Share

CEO Tergila-gila Padaku
CEO Tergila-gila Padaku
Penulis: Annisa Nrh

Pergi Dari Beban Hidup

"Tolong, berikan waktu satu bulan lagi untuk kami! Kami berjanji akan membayarnya sampai lunas!" 

Grace berteriak begitu para rentenir mengambil semua barang yang ada di rumahnya karena tak bisa membayar hutang sang ayah yang sudah tunggak lima bulan.

"Halah, terus saja kau berkata seperti itu setiap bulannya! Lebih baik kau jual keperawananmu itu agar bisa melunasi semua hutang ayahmu!" 

"Jaga bicaramu! Anakku bukan wanita seperti itu!" seru Hanna tidak terima.

"Ibu, sudah, biarkan mereka." tahan Grace sambil memeluk ibunya.

"Setidaknya tunggu suamiku pulang, ia sedang mencari uang untuk membayar hutang!" teriak Hanna membuat para rentenir itu tertawa keras.

"Kamu percaya pada lelaki itu? Tadi kami bertemu dengannya yang sedang bergelayut bersama wanita seumuran anakmu!"

Hanna membelakkan matanya terkejut dan terjatuh ke lantai, Grace menahan tubuhnya dan memeluk Hanna sekuat tenaga.

Para rentenir itu terkekeh lalu pergi dari sana sambil membawa barang-barang berharga yang ada di rumah itu. 

Hanna menangis sejadi-jadinya. Ia terduduk karena tak mampu menahan tubuhnya yang mulai melemas itu.

"Ibu, tolong jangan terlalu dipikirkan, aku janji akan memberikan kehidupan yang layak untuk ibu!" seru Grace ikut menangis sambil memeluk ibunya.

"Grace, maafkan ibu telah menikahi lelaki penjudi yang membebanimu." Rintih Hanna, Grace bergeleng.

"Ini bukan salah ibu, tolong jangan meminta maaf." Balas Grace.

Grace dan Hanna selalu mendapat perlakuan ini setiap bulannya. Mereka yang seharusnya menerima uang nafkah dari seorang punggung keluarga malah harus membayar utangnya yang dipakai untuk berjudi.

Mereka saling menangis untuk sesaat. Sampai akhirnya Grace mengajak Hanna untuk pergi dari daerah sana dan meninggalkan ayahnya sendiri disini.

"Grace, kita akan pergi kemana?" tanya Hanna.

Grace melirik. "Aku juga tidak tahu."

Hanna menghela nafas.

"Yang terpenting adalah pergi dari ayah sejauh mungkin. Setelah itu kita bisa hidup damai tanpa terus diteror oleh para rentenir itu." Jelas Grace yang hanya dibalas anggukan oleh Hanna. 

"Ya tuhan, bantu aku dan ibuku agar kami bisa hidup dengan damai." Batin Grace sedih.

"Apa kamu yakin Grace?" tanya Hanna menatap rumah yang sudah tidak ada nilai gunanya itu. Grace membalikkan badan seusai mengunci rumahnya.

"Iya, Ibu. Sekarang lupakan ayah dan mari kita mulai kehidupan baru." Ujar Grace, Hanna tersenyum mendengarnya. 

"Ayo kita berangkat."

Grace menggandeng Hanna yang kesulitan berjalan. Hanna hanya berjalan pasrah sambil memikirkan bagaimana kehidupan suaminya bila tak ada dia.

"Hanna!" teriak seorang lelaki membuat Hanna dan Grace terdiam ketakutan.

"Hanna, Grace! Mau kemana kalian!" teriak Suryo.

"Ibu, lari sekarang!" Grace langsung menarik ibunya untuk berlari menjauhi Suryo. "Hei! Mau kemana kalian!"

Hanna berlari sekuat tenaganya. Grace yang tahu bahwa ibunya tak bisa berlari itu hanya berdoa agar dirinya dan sang ibu bisa selamat dari kejaran sang ayah yang tidak bertanggung jawab.

"Grace, ibu tak kuat!" seru Hanna menyerah.

"Ibu, ibu bisa!" ujar Grace memberi semangat namun Hanna sudah tak bisa menahan kesakitan di tubuhnya lagi.

"Berhenti!" teriak Suryo. Hanna yang tak fokus itu menyandul batu membuat dirinya terjatuh. "Ibu!"

"Grace, pergilah! Jangan pedulikan ibu! Selamatkan dirimu sendiri dan berbahagialah!" ucap Hanna lirih membuat Grace menjatuhkan air matanya.

"Enggak! Aku harus pergi dari sama ibu!" seru Grace membantu ibunya bangun.

"Ibu sudah tidak kuat, Grace. Pergilah sebelum ayahmu tiba!" titah Hanna, Grace masih bergeleng menolak.

"Grace, anak sialan! Mau bawa kemana ibu kamu yang sekarat itu? Kalian tidak akan bisa hidup tanpa ku!"

Suryo hampir dekat dengan mereka. Grace menuntun ibunya dengan susah payah sampai akhirnya bus melewat didepan mereka. 

Dengan gerakan cepat setelah pintu terbuka, Grace menarik ibunya masuk begitu dirinya sudah didalam bus, lalu menutup pintunya sendiri.

"Pak, cepat jalan! Saya sedang dikejar orang jahat!"

Supir yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi itu hanya melaksanakan perintah dan mulai menjalankan busnya dengan cepat.

