Share

CEO VISIT MY ROOM (1)

Emma tersenyum pada pria yang ada di hadapannya. Pria itu juga melakukan hal yang sama dengannya. Yah, tak ada salahnya kan kalau berbaik hati menyapa orang yang sebenarnya tidak kita kenal? Eh tunggu, jangan bilang kalau dia adalah pria yang diceritakan Bee? Yah mungkin saja.

“Bee sudah menceritakan padamu ya?” Tanya pria itu.

Emma tersenyum, “Yah, dia hanya mengatakan ada yang menitip salam, tapi aku tidak tahu siapa orangnya,” jawab Emma.

“Dulu kita satu sekolah, Em, apa kamu tidak mengingatku?”

Emma menggeleng, “Oh maaf, aku tidak mengingatmu,”

Pria itu menghentikan langkahnya, dan dengan berani menarik tangan Emma begitu saja. Menggenggamnya seraya berkata, “Aku Nate, kakak tingkatmu di kampus. Apa kamu sudah mengingatku?” Tanyanya yang langsung dijawab Emma dengan gelengan. “Dulu aku pernah mengatakan kalau kamu itu cewe biasa yang sampai kapan pun tidak akan punya pasangan,” tambahnya.

Sontak Emma langsung melepaskan genggaman tangannya. “Oh, aku mengingatnya sekarang. Kakak kelas yang berengsek! Itu dirimu, dan sampai kapan pun aku tidak akan berteman denganmu,” kata Emma berjalan pergi.

Nate menarik lengannya, “Hei tunggu dulu, tidak baik berjalan sendirian di jam segini. Aku akan mengantarmu ya,” katanya.

Emma membanting tangannya, “Gak perlu! Bukannya kamu yang sudah menghinaku dulu, lalu mengapa kamu titip salam untukku?” Tanya Emma siap murka.

Nate tertawa, “Gak ada yang tahu kalau cewe sepertimu akan menjadi bidadari ketika dewasa. Wajahmu yang membuat cowo mana pun bernapsu, lalu bentuk tubuhmu yang menakjubkan, siapa yang tidak mau membawamu ke tempat tidur?” Tanyanya seraya membelai rambut Emma.

Emma menamparnya, “Jangan kurang ajar! Aku bisa berteriak disini!”

“Berteriaklah, dan akan kupastikan kalau tidak ada satu pun yang mendengarmu. Lihatlah, sekarang sudah tengah malam, tidak ada orang  yang akan membantumu,” bisiknya.

Emma berlari, masuk melewati jalan besar yang tampak sepi. Kalau menurut perkiraan, dia akan sampai sekitar sepuluh menit lagi di apartemen. Sekarang sudah jam dua belas lebih, maka ia akan sampai sebentar lagi.

Terdengar suara langkah kaki yang berjalan mengikutinya. Itu pasti Nate, dia sengaja mengertak Emma hanya untuk kepuasannya. Emma menoleh, dan tepat saat itu matanya bertatapan dengan Nate yang berjalan dengan santai ke arahnya. Yah, ia harus bisa menahan rasa takutnya hingga apartemen. Nah, sebuah apartemen miliknya sudah ada di depan mata. Ia hanya tinggal naik ke lantai dua, menekan pasword, dan masuk ke dalam. Yah, Emma pasti bisa melakukannya.

Selama menaiki satu tangga, rasanya sungguh lama. Belum lagi, langkah kaki Nate yang terdengar begitu panjang. Emma tampak ketakutan, hampir dua kali ia salah menekan pasword. Satu kali lagi salah, maka ia tak bisa masuk. Hah, baiklah, ia harus fokus tanpa harus melihat ke belakang. Tap Tap Tap, dan bip. Ah, syukurlah pintu bisa terbuka. Tapi, ketika Emma hendak menutup pintu, dengan cepat Nate menyelinap masuk tanpa permisi.

“Apa yang kamu lakukan?” Tanya Emma berteriak.

Nate tak peduli dengan teriakan Emma, dia memilih berkeliling ruangan apartemen. “Apartemenmu boleh juga, lumayan untuk tempat tinggal kita berdua,” katanya.

“Jangan harap!” jawab Emma kesal.

Nate mendekat padanya, “Aku suka gadis keras kepala, karena biasanya cukup nikmat. Memberontak, itu yang kucari,” bisiknya.

Emma mendorongnya menjauh, “Terserah apa katamu, tapi aku tidak peduli. Lebih baik, kamu pergi dari sini sebelum aku menelepon polisi,” kata Emma tenang.

Nate tertawa keras, “Lakukan! Mereka tidak akan percaya ucapanmu,” katanya pongah.

Emma menganguk, “Yah, katakan itu nanti setelah polisi datang dan berdiri di hadapanmu, semoga saja kulitmu tidak gemetar,” ujar Emma. Ia mengeluarkan ponselnya, lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga setelah menekan nomor telepon.

“Hallo Pak, ada orang gila yang masuk ke apartemen saya. Dia sepertinya ingin melecehkan saya, dia sudah mengikuti saya sejak pulang kantor. Sekarang dia bersama saya. Baik, Pak, saya tunggu kedatangannya,” kata Emma tersenyum.

“Kamu benar menghubungi polisi?” Tanyanya dengan wajah pias.

