Share

CEO VISIT MY ROOM
CEO VISIT MY ROOM
Author: C R KHAN

PROLOG

Author: C R KHAN
last update Last Updated: 2021-05-15 15:23:12

Seorang gadis  berusia dua puluhan berjalan sendirian di malam hari. Bibirnya melengkung ke atas ketika melihat layar ponselnya yang mulai berdering. Setelah menggeser tombol hijau, ia menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

“Hallo, kenapa telepon malem-malem kayak gini? Elu gak lagi abis lihat hantu kan?” Tanyanya sambil cekikikan.

“Sumpah ya, harusnya gue gak telepon elu kalau akhirnya elu malah ngeluarin suara kayak gitu. Bisa gak sih serius kalau diajak ngomong?”

“Eh, gak mungkin kan elu kangen sama gue? Secara ya, kita itu sama-sama cewe… ogah gue kalau harus jadi sama elu,” kata gadis itu sambil menendang kerikil.

“Gue juga ogah. Walaupun gue belum pernah pacaran, gue gak mau jadi gila dengan milih elu,” kata gadis di seberang telepon.

Gadis di jalan itu pun terbatuk sesaat, “Udah deh ya, elu mau ngapain telepon gue? Bisa gak sih ngobrolnya nanti aja kalau gue udah pulang?” Tanyanya.

“Enggak! Ini urgen banget tahu gak!”

Gadis itu pun sekali lagi menendang kerikil, “Oke, jadi mau ngomong apa nih?”

“Lu dapet salam dari senior,”

“Bee, mau elu gue lempar ke jurang? Jangan ngada-ngada deh, senior siapa lagi? Gak kenal gue!”

Gadis di seberang telepon itu pun tertawa. Lalu ia berdehem beberapa kali. “Cek, cek, cek, perkenalkan saya Bee Rathford, gadis yang akan menjadi Miss Cupid khusus buat Emma Clife, yang selama ini single tanpa keterangan,” katanya mendeklarasikan diri.

“Eh, Emma Clife gak butuh Miss Cupid, karena dia akan cari cowo sendiri. Oh ya gue lupa bilang, kalau tipe gue itu ‘pria' bukan ‘cowo’,  elu paham kan maksudnya?” Tanya Emma tertawa. “Udah deh, sampai ketemu di kantor ya. Bye Bee,”

Gadis bernama Emma Clife itu pun memasukan ponsel ke dalam sakunya dan kembali melanjutkan langkahnya untuk kembali ke apartemen nya. Kurang lebih lima belas menit, dia akhirnya sampai juga.

“Ah, akhirnya sampai juga,” katanya langsung meloncat ke tempat tidur. Ia bahkan mengusap-usap pipinya di bantal.

Sebentar menatap langit, lalu ia tidak mengingat apapun selain mimpinya yang indah. Hah, setidaknya itu yang ia inginkan ketika matanya terpejam, yaitu mimpi indah. Entah mimpi indah yang sepeti apa, tapi yang pasti dia ingin mimpi yang dapat mempetemukannya dengan pria gambarannya.

Suara alarm panjang membuatnya terbangun. Hanya membuka mata, meraih alarmnya, lalu mematikannya. Dan kembali tidur. Namun, sekali lagi ia membuka matanya, melirik jam yang baru saja ia matikan.

“Aaaaaaa…aku terlambat!” jeritnya.

Melesat masuk ke kamar mandi, mencuci mukanya asal-asalan, dan bergegas untuk mengenakan pakaian formal seperti biasanya. Ia mencomot roti tanpa selai yang berada di dalam wadah, dan kembali berlarian keluar apartemen sambil menenteng tas di tangan kanan dan sepatu di tangan kiri.

“Taxi!” teriaknya sambil memakai sepatu.

Sebuah taxi berhenti di hadapannya, dengan cepat ia masuk dan menyebutkan alamat kantornya. Di dalam taxi, dia tidak tenang begitu saja, dia mengambil bedak dan lipstik. Memakainya dengan gerakan yang super cepat. Masa bodo dengan supir taxi yang sejak tadi memperhatikannya. Selesai memulas wajah, ponselnya berdering, nama Bee muncul di layar.

“Hallo Bee, gue lagi buru-buru nih,” kata Emma cepat.

“Gue juga lagi gak bercanda. Big Boss nyari elu tuh, katanya kalau gak dateng dalam waktu lima menit, karier lu ter-an-cam,” jawab Bee dengan penekanan pada kata terakhir.

“I’m coming!” teriakku setelah membayar taxi dan berlarian ke kantor.

