Share

CEO Mencari Cinta
CEO Mencari Cinta
Penulis: Meyyis

Pertemuan Memalukan

Suara desingan peluru terdengar memekakan telinga saat Tias dan beberapa rekan satu tim keluar dari dalam gedung. Satu kali, masih menyasar kejendela. Suara desingan yang kedua, hampir saja mengenai kepala Tias.

“Awas!” Pria itu menarik tubuh Tias ke dalam pelukannya, dan membalik agar menjadi perisainya. Tias berkedip melihat rupa cowok itu. Garis wajah yang tegas dengan rahang yang kokoh tergambar jelas. Tias seperti melihat orang itu di suatu tempat. Tapi, di mana? Wanita itu terdiam dalam pelukan lelaki itu.

Suara desingan peluru tidak  berhenti juga. Masih dalam pelukannya, lelaki itu membawa tubuh Tias untuk berlindung di dalam gedung. Dia menarik tubuh wanita berseragam batik itu untuk menuju ke dalam gedung. Tanpa suara apapun, lelaki bermata coklat itu tetap memeluk Tias, meskipun sudah aman di dalam gedung. Lelaki itu melongok keluar, seolah memastikan sang penyerang sudah pergi atau belum.

“Terima kasih.” Suara Tias terdengar, sehingga lelaki itu baru menyadari, telah memeluk wanita itu. Tanpa basa-basi, lelaki itu menghempaskan tubuh Tias. Tanpa berkata apa pun, lelaki berpotongan undercut itu melenggang pergi ke lantai dua.

“Tuan, maaf. Anda mau kemana?” tanya Tias.

Lelaki itu hanya menoleh, kemudian melanjutkan langkahnya. Tias geram, menyaksikan ulah pria itu. Lelaki itu memang sudah menolongnya. Tapi, dia pergi ke lantai atas? Ruangan yang terdapat hanya milik CEO dan staf-staf penting. Ini jam pulang kantor. Tentu saja, dia curiga.

“Tuan, tunggu sebentar. Anda tidak bisa ke sana!” cegah Tias.

Lelaki itu tampak acuh. Dia tetap saja melenggang meninggalkan Tias. Wanita yang mengenakan fantofel berhak sepuluh centi meter warna coklat itu berlari mengejar lelaki yang bertubuh seratus delapan puluh centi.

“Tuan, maaf ... anda tidak bisa masuk!” cegah Tias.

“Apa hak mu melarangku?”

Lelaki itu besuara, membuat Tias terkesima. Suaranya tegas berkharisma, didukung dengan perawakannya yang tinggi dan menawan.

“Maaf, Tuan. Itu ruangan CEO. Tidak sembarang orang bisa masuk,” cegah Tias.

“Kalau aku CEO-nya?” tanya lelaki itu.

“Ah, tidak mungkin. Jangan mentang-mentang sudah menyelamatkan, terus saya bisa lengah membiarkan anda masuk ruangan CEO itu. Mau berbuat jahat, ya? Karena menurut pak Saefudin, besok baru CEO datang.” Tias kekeh dengan pendapatnya, bahwa pria di depan wajahnya tersebut bukanlah CEO yang baru.

“Jangan sok tahu, kalau tidak tahu,” sarkas lelaki itu.

Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.  Dia tidak lagi memiliki keinginan untuk masuk ke dalam ruangan itu. Dia hanya berdiri di depan ruangan yang paling besar, di antara ruangan yang lainnya.

“Hai, maaf, ya. Tidak perlu nyolot. Saya bicara baik-baik dengan anda dari tadi. Tapi, balasannya apa?” Tias mulai naik pitam.

Lelaki itu hanya tertawa. Dia mengeluarkan tangannya dari dalam sakunya, seraya berbalik untuk memutar knop pintu. Melihat lelaki yang tidak tahu sopan santun itu akan masuk, Tias mengahlanginya.

“Jangan kurang ajar!” Tias memegang tangan lelaki itu. Lelaki dengan kulit putih cenderung kuning itu menarik tubuh Tias dan berbisik.

“Kamu akan menyesal, Nona. Dan pelukan tadi, akan terulang.”

Tias terpaku. Aliran darahnya terasa membeku. Wanita itu tidak ingat lagi tujuannya berada di depan ruangan itu. Bisikan lelaki itu membuatnya terpana. Tapi, kemudian tersadar dia mengerjap-ngerjapkan matanya.

“Tuan, eh ... aduh kecolongan gue.” Lelaki itu sudah masuk dan mengunci pintunya, agar Tias tidak masuk. Lelaki itu tersenyum. Dia laksana anak-anak yang berhasil menjahili temannya. Ini sangat menyenangkan, demikian batin lelaki itu berbisik.

