Home / Romansa / CEO Tergila-gila Padaku / Pergi Dari Beban Hidup

Share

CEO Tergila-gila Padaku
CEO Tergila-gila Padaku
Author: Annisa Nrh

Pergi Dari Beban Hidup

Author: Annisa Nrh
last update Last Updated: 2024-02-13 22:11:09

"Tolong, berikan waktu satu bulan lagi untuk kami! Kami berjanji akan membayarnya sampai lunas!" 

Grace berteriak begitu para rentenir mengambil semua barang yang ada di rumahnya karena tak bisa membayar hutang sang ayah yang sudah tunggak lima bulan.

"Halah, terus saja kau berkata seperti itu setiap bulannya! Lebih baik kau jual keperawananmu itu agar bisa melunasi semua hutang ayahmu!" 

"Jaga bicaramu! Anakku bukan wanita seperti itu!" seru Hanna tidak terima.

"Ibu, sudah, biarkan mereka." tahan Grace sambil memeluk ibunya.

"Setidaknya tunggu suamiku pulang, ia sedang mencari uang untuk membayar hutang!" teriak Hanna membuat para rentenir itu tertawa keras.

"Kamu percaya pada lelaki itu? Tadi kami bertemu dengannya yang sedang bergelayut bersama wanita seumuran anakmu!"

Hanna membelakkan matanya terkejut dan terjatuh ke lantai, Grace menahan tubuhnya dan memeluk Hanna sekuat tenaga.

Para rentenir itu terkekeh lalu pergi dari sana sambil membawa barang-barang berharga yang ada di rumah itu. 

Hanna menangis sejadi-jadinya. Ia terduduk karena tak mampu menahan tubuhnya yang mulai melemas itu.

"Ibu, tolong jangan terlalu dipikirkan, aku janji akan memberikan kehidupan yang layak untuk ibu!" seru Grace ikut menangis sambil memeluk ibunya.

"Grace, maafkan ibu telah menikahi lelaki penjudi yang membebanimu." Rintih Hanna, Grace bergeleng.

"Ini bukan salah ibu, tolong jangan meminta maaf." Balas Grace.

Grace dan Hanna selalu mendapat perlakuan ini setiap bulannya. Mereka yang seharusnya menerima uang nafkah dari seorang punggung keluarga malah harus membayar utangnya yang dipakai untuk berjudi.

Mereka saling menangis untuk sesaat. Sampai akhirnya Grace mengajak Hanna untuk pergi dari daerah sana dan meninggalkan ayahnya sendiri disini.

"Grace, kita akan pergi kemana?" tanya Hanna.

Grace melirik. "Aku juga tidak tahu."

Hanna menghela nafas.

"Yang terpenting adalah pergi dari ayah sejauh mungkin. Setelah itu kita bisa hidup damai tanpa terus diteror oleh para rentenir itu." Jelas Grace yang hanya dibalas anggukan oleh Hanna. 

"Ya tuhan, bantu aku dan ibuku agar kami bisa hidup dengan damai." Batin Grace sedih.

"Apa kamu yakin Grace?" tanya Hanna menatap rumah yang sudah tidak ada nilai gunanya itu. Grace membalikkan badan seusai mengunci rumahnya.

"Iya, Ibu. Sekarang lupakan ayah dan mari kita mulai kehidupan baru." Ujar Grace, Hanna tersenyum mendengarnya. 

"Ayo kita berangkat."

Grace menggandeng Hanna yang kesulitan berjalan. Hanna hanya berjalan pasrah sambil memikirkan bagaimana kehidupan suaminya bila tak ada dia.

"Hanna!" teriak seorang lelaki membuat Hanna dan Grace terdiam ketakutan.

"Hanna, Grace! Mau kemana kalian!" teriak Suryo.

"Ibu, lari sekarang!" Grace langsung menarik ibunya untuk berlari menjauhi Suryo. "Hei! Mau kemana kalian!"

Hanna berlari sekuat tenaganya. Grace yang tahu bahwa ibunya tak bisa berlari itu hanya berdoa agar dirinya dan sang ibu bisa selamat dari kejaran sang ayah yang tidak bertanggung jawab.

"Grace, ibu tak kuat!" seru Hanna menyerah.

"Ibu, ibu bisa!" ujar Grace memberi semangat namun Hanna sudah tak bisa menahan kesakitan di tubuhnya lagi.

"Berhenti!" teriak Suryo. Hanna yang tak fokus itu menyandul batu membuat dirinya terjatuh. "Ibu!"

"Grace, pergilah! Jangan pedulikan ibu! Selamatkan dirimu sendiri dan berbahagialah!" ucap Hanna lirih membuat Grace menjatuhkan air matanya.