“Emma, elu harus tahu kalau Big Boss kita itu_”

“Udah ya Bee, gue gak bisa ngobrol banyak sama elu. Bye…”

Terpaksa ia memutuskan panggilan sebelum Bee menceritakan hal yang sama sekali tak ingin Emma dengar. Seperti gosip tentang manajer operasional yang katanya menikah dengan brondong, divisi Riset dan Develompment yang kedatangan intern tampan lah, atau bos mereka yang punya anak tampan, lalu sekarang apa lagi?

“Mba, Big Boss udah dateng?” Tanya Emma sambil merapikan kemejanya.

“Udah sih, beliau ada di ruangannya. Tapi Mba, ada berita loh_”

“Entar aja ceritanya, di kantin sama Bee juga. Sekarang ada yang jauh lebih penting daripada gosip, oke?”

Emma dengan cepat melesat masuk setelah mengetuk pintu berulang kali. Tak mendengar jawaban, ia langsung membuka pintunya. Dan terjadilah sesuatu yang tidak diinginkan.

“Ah?”

Emma menahan kedua tangannya yang saat ini tampak kesakitan. Belum lagi rasa malu yang sungguh luar biasa ketika harus melakukan kesalahan yang cukup memalukan—sekaligus menegangkan. Emma melirik ke bawah—ke bibirnya yang tampak bersentuhan dengan milik orang lain. Dan pemiliknya kini sedang menatapnya.

“Maaf, gak sengaja,” katanya.

“Kayaknya lebih baik kamu bangun dulu dari sini, dan kita bisa bicara setelahnya,” katanya tegas.

Emma bangkit dan langsung terduduk di lantai. Wajahnya tertunduk menahan rasa malu. Sekarang, ia seperti pembantu yang sedang menunggu perintah Sang Majikan. Entahlah, ia bahkan tidak mengenal orang yang berdiri di hadapannya. Eh, tapi bukannya dia berada di ruangan Big Boss?

“Kamu Emma Clife?” Tanyanya.

Emma meneguk ludahnya, ia bahkan sampai tersepesona hanya karena mendengar suaranya yang sangat sexy. Ia bahkan terus menatap pria berbadan kekar dengan otot yang sejak tadi menyembul di balik jas nya. Ah, bagaimana rasanya memeluk tubuh itu ya?

“Emma Clife,” panggilnya sekali lagi.

“Iya, saya Emma,” kata Emma cepat.

Pria itu mengulurkan tangan ke arah  Emma, “Saya Dan Joobs, CEO baru di perusahaan ini, mohon kerjasamanya,” katanya dengan suara yang berat.

Emma langsung berdiri, “Ha? CEO baru? My Big Boss? Kamu, eh Mr. Dan Joobs, selamat datang,” sambut Emma cepat, ia membalas uluran tangan Dan juga.

“Terimakasih, sambutan yang sangat menakjubkan,” bisiknya sambil mendekat.

Emma menatap Dan, “Maksudnya?” Tanyanya dengan ekspresi tidak mengerti.

Dan tersenyum licik. Ia langsung menarik pinggang Emma ke arahnya, menatapnya penuh gairah, dan kembali melayangkan kecupan di bibir Emma tanpa persetujuan. Tangan Emma melayang di udara, siap memberikan tamparan karena sudah kurang ajar padanya. Tapi ia urungkan, karena ia cukup menikmatinya. Lalu, tangannya yang melayang, diraih oleh Dan, digenggam olehnya hingga kegiatan mereka selesai.

“Sekarang dan kedepannya, kamu harus menjagaku!” katanya berada perintah.

“Menjaga? Menjaga yang seperti apa?” Tanyanya dengan alis terangkat.

Dan menarik Emma sampai ke sofa, mengungkungnya dari atas. Tatapannya seolah mengunci bibir Emma yang hendak bertanya. Karena, tindakan ini baru bagi gadis sepolos Emma.

“Kamu milikku,” bisik Dan.

Tangannya dengan cepat menyentuh bagian perut Emma, membuat gadis itu menahan napas selama beberapa menit. Dan mengecup perutnya sekilas, lalu menunjukan ponsel milik Emma, membuat pemiliknya kecewa saat itu juga. Emma langsung duduk dan mengintip apa yang dilakukan Dan, pra itu tampak mengetikan beberapa digit angka.

“Nih, nomor aku, kamu bisa menghubungiku kalau sedang terancam,”

Emma tertawa, “Aku terancam? Bagaimana bisa? Aku ini terkenal berani loh, dan aku gak butuh pelindung,” jawabnya.

Dan tersenyum, “Lakukan hal yang sama untukku. Datanglah, kalau aku menghubungimu,” katanya.

Emma menganguk, “Oke. Jadi, anda memanggil saya hanya untuk ini?” Tanyanya.

Dan menggeleng, “Aku sedang mengklaimmu sebagai milikku, kamu gak takut?” Tanya Dan.

