“Pak, sore ini ada pertemuan dengan investor dari Jepang,” ucap Lee sambil menyodorkan tablet hitam yang berisi proyek kerja untuk dibicarakan nanti.
Emil memang sedang menggaet investor asal Jepang dan mengharapankan kerja sama yang baik untuk memuluskan bisnisnya. Ada beberapa list proyek kerja salah satunya adalah Emil ingin membuat produk makanan cepat saji yang bertemakan makanan dari berbagai provinsi di Indonesia untuk diproduksi di Jepang.
Mobil Mercedes S class hitam pekat sudah siap di lobby, Lee sengaja mempertemukan bosnya dan investor asal Jepang itu ke salah satu restoran makanan Indonesia di daerah Jakarta Selatan meskipun tidak mewah tetapi cita rasa yang ditawarkan dari restoran ini sangat kental akan cita rasa tradisionalnya.
“Nice to meet you,” ucap Emil sambil menjabat tangankan tangan kanannya kepada investor tersebut.
Senyum merekah sudah terlihat di antara ke duanya, Emil sambil berharap cemas akan keputusan akhir dari perbincangannya.
Pintu restoran sudah dibuka, aroma rempah-rempah seakan menyambut rombongan Emil dan investor asal Jepang langsung memanjakan hidung mereka.
“Reservasi atas nama Emilio Alexander,” ujar Lee saat seorang karyawan menyambutnya.
Karyawan langsung membawa mereka pada sebuah ruangan privacy. Meja panjang yang terbuat dari kayu jati serta dinding yang dihiasi dengan kerajinan dari rotan membuat ruangan ini sangat mencerminkan ke-Indonesiaannya.
Pramusaji langsung menyodorkan beberapa buku menu dan memberi tahu menu signature dari restoran tersebut. Dari beberapa menu Emil sangat tertarik untuk mencoba ayam betutu dan sate lilit khas Bali. Pas. Salah satu menu yang akan ia presentasikan kepada investor untuk dicoba.
* * *
“Ayam betutu 5 porsi besar dan sate lilit 5 porsi besar,” teriak kasir.
Viona bekerja sebagai chef penuh waktu di salah satu restoran bertema masakan Nusantara, sebuah restoran yang nyaman dan tenang menawarkan cita rasa masakan dari semua penjuru Indonesia yang lezat dan kaya akan rempah.
Menjadi chef memang salah satu keinginannya sejak kecil, tetapi upah yang sedikit membuat ia harus mengambil pekerjaan paruh waktu pada saat akhir pekan.
Tangannya yang lihai sibuk membalurkan bumbu khas Bali yang dikenal dengan base genep pada permukaan tubuh daging ayam, setelah selesai di bumbui ayam langsung dibakar hingga menghasilkan aroma yang khas.
“Pesanan siap!” teriak Viona sambil membuka celemek yang masih melekat di tubuhnya karena sudah jam pergantian shift chef.
Hari ini restoran sangat ramai hampir setengah pengunjung adalah pejabat dan orang penting yang melakukan pertemuan entah hanya untuk bercengkrama atau bahkan membicarakan proyek besar.
* * *
Sambil menunggu makanan datang Emil berbincang mengenai proyek yang akan ia tawarkan kepada investor Jepang, Lee sudah mempersiapkan power point yang ia buat semalaman suntuk.
“Jadi bagaimana Mr untuk proyek kerja yang ditawarkan oleh perusahaan kami SeaFood?” tanya Emil penuh dengan percaya diri.
“Overall ok. I’m very interested in your business idea. Banyak sekali orang Jepang yang gemar makanan khas Indonesia,” ucap salah satu investor memakai bahasa Inggris dicampur dengan Indonesia.
Pramusaji menyajikan pesanan makanan mereka. Bakwan, batagor, lumpia untuk hidangan pembuka, Sate lilit, ayam betutu, soto betawi, rendang lengkap dengan nasi menjadi makanan utama dan martabak manis, pisang goreng menjadi makanan penutup.
Obrolan mereka terus berlanjut, suasana akrab makin terasa. Harapan memenangkan hati investor ini sudah semakin kuat, sesekali Emil dan Lee bermain mata.
“This ayam betutu and sate lilit is very tasty.”
“Sure.”
“Boleh saya bertemu dengan chef yang membuat makanan ini?” ucap investor sepertinya ia sangat tertarik untuk menanyakan lebih dalam tentang masakan ini kepada chefnya langsung.
Lee langsung melambaikan tangannya pada pramusaji yang berdiri di depan pintu dan langsung berbisik untuk memerintahkan memanggil chef di restoran ini.
