Share

CEO VISIT MY ROOM
CEO VISIT MY ROOM
Penulis: C R KHAN

PROLOG

Seorang gadis  berusia dua puluhan berjalan sendirian di malam hari. Bibirnya melengkung ke atas ketika melihat layar ponselnya yang mulai berdering. Setelah menggeser tombol hijau, ia menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

“Hallo, kenapa telepon malem-malem kayak gini? Elu gak lagi abis lihat hantu kan?” Tanyanya sambil cekikikan.

“Sumpah ya, harusnya gue gak telepon elu kalau akhirnya elu malah ngeluarin suara kayak gitu. Bisa gak sih serius kalau diajak ngomong?”

“Eh, gak mungkin kan elu kangen sama gue? Secara ya, kita itu sama-sama cewe… ogah gue kalau harus jadi sama elu,” kata gadis itu sambil menendang kerikil.

“Gue juga ogah. Walaupun gue belum pernah pacaran, gue gak mau jadi gila dengan milih elu,” kata gadis di seberang telepon.

Gadis di jalan itu pun terbatuk sesaat, “Udah deh ya, elu mau ngapain telepon gue? Bisa gak sih ngobrolnya nanti aja kalau gue udah pulang?” Tanyanya.

“Enggak! Ini urgen banget tahu gak!”

Gadis itu pun sekali lagi menendang kerikil, “Oke, jadi mau ngomong apa nih?”

“Lu dapet salam dari senior,”

“Bee, mau elu gue lempar ke jurang? Jangan ngada-ngada deh, senior siapa lagi? Gak kenal gue!”

Gadis di seberang telepon itu pun tertawa. Lalu ia berdehem beberapa kali. “Cek, cek, cek, perkenalkan saya Bee Rathford, gadis yang akan menjadi Miss Cupid khusus buat Emma Clife, yang selama ini single tanpa keterangan,” katanya mendeklarasikan diri.

“Eh, Emma Clife gak butuh Miss Cupid, karena dia akan cari cowo sendiri. Oh ya gue lupa bilang, kalau tipe gue itu ‘pria' bukan ‘cowo’,  elu paham kan maksudnya?” Tanya Emma tertawa. “Udah deh, sampai ketemu di kantor ya. Bye Bee,”

Gadis bernama Emma Clife itu pun memasukan ponsel ke dalam sakunya dan kembali melanjutkan langkahnya untuk kembali ke apartemen nya. Kurang lebih lima belas menit, dia akhirnya sampai juga.

“Ah, akhirnya sampai juga,” katanya langsung meloncat ke tempat tidur. Ia bahkan mengusap-usap pipinya di bantal.

Sebentar menatap langit, lalu ia tidak mengingat apapun selain mimpinya yang indah. Hah, setidaknya itu yang ia inginkan ketika matanya terpejam, yaitu mimpi indah. Entah mimpi indah yang sepeti apa, tapi yang pasti dia ingin mimpi yang dapat mempetemukannya dengan pria gambarannya.

Suara alarm panjang membuatnya terbangun. Hanya membuka mata, meraih alarmnya, lalu mematikannya. Dan kembali tidur. Namun, sekali lagi ia membuka matanya, melirik jam yang baru saja ia matikan.

“Aaaaaaa…aku terlambat!” jeritnya.

Melesat masuk ke kamar mandi, mencuci mukanya asal-asalan, dan bergegas untuk mengenakan pakaian formal seperti biasanya. Ia mencomot roti tanpa selai yang berada di dalam wadah, dan kembali berlarian keluar apartemen sambil menenteng tas di tangan kanan dan sepatu di tangan kiri.

“Taxi!” teriaknya sambil memakai sepatu.