"Enggak! Aku harus pergi dari sama ibu!" seru Grace membantu ibunya bangun.

"Ibu sudah tidak kuat, Grace. Pergilah sebelum ayahmu tiba!" titah Hanna, Grace masih bergeleng menolak.

"Grace, anak sialan! Mau bawa kemana ibu kamu yang sekarat itu? Kalian tidak akan bisa hidup tanpa ku!"

Suryo hampir dekat dengan mereka. Grace menuntun ibunya dengan susah payah sampai akhirnya bus melewat didepan mereka. 

Dengan gerakan cepat setelah pintu terbuka, Grace menarik ibunya masuk begitu dirinya sudah didalam bus, lalu menutup pintunya sendiri.

"Pak, cepat jalan! Saya sedang dikejar orang jahat!"

Supir yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi itu hanya melaksanakan perintah dan mulai menjalankan busnya dengan cepat.

Grace menatap ayahnya yang mulai berlari lemas ke arah mereka dengan mulut yang tidak bisa diam. Gadis itu menghela nafas lega lalu memeluk ibunya.

**

Sesampainya mereka di kota Jakarta, Grace mengajak sang ibu untuk mencari kontrakan yang sekiranya bisa mereka pakai untuk sementara. 

Cukup jauh dari pemberhentian bus, mereka menemukan satu kontrakan tua di daerah kumuh yang terlihat cukup angker.

Kontrakan itu terlihat usang dengan tembok dan lantai yang kotor, seperti tidak pernah diurus untuk waktu yang sangat lama.

Dan tempat itu menjadi tempat tinggal Grace dan Hanna selama sebulan selanjutnya. Mereka hidup terluntang-luntang tanpa sepeser pun uang.

Grace tak kunjung juga mendapatkan pekerjaan. Selama satu bulan ini, ia terus meminjam kepada tetangga yang ada di sekitar rumahnya. 

Bahkan mereka hanya makan sehari sekali, namun Grace harus tetap meminjam uang karena obat untuk ibunya sudah tak tersisa lagi.

Hari ini, Grace mencobe peruntungannya lagi. Matahari baru saja muncul, tapi Grace sudah rapi dengan pakaian formal.

"Kamu mau melamar lagi?" tanya Hanna khawatir.

"Iya, Ibu. Apapun akan kulakukan untuk mendapatkan uang. Jika kita tidak punya uang, bagaimana kan kita bisa membayar kontrakan ini?"

Hanna mengangguk menyetujui perkataan Grace.

"Kalau begitu hati-hati ya, Grace. Ibu akan menunggu dengan tenang di sini."

Grace tersenyum senang. Ia pun memeluk ibunya sebentar sebelum akhirnya pergi.

Grace berjalan asal menuju beberapa toko yang ada di pinggir jalan. Ia mendatangi toko-toko itu sambil menawarkan diri untuk bekerja di sana. 

Namun semua toko itu menolak karena mereka juga sudah mempunyai karyawan yang cukup membuat Grace mau tak mau berjalan lebih jauh lagi.

Tak terasa, hari mulai gelap. Walau Grace belum mendapatkan kerjaan, ia tidak bisa meninggalkan ibunya terlalu lama. 

Ia sempat membeli makanan yang ada dipinggir jalan saat penjalanan pulang untuk makan malam dirinya dan sang ibu.

Ia jadi merenung sedih memikirkan semua hutang yang sudah ia menumpuk selama ini.

"Padahal tagihan rumah kontrakan tinggal beberapa hari lagi, tapi aku belum bisa dapet uang, gimana ini?"

Grace terduduk di pinggir jalan yang jaraknya dekat dengan rumah. Ia belum mau pulang karena masih malu untuk menjawab bahwa dirinya belum juga dapat pekerjaan.

“Woy!” seseorang datang menghampirinya dan duduk bersamanya.

"Kintan?" panggil Grace sedikit terkejut karena anak dari tetangganya memakai baju super mini sehingga terlihat sangat seksi.

"Kamu dari mana pakai baju gitu?" tanya Grace lagi.

Kintan hanya terkekeh, lalu membuang nafasnya pelan.

"Kerja lah!"

Grace mengerutkan dahinya bingung, kerja apa yang membuat Kintan harus memakai pakaian seksi seperti itu?

"Kerja apa?"

Kintan melirik lalu tertawa keras.

"Ya ampun, sepolos apa sih kamu? Pekerjaan umum aja enggak tau."

Grace makin terbingung dan terus berpikir, sepertinya selama ini dia mencari pekerjaan ia tidak pernah menemukan ada pegawai seperti Kintan.

