"Istri saya?" tanya Jovel pura-pura kebingungan."Yah, istrimu. Siapa tahu dia akan berteman dengan Grace." Jelas Max, Jovel menghela nafas lega."Saya tidak punya istri tuan, anda tidak perlu khawatir." Jelas Jovel, Max mengerutkan alisnya.Max tahu kalau saat ini Jovel sedang berbohong. Tapi dari itu semua, Max sangat mengerti jika Jovel tidak ingin memberitahukan identitas istrinya itu."Baiklah, segera bawa Olivia kemari. Kamu tidak perlu menempatkannya disisiku, buat saja dia ingin bertemu Grace walau sebentar." Titah Max. Jovel membungkukkan badannya. "Baik tuan."Jovel keluar dari ruangan Max dan berpas-pasan dengan assisten dari Riksan."Apa tuan Max didalam?" tanyanya, Jovel mengangguk."Tuan muda ingin bertemu, apakah bisa?"Jovel sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Tuan muda yang ia maksud pasti adik tiri Max, apakah Max akan baik-baik saja jika bertemu denganya?"Akan ku tanyakan terlebih dulu."Jovel masuk kembali ke ruangan membuat Max menatapnya bingung. "Kenapa?""
"Tolong, berikan waktu satu bulan lagi untuk kami! Kami berjanji akan membayarnya sampai lunas!" Grace berteriak begitu para rentenir mengambil semua barang yang ada di rumahnya karena tak bisa membayar hutang sang ayah yang sudah tunggak lima bulan."Halah, terus saja kau berkata seperti itu setiap bulannya! Lebih baik kau jual keperawananmu itu agar bisa melunasi semua hutang ayahmu!" "Jaga bicaramu! Anakku bukan wanita seperti itu!" seru Hanna tidak terima."Ibu, sudah, biarkan mereka." tahan Grace sambil memeluk ibunya."Setidaknya tunggu suamiku pulang, ia sedang mencari uang untuk membayar hutang!" teriak Hanna membuat para rentenir itu tertawa keras."Kamu percaya pada lelaki itu? Tadi kami bertemu dengannya yang sedang bergelayut bersama wanita seumuran anakmu!"Hanna membelakkan matanya terkejut dan terjatuh ke lantai, Grace menahan tubuhnya dan memeluk Hanna sekuat tenaga.Para rentenir itu terkekeh lalu pergi dari sana sambil membawa barang-barang berharga yang ada di rum
"Nah, sekarang buka hp, dan unduh aplikasi 'Butterfly' ini," Titah Kintan yang langsung diikuti oleh Grace.Setelah berhasil terunduh, Grace mengisi beberapa data diri yang tidak terlalu privasi dan menentukan harga sewaan serta beberapa hal yang dibutuhkan."Terus gimana?""Nah, kamu tinggal foto pake baju-baju seksi dan liatin aset-aset kamu, sehingga orang bakal tertarik. Jangan lupa juga kalau kamu masih perawan, kamu harus kasih kisaran besar biar enggak rugi!" jelas Kintan.Grace hanya mengangguk singkat."Kamu pasti belum punya baju seksi kan? Ayo ikut aku, biar aku bantu dandanin kamu!" "Ah, aku enggak bisa. Ibuku pasti lagi nunggu aku!" Kintan menghela nafas."Kamu bilang aja sama ibu, kalau kamu mau nginep di rumah aku semalem. Lagian, rumah kita kan deketan!" seru Kintan. Grace terlihat berpikir kembali."Udah pokoknya nurut aja sama aku! Kamu mau punya banyak duit kan?" "Nah, kamu pilih mau pake baju apa?"Kintan menunjukkan beberapa koleksi baju seksi yang ia punya na
Grace menghampiri ibunya dan mencoba mengangkat kepala Hanna. Terlihat wajah yang sangat pucat dan tangan dingin membuat Grace amat sangat panik. Grace langsung menggendong Hanna dipunggungnya dan bergegas keluar untuk mencari pertolongan. Yang tadinya para ibu-ibu itu berkumpul di depan rumah kini sudah tak terlihat membuat dirinya semakin bingung sekaligus khawatir. Grace mengunci pintu rumahnya dan berjalan menuju jalan besar agar bisa menemui kendaraan umum. Ia berjalan dengan kaki gemetaran karena bobot ibunya yang lebih besar dari dirinya, Tiin Grace terhenti dari jalannya dan melirik ke arah belakang. Seorang pria turun dari mobilnya dan berjalan menghampirinya. "Mba, apa mau saya bantu?" tawar lelaki itu, namun Grace langsung menolak. "Saya bisa naik taksi di depan." Grace hendak melanjutkan perjalanannya namun lelaki itu langsung menghentikan langkahnya. "Susah loh cari kendaraan umum pagi-pagi begini, mbak. Bahaya juga karena mbak bawa orang yang pingsan. Kalau dibi