Sebuah taxi berhenti di hadapannya, dengan cepat ia masuk dan menyebutkan alamat kantornya. Di dalam taxi, dia tidak tenang begitu saja, dia mengambil bedak dan lipstik. Memakainya dengan gerakan yang super cepat. Masa bodo dengan supir taxi yang sejak tadi memperhatikannya. Selesai memulas wajah, ponselnya berdering, nama Bee muncul di layar.

“Hallo Bee, gue lagi buru-buru nih,” kata Emma cepat.

“Gue juga lagi gak bercanda. Big Boss nyari elu tuh, katanya kalau gak dateng dalam waktu lima menit, karier lu ter-an-cam,” jawab Bee dengan penekanan pada kata terakhir.

“I’m coming!” teriakku setelah membayar taxi dan berlarian ke kantor.

“Emma, elu harus tahu kalau Big Boss kita itu_”

“Udah ya Bee, gue gak bisa ngobrol banyak sama elu. Bye…”

Terpaksa ia memutuskan panggilan sebelum Bee menceritakan hal yang sama sekali tak ingin Emma dengar. Seperti gosip tentang manajer operasional yang katanya menikah dengan brondong, divisi Riset dan Develompment yang kedatangan intern tampan lah, atau bos mereka yang punya anak tampan, lalu sekarang apa lagi?

“Mba, Big Boss udah dateng?” Tanya Emma sambil merapikan kemejanya.

“Udah sih, beliau ada di ruangannya. Tapi Mba, ada berita loh_”

“Entar aja ceritanya, di kantin sama Bee juga. Sekarang ada yang jauh lebih penting daripada gosip, oke?”

Emma dengan cepat melesat masuk setelah mengetuk pintu berulang kali. Tak mendengar jawaban, ia langsung membuka pintunya. Dan terjadilah sesuatu yang tidak diinginkan.

“Ah?”

Emma menahan kedua tangannya yang saat ini tampak kesakitan. Belum lagi rasa malu yang sungguh luar biasa ketika harus melakukan kesalahan yang cukup memalukan—sekaligus menegangkan. Emma melirik ke bawah—ke bibirnya yang tampak bersentuhan dengan milik orang lain. Dan pemiliknya kini sedang menatapnya.

“Maaf, gak sengaja,” katanya.

“Kayaknya lebih baik kamu bangun dulu dari sini, dan kita bisa bicara setelahnya,” katanya tegas.

Emma bangkit dan langsung terduduk di lantai. Wajahnya tertunduk menahan rasa malu. Sekarang, ia seperti pembantu yang sedang menunggu perintah Sang Majikan. Entahlah, ia bahkan tidak mengenal orang yang berdiri di hadapannya. Eh, tapi bukannya dia berada di ruangan Big Boss?

“Kamu Emma Clife?” Tanyanya.

Emma meneguk ludahnya, ia bahkan sampai tersepesona hanya karena mendengar suaranya yang sangat sexy. Ia bahkan terus menatap pria berbadan kekar dengan otot yang sejak tadi menyembul di balik jas nya. Ah, bagaimana rasanya memeluk tubuh itu ya?

“Emma Clife,” panggilnya sekali lagi.

“Iya, saya Emma,” kata Emma cepat.

Pria itu mengulurkan tangan ke arah  Emma, “Saya Dan Joobs, CEO baru di perusahaan ini, mohon kerjasamanya,” katanya dengan suara yang berat.

Emma langsung berdiri, “Ha? CEO baru? My Big Boss? Kamu, eh Mr. Dan Joobs, selamat datang,” sambut Emma cepat, ia membalas uluran tangan Dan juga.

“Terimakasih, sambutan yang sangat menakjubkan,” bisiknya sambil mendekat.

Emma menatap Dan, “Maksudnya?” Tanyanya dengan ekspresi tidak mengerti.

Dan tersenyum licik. Ia langsung menarik pinggang Emma ke arahnya, menatapnya penuh gairah, dan kembali melayangkan kecupan di bibir Emma tanpa persetujuan. Tangan Emma melayang di udara, siap memberikan tamparan karena sudah kurang ajar padanya. Tapi ia urungkan, karena ia cukup menikmatinya. Lalu, tangannya yang melayang, diraih oleh Dan, digenggam olehnya hingga kegiatan mereka selesai.