"Aku jadi kupu-kupu malam." Jelas Kintan mengejutkan Grace.

Siapa sangka, gadis polos yang biasanya ia temukan sedang membersihkan halaman setiap pagi dekat rumahnya adalah seorang kupu-kupu malam? 

Kintan hanya menolehnya aneh.

"Emangnya kamu enggak mau coba? Kamu cantik, tubuhnya juga bagus. Pasti laku keras kalau jadi kupu-kupu malam!" seru Kintan yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Grace.

“Nggak mau!”

"Daripada capek keliling kota setiap hari ujung-ujungnya enggak dapet kerjaan kan? Di sini udah enggak ada lowongan pekerjaan untuk gadis kayak kita kecuali jadi kupu-kupu malam!" sambungnya menyakini Grace.

“Aku enggak mau, Kintan. Aku udah jaga diri aku selama dua puluh tahun, sia-sia aku pertahananku selama ini kalau pada akhirnya aku menjadi kupu-kupu malam.” Jelas Grace.

“Tapi kan ujung-ujungnya juga kamu bakal kehilangan keperawananmu toh? Dari pada dinanti-nanti, mending sekarang aja! Kebetulan kamu lagi kesusahan juga. Sekarang pilih, mending keselamatan ibumu atau harga diri?” seru Kintan masih berusaha meyakinkan Grace, Grace hanya terdiam mematung.

Kintan mencebikan bibir. "Yaudah kalau kamu enggak mau. Aku cuman mau bantu." 

Kintan beranjak dari duduknya dan hendak pergi, namun Grace langsung menahannya membuat Kintan tersenyum senang.

"Ajarin aku." Pinta Grace yang langsung dikabulkan oleh Kintan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEO Tergila-gila Padaku   Kerjasama

    "Istri saya?" tanya Jovel pura-pura kebingungan."Yah, istrimu. Siapa tahu dia akan berteman dengan Grace." Jelas Max, Jovel menghela nafas lega."Saya tidak punya istri tuan, anda tidak perlu khawatir." Jelas Jovel, Max mengerutkan alisnya.Max tahu kalau saat ini Jovel sedang berbohong. Tapi dari itu semua, Max sangat mengerti jika Jovel tidak ingin memberitahukan identitas istrinya itu."Baiklah, segera bawa Olivia kemari. Kamu tidak perlu menempatkannya disisiku, buat saja dia ingin bertemu Grace walau sebentar." Titah Max. Jovel membungkukkan badannya. "Baik tuan."Jovel keluar dari ruangan Max dan berpas-pasan dengan assisten dari Riksan."Apa tuan Max didalam?" tanyanya, Jovel mengangguk."Tuan muda ingin bertemu, apakah bisa?"Jovel sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Tuan muda yang ia maksud pasti adik tiri Max, apakah Max akan baik-baik saja jika bertemu denganya?"Akan ku tanyakan terlebih dulu."Jovel masuk kembali ke ruangan membuat Max menatapnya bingung. "Kenapa?""

  • CEO Tergila-gila Padaku   Grace Kembali

    "Jadi, kamu akan menandatanganinya?" tanya Riksan begitu mendengar kalau Max memanggilnya.Max mengangguk lalu mengambil berkas yang diberikan assisten Riksan. Max membaca sekilas berkas itu, menandatanganinya lalu memberikannya pada Riksan."See?"Riksan menerima berkas itu dan mengembangkan senyuman."Bagus, akhirnya kamu memiliki pemikiran dewasa." Max membuang muka sambil menghela nafas."Sekarang berikan istriku!" tegas Max membuat Riksan terkekeh pelan."Tenang. Jo! Jemputlah Grace dengan hati-hati. Dia adalah wanita kesayangan anakku." Titah Riksan yang langsung dituruti oleh assistennya.Kepergian Jo bertepatan dengan Jovel yang baru saja datang membawa Grace. Semua tatapan itu refleks melirik padanya."Ah, ternyata kau sudah kabur."Grace terlihat tenang lalu melirik pada Max. Max bangun dari duduknya dan berjalan kearah Grace.Mereka berpelukan untuk waktu yang lama. Menjalarkan kerinduan karena beberapa saat mereka tidak bertemu karena masalah keluarga Max yang sangat meru