Aku menganguk, “Iya. Kamu pernah mengenalku kan, harusnya kamu tahu kalau aku tidak pernah main-main dengan ucapanku,” kata Emma tersenyum.

“Jangan lakukan itu padaku, atau kamu tahu akibatnya. Sebelum polisi datang, aku akan menidurimu,” katanya tersenyum licik.

Emma tampak ketakutan, tapi setelahnya ia melangkah mendekat ke arah Nate. Bibirnya tersenyum ketika melihat lutut Nate yang tampak gemetaran sewaktu Emma menggenggam gunting di tangannya. “Lakukan apa yang kamu inginkan,” ujarnya pelan.

Wajah ketakutan Nate secepat itu berubah, dia langsung mendorong Emma ke sofa, kini Emma terkungkung di bawah Nate. Pria itu tersenyum licik, “Kamu baru saja mengatakannya, maka jangan menyesal,” bisiknya.

Emma memejamkan mata, menahan rasa takut dan pasrah secara bersamaan. Namun, ketika Nate hendak mendekat ke arahnya, ia mendengar suara hantaman yang cukup keras.

“Kurang ajar!” teriak seseorang.

Emma melihat dengan mata kepalanya sendiri terjadi perkelahian antara dua orang. Nate berkelahi dengan siapa? Wajahnya tidak begitu terlihat, karena dari jauh. Untungnya, pria itu mampu melumpuhkan Nate dengan cepat. Emma tampak bersyukur, tapi sepertinya sama saja, karena ia pun tak mengenal pria itu.

“Emma,” panggilan itu membuatnya membuka mata.

Emma berlari ke pelukan pria itu ketika ia tahu siapa orang itu. “Dan, syukurnya itu kamu. Aku gak tahu lagi harus ngapain kalau enggak ada kamu. Aku takut, Dan, dia hampir melecehkan aku,” tangisnya pecah malam itu.

Tak lama setelah itu, suara sirene polisi terdengar. Beberaoa orang berseragam polisi datang dan langsung menyeret Nate keluar dari apartemen. Emma menghela napas panjang, ia langsung jatuh terduduk. Tubuhnya lemas, hanya karena kejadian tadi. Dan menyodorkan segelas air putih kepada Emma.

Emma menggeleng, tapi Dan tetap memintanya untuk minum. Dan meminum air putih itu, lalu langsung memasukan air ke mulut Emma melalui mulutnya juga. Beberapa tetes air berjatuhan ke lantai, hal itu justru membuat keduanya tertawa.

“Makasih, Dan,” bisik Emma di pelukan Dan.

Dan menganguk, “Iya, maaf juga karena aku lancang masuk ke apartemen kamu,”

Emma mengurai pelukannya, “Oh benar juga, gimana caranya kamu bisa masuk?”

“Aku cari alamat kamu di biodata karyawan, terus paswordnya sengaja aku coba tanggal lahir kamu, tapi gak bisa. Akhirnya aku pakai angka yang gampang, dan akhirnya jadi,” jelasnya tertawa.

Emma mendesis, “Licik ya Bapak!” katanya.

“Tapi ada untungnya juga aku berbuat nekat, kalau terlambat semenit saja… aku yang kecewa,”

Emma meliriknya, “Kenapa? Gak dapat my first virgin?” Tanya Emma.

Dan menggeleng, “Enggak dong, gak gitu!”

“Terus?”

“Tapi aku gak nolak kalau kamu mau kasih sih,”

Emma diam saja, lalu hening seketika. Dan melirik Emma sekilas, lalu ia mendekatkan wajahnya pada Emma. “Tadi, kamu diapain aja? Mana aja yang dipegang sama dia?” Tanyanya posesif.

“Hah? Tadi sih dia pegang tanganku, uhm… lebih tepatnya sih mencengkeram tanganku. Terus dia juga tadi dorong aku ke sofa, terus ngungkung tubuh aku gitu,” adunya pada Dan.

Matanya tampak menggelap, lalu ia langsung mencengkeram lengan Emma. Mendorongnya ke sofa, hingga membuatnya jatuh di sofa dengan posisi Emma dibawah, Dan diatas.

“Kamu mau ngapain?” Tanya Emma.

“Mau menghapus jejak Si Brengsek!” jawabnya.

Emma tertawa, “Kalau dia Brengsek, kamu apa dong?” Tanya Emma.

“Aku Si Brengsek yang tampan,” jawabnya.

Emma tertawa, “CEO visit my room in the night, kira-kira apa yang dia lakuin ya?” Tanyanya.

“I want to kiss you,” jawabnya.

Emma memejamkan mata, lalu Dan langsung menggigit bibirnya cukup keras. Ia melumatnya dengan sedikit kasar. Mencoba menghapus jejak yang diciptakan Nate di sekitar tubuh Emma. Punggung, telapak, serta pergelangan tangan, lalu bahu, leher, sampai ke dada.

“Kayaknya gak sampai situ deh,” kata Emma menahan geli.

Dan menggeleng, “Entahlah, aku mulai ketagihan dengan tubuhmu. Boleh aku menjadi yang pertama?” Tanya Dan menatapnya penuh gairah.

“Gak sekarang! Aku masih trauma tahu, besok aja kapan-kapan ya My CEO,”

Dan kembali menunduk dan mengecup bibirnya. “Oke, aku tahu situasimu,” katanya kembali mengecupinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status