“Maaf, pak. Chef yang membuat semua masakan ini sudah pulang dan baru saja pergantian shift chef. Mau saya panggilkan chef yang sedang bertugas?” jelas pramusaji.
Sang investor langsung menggelengkan kepalanya ia bersi keras hanya ingin bertemu dengan chef yang membuat makanannya.
“Mr Emil. Demi kelancaran proyek ini, tolong pertemukan saya dengan chef yang membuat hidangan ini. Saya berada di Indonesia hingga minggu depan,” perintah sang investor. Emil langsung mengangguk menyanggupi perintah tersebut meskipun di dalam hatinya ada kekecewaan karena tidak bisa menanda tangani kontrak kerja hari ini.
“Baik, Mr. Saya akan menyuruh karyawan saya untuk mempertemukan Mr dengan chef yang membuat hidangan ini.”
* * *
“Lelahnya hari ini,” keluh Viona pada Kai. Mereka sedang berada di salah satu mini market yang tidak jauh dari apartemen Kai, sambil menyeruput mie pedas panas mereka berdua mengeluhkan pekerjaannya masing-masing.
“Sama. Pekerjaanku bulan depan akan banyak karena mendengar gossip akan ada produk baru yang dibuat,” ujar Kai.
“Tadi di restoran banyak sekali tamu petinggi dari berbagai perusahaan. Aku sangat kelelahan,” ungkap Viona dengan nada yang mendayu lemas.
Semilir angin malam menemani mereka berdua yang sedang mengeluhkan pekerjaannya masing-masing.
Suara telepon berdering terdengar dari tas mahal Kai, terlihat pada layar kaca nama ayahnya yang menelponnya.
“Aissh,, ada apa laki-laki tua ini menelpon saya?”
Kai dengan ayahnya memang mempunyai hubungan yang renggang karena ada beberapa masalah besar yang menimpa mereka berdua. Sambil berjalan Kai mendengarkan ocehan ayahnya.
Suara ponsel terbanting terdengar, ponsel Kai terlempar hingga kepinggir gorong-gorong.
“Maaf, maaf.”
Mata coklat Kai terpana kepada laki-laki yang menabrak dirinya. Pikirannya melayang, “mimpi apa aku bertemu dengan laki-laki ini?.”
Viona baru saja tiba di studio masak yang di sewa oleh perusahaan milik Emil. Terlihat dari kejauhan kitchen set dengan gaya minimalis yang didominasi dengan sentuhan warna hitam dan putih, alat dapur yang mahal membuat hati Viona bergetar.“Astaga. Aku harus sesempurna mungkin untuk tampil hari ini,” gumam Viona.Kakinya melangkah lebih dalam lagi untuk melihat situasi yang ada di sana, terlihat belum begitu banyak orang yang akan menontonya hari ini.“Dengan chef Viona?”Viona menganggukan kepalanya pelan dengan penuh kebingungan.“Mari ikut saya, sebelum tampil chef di minta untuk memakai make-up terlebih dahulu.”Seorang make-up artis sudah memoleskan foundation ke wajah mungil milik Viona, dilanjutkan dengan alis serta lipstik yang sedikit mencolok tidak lupa di belakangnya ada hairstylist yang juga merapihkan rambutnya.Hampir satu jam Viona di dalam ruangan make-up membuat dirinya sudah kelelahan, beberapa kali ia menghembuskan nafasnya karena belum memasak tetapi energinya sud
Semua mata tertuju pada sosok perempuan yang berada di sisi kanan Emil, dress berwarna putih tulang melekat dengan cantik di tubuh Viona. Telinganya dihiasi dengan anting dan jari mungilnya juga dihiasi dengan cincin berwarna perak.“Selamat malam,” sapa Emil kepada seluruh anggota keluarganya dengan menggenggam erat tangan kiri Viona.Meja makan dengan material berlapis emas dipadu padankan dengan warna burgundy membuat nuansa glamor di rumah ini semakin terasa, lampu kristal yang menjuntai tepat di tengah-tengah meja semakin mempercantik ruangan.“Mari duduk, honey,” ucap Emil, tangannya sibuk menarik bangku untuk mempersilahkan Viona duduk.Mata Viona melirik ke arah laki-laki tua yang berada di ujung meja makan, kerutan di wajahnya menandakan bahwa sedikit ada kekecewaan. Mungkin kesal karena rencana perjodohannya gagal lagi?“Perkenalkan ini Viona,” ucap Emil dengan senyuman yang lebar tanpa ada rasa canggung.Di sisi lain, ada Viona yang masih kebingungan harus bersikap seperti