Grace menatap ayahnya yang mulai berlari lemas ke arah mereka dengan mulut yang tidak bisa diam. Gadis itu menghela nafas lega lalu memeluk ibunya.

**

Sesampainya mereka di kota Jakarta, Grace mengajak sang ibu untuk mencari kontrakan yang sekiranya bisa mereka pakai untuk sementara. 

Cukup jauh dari pemberhentian bus, mereka menemukan satu kontrakan tua di daerah kumuh yang terlihat cukup angker.

Kontrakan itu terlihat usang dengan tembok dan lantai yang kotor, seperti tidak pernah diurus untuk waktu yang sangat lama.

Dan tempat itu menjadi tempat tinggal Grace dan Hanna selama sebulan selanjutnya. Mereka hidup terluntang-luntang tanpa sepeser pun uang.

Grace tak kunjung juga mendapatkan pekerjaan. Selama satu bulan ini, ia terus meminjam kepada tetangga yang ada di sekitar rumahnya. 

Bahkan mereka hanya makan sehari sekali, namun Grace harus tetap meminjam uang karena obat untuk ibunya sudah tak tersisa lagi.

Hari ini, Grace mencobe peruntungannya lagi. Matahari baru saja muncul, tapi Grace sudah rapi dengan pakaian formal.

"Kamu mau melamar lagi?" tanya Hanna khawatir.

"Iya, Ibu. Apapun akan kulakukan untuk mendapatkan uang. Jika kita tidak punya uang, bagaimana kan kita bisa membayar kontrakan ini?"

Hanna mengangguk menyetujui perkataan Grace.

"Kalau begitu hati-hati ya, Grace. Ibu akan menunggu dengan tenang di sini."

Grace tersenyum senang. Ia pun memeluk ibunya sebentar sebelum akhirnya pergi.

Grace berjalan asal menuju beberapa toko yang ada di pinggir jalan. Ia mendatangi toko-toko itu sambil menawarkan diri untuk bekerja di sana. 

Namun semua toko itu menolak karena mereka juga sudah mempunyai karyawan yang cukup membuat Grace mau tak mau berjalan lebih jauh lagi.

Tak terasa, hari mulai gelap. Walau Grace belum mendapatkan kerjaan, ia tidak bisa meninggalkan ibunya terlalu lama. 

Ia sempat membeli makanan yang ada dipinggir jalan saat penjalanan pulang untuk makan malam dirinya dan sang ibu.

Ia jadi merenung sedih memikirkan semua hutang yang sudah ia menumpuk selama ini.

"Padahal tagihan rumah kontrakan tinggal beberapa hari lagi, tapi aku belum bisa dapet uang, gimana ini?"

Grace terduduk di pinggir jalan yang jaraknya dekat dengan rumah. Ia belum mau pulang karena masih malu untuk menjawab bahwa dirinya belum juga dapat pekerjaan.

“Woy!” seseorang datang menghampirinya dan duduk bersamanya.

"Kintan?" panggil Grace sedikit terkejut karena anak dari tetangganya memakai baju super mini sehingga terlihat sangat seksi.

"Kamu dari mana pakai baju gitu?" tanya Grace lagi.

Kintan hanya terkekeh, lalu membuang nafasnya pelan.

"Kerja lah!"

Grace mengerutkan dahinya bingung, kerja apa yang membuat Kintan harus memakai pakaian seksi seperti itu?

"Kerja apa?"

Kintan melirik lalu tertawa keras.

"Ya ampun, sepolos apa sih kamu? Pekerjaan umum aja enggak tau."

Grace makin terbingung dan terus berpikir, sepertinya selama ini dia mencari pekerjaan ia tidak pernah menemukan ada pegawai seperti Kintan.

"Aku jadi kupu-kupu malam." Jelas Kintan mengejutkan Grace.

Siapa sangka, gadis polos yang biasanya ia temukan sedang membersihkan halaman setiap pagi dekat rumahnya adalah seorang kupu-kupu malam? 

Kintan hanya menolehnya aneh.

"Emangnya kamu enggak mau coba? Kamu cantik, tubuhnya juga bagus. Pasti laku keras kalau jadi kupu-kupu malam!" seru Kintan yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Grace.

“Nggak mau!”

"Daripada capek keliling kota setiap hari ujung-ujungnya enggak dapet kerjaan kan? Di sini udah enggak ada lowongan pekerjaan untuk gadis kayak kita kecuali jadi kupu-kupu malam!" sambungnya menyakini Grace.

“Aku enggak mau, Kintan. Aku udah jaga diri aku selama dua puluh tahun, sia-sia aku pertahananku selama ini kalau pada akhirnya aku menjadi kupu-kupu malam.” Jelas Grace.

“Tapi kan ujung-ujungnya juga kamu bakal kehilangan keperawananmu toh? Dari pada dinanti-nanti, mending sekarang aja! Kebetulan kamu lagi kesusahan juga. Sekarang pilih, mending keselamatan ibumu atau harga diri?” seru Kintan masih berusaha meyakinkan Grace, Grace hanya terdiam mematung.

Kintan mencebikan bibir. "Yaudah kalau kamu enggak mau. Aku cuman mau bantu." 

Kintan beranjak dari duduknya dan hendak pergi, namun Grace langsung menahannya membuat Kintan tersenyum senang.

"Ajarin aku." Pinta Grace yang langsung dikabulkan oleh Kintan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status