Tias mondar-mandir tak karuan. Dia bingung harus melakukan apa. Ada dia di sini, tapi ada penyusup tidak bisa mengatasi. Hanya gara-gara terpana dengan suara lelaki itu, yang mirip seseorang di masa lalunya, versi dewasa. Tias mendadak punya ide untuk menelpon Pak Saefudin.

Pak Saefudin adalah CEO yang lama, baru saja pensiun. Namun, karena belum ada yang dapat menggantikannya, maka jabatan itu dilelang ke beberapa instansi termasuk swasta. Kebetulan pria itu menginginkannya,  masuklah pria itu menduduki jabatan. Pria itu dari golongan wiraswasta. Sebuah pucuk pimpinan harus selalu dipegang oleh orang yang kompeten di dalamnya.

“Tias, apakah pak Ilham sudah datang? Dia keponakanku. Bagaimana? Ganteng ‘kan orangnya?” tanya Saefudin.

Gleg ... terdengar saliva diteguk dengan kasar karena susah ditelan oleh Tias. Berarti, pria itu beneran CEO yang baru. Tias berkali-kali membenturkan kepalanya sendiri ke tembok. Kemudian dia mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya.

“Mati gue!”

Hingga tiba-tiba pintu di buka. Ilham melihat aksinya dan mengerutkan keningnya.

“Dia? Ah ... wanita  Biarin gue kerjain.” Ilham berkata dalam hatinya, sambil tersenyum.

“Kamu belum pergi juga? Masih mau jadi pahlawan kesiangan?” Lelaki yang mungkin bernama Ilham itu bersandar di daun pintu, kemudian menyilangkan tangannya bersedekap di depan dadanya, kaki satunya berjinjit dengan ujung sepatu sebagai tumpuannya sehingga membentuk lengkungan.

“Eh, anu itu. Anu, saya ... saya mau minta maaf. Maafkan saya, Pak.” Tias menundukan kepalanya.

Ilham tidak menggubrisnya, kemudian berlalu meninggalkan wanita itu. Tias masih terpaku di tempat itu. Kemudian, menggebug dahinya sendiri karena merasa kacau. Bisa-bisanya dia memberi kesan buruk pada pertemuan pertama dengan bosnya.

Tias menyandarkan tubuhnya di dinding. Dia merasa ini bencana. Mana kaku banget orangnya. Kekhawatiran merayapi relung jiwanya, hingga tak bersisa kebahagiaan secuil pun. Bunyi ledakan terdengar sampai di telinganya, hingga dia tersadar dan lari keluar. Gedung itu ada di lantai lima, sehingga dirinya harus turun dulu untuk melihat di mana ada sumber ledakan.

Lift terbuka. Tias masuk ke dalamnya. Akan tetapi, beberapa menit kemudian lampu mati  akibat dari ledakan tersebut, ada saluran kabel yang putus sehingga seluruh kota harus di matikan sementara, sampai perbaikan selesai.

Lampu mati. Tias ketakutan. Wanita itu paling tidak suka sendiri apalagi dalam kegelapan. Tias mulai merasa mual dan menggigil. Ilham yang baru sampai di tempat parkiran menyadari akan adanya keadaan bahwa terjadi pemadaman lampu. Dia teringat, Tias masih di atas. Lelaki yang memakai jas formal itu berlari ke arah pintu keluar lift, namun tidak menemukan Tias. Kemudian, dia naik tangga untuk memastikan Tias baik-baik saja. Akan tetapi, nihil juga. Tidak mungkin, Tias dapat membalap langkahnya. Lagi pula, parkirnya tidak jauh dari mobilnya. Dan tadi, dilihat masih ada motornya di sana.

Lelaki bermata hazel itu terbelalak. Berarti, Tias berada di dalam lift yang macet. Lelaki itu turun kembali untuk memanggil satpam untuk menyalakan jen set. Kebetulan atau memang rencana Tuhan. Jen set juga mati. Hingga Ilham frustasi. Satpam itu memberikan ide untuk memanggil tukang yaitu pemadam kebakaran saja. Usul satpam di terima.

Ilham mondar-mandir karena merasa cemas. Lelaki itu bahkan tidak henti-hentinya meletakkan tangannya di keningnya, bertanda rasa was-was menguasai relung jiwanya. Dia merasa menyesal meninggalkan wanita itu. Hasrat hati, ingin mengerjai wanita itu tapi dia sendiri yang merasa sangat kahwair sekarang. Akhirnya, petugas datang. petugas pemadam kebakaran berseragam orange menuju ke depan lift untuk membantu membuka pintu lift. Menggunakan mobil sebagai generator, memunculkan listrik untuk mengoprasikan mesin las. Ilham menggigit bibir bawahnya karena merasa cemas.

Note : Ini novel baru dari Meyyis ya kawan semoga suka. Kamu bisa hubungi di 088216076937 jika ingin berkomunikasi dengan penulis.

                

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Maulana Faqih
ceritanya bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status