isi hatinya. Namun karena pria berisik yang ikut bersamanya itu membuatnya benar-benar kehilangan mood.

"Maaf, ya, aku ada meeting siang ini. Jadi aku ngajak kamu buru-buru pulang deh." Ucap Pasha saat mereka berdua sudah kembali ke dalam mobil.

",Yaudah sih, enggak apa-apa, kok. Tau deh, yang sibuk. Kamu kan bos."

"Kamu pengertian deh, gemes." Pasha tak ingin meladeni mood buruk Karin dan masih berusaha terus untuk menghiburnya. 

"Udah, deh, aku enggak bakalan baper tau. Buruan jalan, nanti telat loh, bos kok telat. Kan enggak enak."

"Gampang, enggak enak tinggal kasih kucing." Pasha terkekeh sendiri sembari menyalakan mesin mobilnya kemudian melaju pergi. 

BERSAMBUNG.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status