“Enggak lah! Kamu itu brengsek sih, kelihatannya, tapi aku suka tipe sepertimu. Oh ya, berapa usiamu?” Tanya Emma.

“Tiga puluh lima,” jawabnya cepat.

Emma tertawa, “Perfect! Akhinya, aku menemukan seorang pria sesuai kriteriaku,”

“Maksudnya?”

Emma bangkit, “Teruslah menjadi posesif, aku suka pria seperti itu,” kata Emma.

Selama bekerja, Emma terus saja memikirkan soal Dan. Pria itu sepertinya memang sesuai dengan kriterianya. Dingin, keras kepala, posesif, berbadan kekar, berusia tiga puluhan, dan yang paling terpenting, dia seorang Good Kisser. Ah, mengapa Emma seolah kejatuhan durian runtuh ya?

“Em…” panggil Bee.

“Iya Bee?” jawabnya tanpa menoleh.

Bee berdecak, “Kamu gak mau pulang, mau jaga kantor aja? Ini udah hampir jam sebelas loh, gak takut digigit hantu?” Tanyanya.

Emma melirik arlojinya, dan benar saja, sudah jam ssebelas malam. Dengan segera Emma merapikan barangnya, memasukan ke dalam tas, dan segera meninggalkan kantor.

“Kenapa aku sampai lupa waktu ya?” Tanya Emma kepada dirinya sendiri.

Ketika hendak menyetop taxi, ia merasa ada yang mengikutinya, tapi ketika ia menoleh…  tak ada siapapun. Dia mulai gelisah, karena tampaknya taxi  juga tak berniat muncul saat ini. Yah, seolah malam ini ia sedang apes. Tidak ada taxi yang lewat depan kantor. Karena merasa ada yang tidak beres, Emma memutuskan untuk berjalan kaki meninggalkan kantor menuju apartemennya.

“Aaaaaaa,” teriaknya ketika melihat dahan yang bergoyang.

Teriakannya yang nyaring terhenti ketika melihat seseorang yang muncul di balik dahan. Orang itu tersenyum ke arahnya, Emma tampak memicingkan mata, mencoba menajamkan matanya, apa benar ia mengenal orang itu.

“Hai Emma,” sapanya.

“Oh Hai,”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEO VISIT MY ROOM   CEO VISIT MY ROOM (15)

    Dan membuka matanya yang terasa agak sedikit berat. Bibirnya dengan cepat mengecup bahu telanjang milik Emma yang berada tepat di hadapannya. Gadis itu masih terlelap dengan wajah yang penuh dengan air mata.“Hhhmm,” lenguh gadis itu pelan.“Sorry,” bisik Dan.Ketika suara dalam Dan terdengar, Emma perlahan membuka matanya. Ia menyingkap selimut yang membelit tubuhnya, lalu beranjak menuju kamar mandi dengan tubuh polosnya.“Kamu sengaja godain aku ya, Sayang?” tanya Dan setengah berteriak.“Enggak ya! Kamu aja yang pikirannya kotor!” balas gadis itu.“Iya sih. Lihat kamu pakai baju lengkap aja, aku udah tergoda. Apalagi lihat kamu yang polos gitu ya, Sayang.”“Ih, apaan sih?”Emma keluar dari kamar mandi lima belas menit kemudian. Mengenakan bathrobe, ia berjalan mendekat ke arah lemari kaca. Dari tempatnya, Dan masih saja mengawasi dengan s

  • CEO VISIT MY ROOM   CEO VISIT MY ROOM (14)

    Dan membuka matanya yang terasa agak sedikit berat. Bibirnya dengan cepat mengecup bahu telanjang milik Emma yang berada tepat di hadapannya. Gadis itu masih terlelap dengan wajah yang penuh dengan air mata.“Maafkan aku, Em,” bisiknya.Dan meninggalkan Emma di tempat tidur. Ia sendiri meraih ponselnya yang berada di atas nakas. Kala tangannya sibuk menekan rentetan nomor, ia tidak sengaja menjatuhkan tas Emma yang mengakibatkan isinya jatuh berantakan.Pria itu merapikan barang-barang yang terjatuh dengan tangannya yang bebas. Tepat ketika Sang Sekertaris menjawab panggilan, tangannya meraih amplop berwarna cokelat. Matanya terbelaka dan seketika rahangnya mengeras.“Pagi Pak,” sapa sekertarisnya.“Handle semua pekerjaan saya di kantor. Dan tolong beritahu ke pihak HRD bila Emma Clife ijin untuk tidak ke kantor hari ini.“Baik, Pak.”“Oh satu lagi, pastikan untuk mengawasi Emma Clife ya