Grace melihat ibunya sudah terbaring tenang di kasur. Hanna sudah terlelap beberapa saat karena lelah dengan semua aktivitas yang mereka lakukan padahal Hanna baru saja keluar dari rumah sakit. Grace langsung membuka ponselnya dan mulai mengaktifkan akunnya kembali diaplikasi 'ButterFly' agar orang bisa menyewanya melalui aplikasi itu. Ia bersiap-siap dengan baju yang sebelumnya sudah ia siapkan, ia juga sedikit berdandan agar dirinya tampak lebih cantik dan menggoda. Ting Sebuah notifikasi masuk membuat Grace mengambil ponselnya. Ia membaca sedikit pesan dari pemesannya itu dan bergegas pergi menuju hotel yang sudah dipesan. Grace pergi dari hotel itu setelah melakukan pekerjaannya dan mendapat bayaran yang cukup. Ternyata benar, di kota ini banyak sekali orang-orang kaya yang bisa membayarnya berkali-kali lipat. Ia merasa badannya sudah remuk itu bergegas kembali ke apart sebelum ibunya terbangun. Bisa bahaya jika sang ibu melihat dirinya dengan penampilan seperti ini datang s
Diperjalanan, Grace selalu terpikirkan akan ibunya. Ia takut meninggalkan ibunya malam-malam kerena mengingat malam itu. Tapi ia menjernihkan pikirannya lagi untuk menjadi lebih positif. Grace pun menghela nafas gusar. "Nona, anda telah sampai." Grace tersadar lalu memberikan bayaran kepada supir taksi. Ia pun bergegas pergi memasuki hotel dan berjalan menuju kamar yang sudah dipesan. Sesampainya didepan kamar, Grace mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali. Tak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan sosok yang tak asing dimata Grace. "Selamat datang." Grace sedikit merinding dengan sambutan itu, namun iya hanya tersenyum kikuk lalu memasuki kamar dengan sedikit gemetara. Max melihat itu sempat khawatir, namun ia berpikir lagi untuk berusaha baik karena ia tidak bermaksud untuk menjamah wanita itu. "Em, apa akan dimula--" "Aku tak akan menjamahmu." Sela Max yang langsung mendapat tatapan heran dari Grace. Max duduk dikursi hotel dan mengambil gelasnya yang berisi alkohol. Grac
Grace menatap lurus kearah batu nisan yang bertuliskan nama ibunya.Orang-orang sekitar mengucapkan turut berduka cita untuk formalitas karena mereka tidak saling mengenal.Satu persatu orang-orang berhamburan pergi, hanya menyisakan Grace dengan pikiran kosongnya.Langit makin menggelap, air diatas awan mulai berjatuhan. Seperti keadaan hati Grace, alam ikut bersedih.Gadis itu mulai menyadari kesepiannya, ia menangis terisak-isak sambil memeluk kuburan yang masih basah."Ibu.."Grace terus menangis dibawah derasnya hujan. Ia sudah menyerah untuk hidupnya jika tanpa Hanna.Dalam seketika, air hujan itu tidak berjatuh dibawah Grace. Grace melihat kedepan dan menyadari bahwa hujan masih turun begitu derasnya. Lantas ia menenggak keatas dan melihat payung yang melindungi tubuhnya."Aku turut berduka cita, Grace." Ucap Alvin turut bersedih.Grace semakin menangis begitu menyadari bahwa dirinya masih diingat oleh orang lain."Alvin.. aku sudah tidak semangat hidup lagi." Keluh Grace, Alvi
Grace terdiam membeku diambang pintu."Kemarilah nona, aku ingin mendengar lamaranmu pada perusahaanku." Titah Max dengan nada lembutnya.Grace yang menegang itu perlahan mendekati Max dan duduk dihadapannya."Jadi, apa bakatmu?"Grace terdiam sejenak. Apakah dirinya harus mengurungkan niat untuk melamar di perusahaan Max?Ia sangat tidak tahu bahwa Max adalah seorang CEO perusahaan, apalagi perusahaan tersebut adalah perusahaan terjaya di kotanya."Sa-saya..""Bakatmu bukan diranjang lagi kan?" tanya Max membuat hati Grace tergetuk."Saya tidak menyangka seorang CEO dari perusahaan terbesar menanyakan itu pada calon karyawannya." Tegas Grace tersinggung membuat Max terkekeh pelan."Apa aku harus mengungkit janji yang telah kau ingkari?" Grace terdiam begitu Max melontarkan pertanyaan itu, Max menghela nafas."Padahal kau sudah teriak kenikmatan saat itu. Akan ku maafkan karena aku juga merasakan kenikmatan. Sekarang, apa yang akan kamu lakukan di perusahaanku?"Grace berusaha menata