  • CEO Tergila-gila Padaku   Gejala Kehamilan

    "Sialan!"Max membanting semua barang di rumahnya membuat kegaduhan besar di rumah. Para pelayannya hanya menunduk melihat tuannya marah besar karena tidak berani sama sekali dengan Max."Aku tidak menyangka pelayanku sendiri mengkhianatiku." Gumam Max yang dapat didengar oleh seluruh pelayan di rumahnya.Max menatapi pelayan itu satu-satu. Memelototi mereka dengan tajam membuat nyali mereka makin menciut."Sania!"Orang yang dipanggil itu keluar. Ia berjalan mendekat kearah Max sambil tetap menundukan kepalanya.Max menatap lekat orang itu. Sania yang sudah lama menjadi kepala pelayan hanya bisa menunduk menerima kenyataan bahwa dirinya lah yang akan disalahkan."Tuan, tolong kendalikan diri anda!" Jovel tiba-tiba datang seperti penyelaman untuk para pelayan.Max menatap Jovel dengan tajam dan kini membuang muka. Jovel mendekati tuannya lalu menunduk dengan sopan."Tuan, jika memang anda ingin istri anda kembali, coba pertimbangkan kembali tawaran ayah anda." Ucap Jovel membuat Max t

  • CEO Tergila-gila Padaku   Grace Diculik

    Beberapa hari berlalu, kini Grace dan Max sudah kembali lagi ke negara asal. Jovel yang sudah setia menunggu di bandara langsung membawa laki-laki itu menuju kantor membuat Grace bergeleng kepala."Pulanglah ke rumah. Aku akan segera pulang." Titah Max. Grace hanya mengangguk menurut lalu melambaikan tangan pada Max yang kini sudah pergi berlalu.Grace menatap kepergian Max yang diiringi dengan Jovel. Seseorang pun menepuk pundaknya membuat Grace membalikkan badan."Nyonya, mari ikuti saya." Ucap seseorang yang memakai baju pelayan yang sering ada di rumahnya.Grace tersenyum dan mengangguk lalu mengikuti pria itu.Sebenarnya Grace sedikit asing dengan pelayan dihadapannya. Pelayan di rumah Max memang terbilang cukup banyak, tetapi pasti selewat Grace mengenal wajah pelayan itu."Silahkan masuk nyonya."Grace ditambah bingung lagi ketika melihat mobil yang tidak pernah ia naiki itu. Max tidak pernah membeli mobil yang modelannya seperti ini."Em, apa ini mobil Max?" tanya Grace. Pelay

  • CEO Tergila-gila Padaku   Jovel dan Olivia

    "Keluarkan Olivia dan buang dia jauh-jauh dari Grace." Jovel sangat bahagia dalam hatinya. Max akhirnya memerintahkan untuk membuang Olivia dimana pria itu tidak akan menganggangu Olivia lagi."Satu lagi, uruslah perusahaanku di Bali untuk sementara waktu. Aku tidak bisa keluar kota untuk saat ini."Jovel membungkuk dengan sopan lalu pergi berlalu untuk segera melaksanakan perintah atasannya. Jovel melangkah dengan senangnya sambil membuat surat rekomendasi untuk Olivia bekerja di perusahaan Bali agar bisa terus bersamanya.Sampai setelah rencananya semua itu berjalan lancar, Olivia malah merobek surat rekomendasinya membuat Jovel mematung kaget."Aku akan pergi sendiri."Gadis itu pergi berlalu begitu saja membuat Jovel segera berbalik dan menarik lengannya. "Jangan tinggalkan aku!"Olivia tersentak mendengar itu dan berbalik melihat Jovel yang kini sudah menangis dengan wajah sedihnya.Wanita itu pastinya sangat tidak percaya dengan ekspresi itu. Selama ini Jovel yang selalu tidak

  • CEO Tergila-gila Padaku   Perasaan Jovel

    Jovel menghela nafas panjang. Sudah dua hari berlalu dari libur tuannya memberatkan harinya. Padahal dirinya sudah sibuk mengurus perusahaan Max yang ada di Bali, kini dirinya juga harus mengurus perusahaan di Jakarta. Yang benar saja.Namun untungnya ia mempunyai istri yang berbakat sehingga pekerjaannya di Bali sedikit lebih ringan.Kintan masuk ke ruangan Max yang sedang diisi Jovel membuat pria itu kini menyorotnya dengan mata sinis. Sudah dua hari pula gadis itu tidak masuk sehingga pekerjaannya disini tidak ada yang membantu."Kemana saja kau?!" tanya Jovel bengis membuat Kintan mengerutkan alis."Kenapa kamu yang disini? Kemana tuan Max?" tanya Kintan, Jovel mendesah pelan sambil membuang pandangannya tak menjawab pertanyaan Kintan.Kintan merasa tersinggung dicueki seperti itu. Dirinya pun berjalan menghentakkan kaki mendekati Jovel. Ia menarik kerah baju Jovel dan menatapnya dengan lekat."Beritahu aku kemana perginya Max!"Jovel menepis lengan Kintan dari bajunya. Pria itu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status