  • CEO VISIT MY ROOM   CEO VISIT MY ROOM (13)

    Emma membuka matanya yang terasa amat berat. Ia sama sekali tidak menyangka bila Dan bisa melakukan hal sekasar itu padanya. Di tempatnya, air matanya menetes menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.Memang, ini bukan pertama kalinya bagi Emma, karena ia telah melakukannya bersama Dan sebelumnya. Tapi, kali ini pria itu benar-benar melalukannya dengan kasar dan berulang kali.Tangisannya yang lirih ternyata mengusik Dan yang berada di sisinya. Pria itu meletakan dagunya di bahu polos milik Emma sambil meghembuskan napas hangat.“Kamu nangis?” tanyanya tekejut.“Enggak,” jawab Emma terdengar sengau.Dan langsung membalikkan tubuh gadis itu hingga berhadapan dengannya. “Hei, ada apa? Apa aku menyakitimu semalam?” tanyanya merasa bersalah.Emma menganguk, “Kamu kasar, Dan!” makinya.Dan menganguk, “Maaf, Sayang,” katanya lriih.Emma menepuk dada bidang pria itu beberapa ka

  • CEO VISIT MY ROOM   CEO VISIT MY ROOM (12)

    Dua hari setelahnya, informasi tentang Mark Gaston ada di mejanya. Ia membuka amplop berwarna cokelat itu dengan menggebu, ia sudah tidak sabar ingin membaca segalanya dengan cepat. Hampir semua informasi tentang pria itu tertulis dengan sangat rapi. Membaca tiap informasi itu membuat bibirnya tersenyum, ia tak menyangka saingannya akan se-low profile itu. Bahkan tidak ada seujung kuku pun darinya.Chuck Bass menghubungi untuk membahas proyek terbaru yang sedang dijalankan. Biasanya, mereka akan membahas pekerjaan sambil menikmati minuman di bar, kadang pula ditemani para wanita yang nantinya akan berujung di atas tempat tidur. Namun, kali ini Dan meminta Chuck datang ke kantornya.“Lu gila ya? Biasanya juga kita bahas proyek di bar, tumben di ruangan elu yang cupu ini!” Tanya Chuck satu menit setelah masuk ke ruangan Dan.Dan hanya memutar matanya malas. “Ganti suasana,” ujarnya dengan wajah dinginnya.“Elu mau gue cariin ka

  • CEO VISIT MY ROOM   CEO VISIT MY ROOM (11)

    Dan menatap ke luar ruangan, bahkan ia dengan sengaja meminta sekertarisnya untuk menanggilkan Emma ke ruangannya. Tapi, malangnya, semua orang pergi makan siang, termasuk Emma juga. Sepertinya, hanya dirinya yang melupakan jam makan siang. Dan berjalan menuju pantri untuk mengambil secangkir kopi, sembari mengetikan pesan untuk sekertarisnya mengenai menu makan siang.“Ya udah, kamu makan yang banyak. Takutnya nanti kamu pingsan gara-gara gak makan siang lagi,” Suara itu, terdengar sangat jelas. Bahkan, Dan harus mengintip melalui sela-sela ruangan hanya untuk memastikan dugaannya tidak salah.“Jangan cuman ngomongin aku terus. Kamu juga harus makan dong, kan gak keren kalau kamu yang malah pingsan.”Mark menganguk, “Yah, kamu benar. Kalau aku pingsan, siapa yang akan menjaga kamu yah?” Tanyanya tersenyum.“Gak cocok banget!” cemooh Emma.Dan meremas tangannya kuat. Mereka berdua begitu memuakan bagi

  • CEO VISIT MY ROOM   CEO VISIT MY ROOM (10)

    Emma melirik Bee sekilas, lalu ia kembali menatap komputer di hadapannya dengan tatapan yang serius. Bee yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya tak mengerti. Namun, Emma kembali meliriknya sebentar dan melakukan tingkah anehnya secara terus menerus.“Kepala elu gak teleng apa lirik gue mulu?” Tanyanya.“Enggak! Gue pengen curhat, tapi bingung mau ceritanya dari mana,”“Kalau mau cerita ya cerita aja, kayak sama siapa aja.”“Bingung mau mulainya dari mana, Bee,”Bee tampak gemas, “Lama-lama gue lempar mouse baru tahu rasa ya! Cepet cerita gak, kalau enggak kita gak sahabatan lagi loh!” ancam Bee.Hingga akhinya waktu kerja mereka terbuang selama setengah jam hanya untuk sesi curhat. Bee yang menjadi pendengar pun hanya mengangukan kepala dengan tatapan yang serius. Emma menggelengkan kepala dengan gerakan yang lain juga, ia hanya ingin mendengar komentar sahabatnya tenta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status