“Sekarang dan kedepannya, kamu harus menjagaku!” katanya berada perintah.

“Menjaga? Menjaga yang seperti apa?” Tanyanya dengan alis terangkat.

Dan menarik Emma sampai ke sofa, mengungkungnya dari atas. Tatapannya seolah mengunci bibir Emma yang hendak bertanya. Karena, tindakan ini baru bagi gadis sepolos Emma.

“Kamu milikku,” bisik Dan.

Tangannya dengan cepat menyentuh bagian perut Emma, membuat gadis itu menahan napas selama beberapa menit. Dan mengecup perutnya sekilas, lalu menunjukan ponsel milik Emma, membuat pemiliknya kecewa saat itu juga. Emma langsung duduk dan mengintip apa yang dilakukan Dan, pra itu tampak mengetikan beberapa digit angka.

“Nih, nomor aku, kamu bisa menghubungiku kalau sedang terancam,”

Emma tertawa, “Aku terancam? Bagaimana bisa? Aku ini terkenal berani loh, dan aku gak butuh pelindung,” jawabnya.

Dan tersenyum, “Lakukan hal yang sama untukku. Datanglah, kalau aku menghubungimu,” katanya.

Emma menganguk, “Oke. Jadi, anda memanggil saya hanya untuk ini?” Tanyanya.

Dan menggeleng, “Aku sedang mengklaimmu sebagai milikku, kamu gak takut?” Tanya Dan.

“Enggak lah! Kamu itu brengsek sih, kelihatannya, tapi aku suka tipe sepertimu. Oh ya, berapa usiamu?” Tanya Emma.

“Tiga puluh lima,” jawabnya cepat.

Emma tertawa, “Perfect! Akhinya, aku menemukan seorang pria sesuai kriteriaku,”

“Maksudnya?”

Emma bangkit, “Teruslah menjadi posesif, aku suka pria seperti itu,” kata Emma.

Selama bekerja, Emma terus saja memikirkan soal Dan. Pria itu sepertinya memang sesuai dengan kriterianya. Dingin, keras kepala, posesif, berbadan kekar, berusia tiga puluhan, dan yang paling terpenting, dia seorang Good Kisser. Ah, mengapa Emma seolah kejatuhan durian runtuh ya?

“Em…” panggil Bee.

“Iya Bee?” jawabnya tanpa menoleh.

Bee berdecak, “Kamu gak mau pulang, mau jaga kantor aja? Ini udah hampir jam sebelas loh, gak takut digigit hantu?” Tanyanya.

Emma melirik arlojinya, dan benar saja, sudah jam ssebelas malam. Dengan segera Emma merapikan barangnya, memasukan ke dalam tas, dan segera meninggalkan kantor.

“Kenapa aku sampai lupa waktu ya?” Tanya Emma kepada dirinya sendiri.

Ketika hendak menyetop taxi, ia merasa ada yang mengikutinya, tapi ketika ia menoleh…  tak ada siapapun. Dia mulai gelisah, karena tampaknya taxi  juga tak berniat muncul saat ini. Yah, seolah malam ini ia sedang apes. Tidak ada taxi yang lewat depan kantor. Karena merasa ada yang tidak beres, Emma memutuskan untuk berjalan kaki meninggalkan kantor menuju apartemennya.

“Aaaaaaa,” teriaknya ketika melihat dahan yang bergoyang.

Teriakannya yang nyaring terhenti ketika melihat seseorang yang muncul di balik dahan. Orang itu tersenyum ke arahnya, Emma tampak memicingkan mata, mencoba menajamkan matanya, apa benar ia mengenal orang itu.

“Hai Emma,” sapanya.

“Oh Hai,”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status