Setelah kecanggungan terjadi di dalam ruang kerjanya, Emil berusaha untuk mengembalikan suasana cair dengan membicarakan kontrak kerja karena mengingat tinggal satu hari lagi sang investor Jepang akan terbang kembali ke Jakarta untuk menemui Viona.Viona dengan gugup dan hati yang masih berdebar tidak karuan berusaha menjawab semua pertanyaan Emil dengan lantang.“Jadi apa yang akan kamu persiapkan untuk presentasi masak besok?”“Sudah siap semua, sesuai dengan arahan Bapak dan akan saya tambahkan beberapa menu untuk di presentasikan karena mengingat yang datang adalah tamu dari Jepang saya ingin memperkenalkan makanan Indonesia sebanyak mungkin,” jawab Viona padahal sebenarnya ia sama sekali belum mempersiapkan apapun termasuk makanan tambahan yang ia sebutkan tadi.Emil tersenyum bangga kepada chef sekaligus perempuan yang ia kagumi, untuk pertama kalinya ia tidak hanya sekadar senang karena proyek kerjanya lancar melainkan ada sosok lain yang membuat dirinya semakin semangat mendap
Viona sudah berada di dalam gedung megah di perusahaan SeaFood, setelah semalaman suntuk menanyakan pendapat Kai mengenai ponsel bosnya yang tertinggal di rumahnya hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengembalikan ponsel tersebut ke kantornya. Semalam, setelah Emil pergi dari rumahnya ia tidak bisa tidur dan langsung menelpon Kai menceritakan kegilaan bosnya terhadap dirinya hingga akhirnya terucap satu kata dari bibir Kai.“Mungkin ia menyukaimu?”Sepatu kanvas berwarna hijau yang sudah lusuh menginjak lantai yang terbuat dari marmer mahal dan coraknya yang indah. Mata Viona berusaha mencari di mana laki-laki yang mempunyai ponsel ini, beberapa kali dirinya di cegat oleh satpam karena melihat pakaiannya yang tidak mencerminkan bahwa ia adalah salah satu karyawan dari perusahaan ini.“Eh, apakah kamu chef yang di restoran itu?”Viona menoleh dengan cepat ketika mendengar suara laki-laki yang mengenalinya. Lee yang kala itu baru saja pulang dari rapat di luar bersama dengan client meny
Viona mengekor Emil dari belakang menuju lift meskipun hatinya tidak ingin pulang bersama dengan laki-laki ini, ia berusaha untuk menghargai tawarannya.Di dalam lift Viona berusaha untuk menjaga jarak dengan Emil ia benar-benar tidak ingin mempermalukan laki-laki ini jika mungkin saja bertemu dengan rekan kerjanya. Viona memilih berdiri di sudut lift dengan wajah yang ia tundukan, tiba-tiba saja pintu lift terbuka dan hampir 6 orang masuk secara bersamaan membuat tubuh Viona dan Emil berdekatan.Deg!Emil secara tidak sengaja memegang tangan Viona erat karena dorongan dari orang lain, lift hampir penuh dengan keringat yang semakin memunculkan buliran yang banyak Viona diam berusaha untuk tidak melakukan hal bodoh.Setelah lift berdenting mereka berdua keluar menuju lobby untuk meminta vallet membawakan mobil milik Emil. Setelah Emil menyebutkan nama, beberapa menit kemudian vallet langsung membawakan mobil milik Emil.Sebuah mobil sport berwarna hitam yang ramping dari luar saja suda
Lampu kristal yang menjutai sesekali bergerak dengan pelan ketika pendingin ruangan berputar mengenai sisinya, aroma ruangan yang harum menyegarkan membuat Viona semakin merasa tidak layak berada di sini. Sesekali ia mengendus ketiaknya untuk memastikan parfum yang ia pakai masih tercium dengan segar.Matanya mencoba untuk mencari laki-laki yang mengundangnya ke sini, seorang pelayan menghampiri dirinya dengan ramah.“Selamat malam, ada yang bisa dibantu, Nona?”Seumur hidup Viona tidak pernah di perlakukan sebaik ini oleh pelayan, ia bergumam di dalah hatinya menjadi orang kaya memang selalu di pandang dan di hargai!“Table nomer 8?”Seorang pelayan laki-laki membantunya untuk mencari meja nomer 8, di tengah langkah kakinya jantungnya berdebar melihat arsitektur yang mahal dan juga tanda tangan kontrak yang akan ia lakukan malam ini.