Share

cepat 2

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2025-04-06 13:24:11

Arman berlari ke arah Asha, namun bayangan hitam itu bergerak cepat, menempel di dinding, dan menyerangnya dengan gerakan yang tidak manusiawi. Sebelum ia sempat meraih Asha, tangan panjang Siska mencengkeram tubuhnya, menariknya dengan kekuatan yang tak terkira. Arman berusaha melawan, meronta, namun cengkeraman itu semakin kuat, hampir membuat tulangnya retak.

Siska melemparkan Arman sampai punggung Arman beradu dengan dinding rumah. Dan dengan gerakan secepat kilat, Siska menatap ke arah Asha, anaknya, tertawa menyeringai, lalu mencekik Asha hingga tubuh sang anak terangkat jauh di atas lantai.

Pekikan ketakutan Asha bercampur dengan tawa menyeramkan dari Siska.

“Asha!” teriak Arman sekali lagi, mengulurkan tangan dengan sisa kekuatan yang dimilikinya.

Namun Asha mulai terdiam, sementara itu warna bola mata Siska semakin menghitam. Siska menatap Asha dengan penuh kebencian, dan Arman tahu bahwa ada kekuatan gelap yang menguasai istrinya. Ini bukan lagi Siska yang ia kenal. Ini adalah sesuatu yang jauh lebih buruk.

Dengan segenap kekuatan, Arman akhirnya berhasil melepaskan diri. Ia berlari keluar dari kamar dengan napas tersengal-sengal, bergegas menuju tangga dan keluar melalui pintu depan. Lariannya terhenti begitu ia berada di halaman rumah, tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa terperangkap dalam sebuah mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.

Di luar, malam semakin gelap. Angin berhembus kencang, dan suasana semakin mencekam. Arman memandang rumahnya sekali lagi, merasa seolah-olah ada mata-mata yang mengawasinya dari dalam. Ia berlari ke arah jalan utama, menerobos kegelapan, berharap bisa menemukan bantuan.

~~

"Pak Arman! Ada apa?!" teriak Pak Darto, tetangga yang tinggal beberapa rumah dari mereka, yang keluar dari pintunya begitu melihat Arman berlari panik dan menggedor pintu rumah Darto, kepala RT di sana.

"Ada sesuatu yang salah, Pak Darto! Tolong! Tolong bantu saya!" suara Arman hampir pecah karena ketakutan. "Istri saya... Mence ki k anak saya… ada yang merasuki Siska! Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan!"

Pak Darto yang terkejut segera memanggil beberapa tetangga yang lain. Dalam hitungan detik, rumah Arman dikelilingi oleh orang-orang yang khawatir. Beberapa dari mereka mencoba menenangkan Arman, sementara yang lain tampak bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Dengan tangan gemetar, Arman menelepon orang tuanya yang tinggal di kecamatan sebelah. Tapi sayangnya, orang tuanya tak kunjung menerima panggilan teleponnya.

Arman lalu segera mengetik pesan pada orang tuanya.

[Papa, Mama! Tolong ke rumah Arman sekarang! Asha dalam bahaya!]

Lelaki itu lalu mengarahkan tatapan matanya ke arah para tetangga lagi.

"Siska… dia bukan Siska lagi," Arman terus merengek, matanya tidak bisa melepaskan pandangannya dari rumahnya yang gelap. "Asha—Asha ada di dalam! Tolong, kita harus masuk!"

Tetangga-tetangga Arman berdiri ragu-ragu. "Ayo, kita harus hubungi polisi!" usul salah seorang dari mereka.

Namun, sebelum ada yang bisa bergerak, mereka dikejutkan oleh suara keras dari dalam rumah. Suara benda jatuh, disusul oleh teriakan yang mengenaskan. Semua orang di luar terdiam, seolah waktu berhenti sejenak. Arman berlari kembali ke rumahnya, diikuti oleh beberapa tetangga yang ketakutan.

~~

Sesampainya di depan pintu, Arman membuka pintu dengan cepat, matanya melotot, mencari-cari sosok Siska dan Asha. Tapi, yang ia temui justru pemandangan yang membuatnya hampir terjatuh.

Siska—atau apa pun itu yang kini menguasai tubuhnya—berdiri di tengah ruang tamu, wajahnya bengis, tubuhnya terbungkus dalam bayangan hitam. Dan pada saat itu, tubuh Siska melompat ke depan dengan kecepatan yang luar biasa, meluncur seperti sesuatu yang tak manusiawi. Dengan suara keras, kepalanya membentur lantai, terdengar seperti tulang yang retak.

Semua orang yang menyaksikan itu tersentak mundur, terkejut dan ngeri. Siska—atau entitas yang merasuki tubuhnya—terkulai tak bergerak di lantai.

Arman terdiam, matanya terbuka lebar. Ia berjalan pelan menuju tubuh Siska yang tergeletak di lantai, khawatir jika itu hanya jebakan.

"Tidak… tidak mungkin," bisiknya. "Apa yang terjadi denganmu, Siska?"

Namun, tidak ada jawaban.

Tiba-tiba, suara ponsel Arman berdering, memecah keheningan yang menegangkan. Dengan tangan gemetar, ia mengangkatnya.

"Hallo?" suara Arman terdengar lemah.

"Arman?" suara di seberang telepon terdengar sangat familiar, namun penuh dengan kecemasan. Itu adalah suara Ayahnya. "Kami mendengar tentang apa yang terjadi. Kami akan datang sekarang juga, tunggu kami di sana."

"Ayah… tolong cepat. Aku—aku tidak tahu lagi harus bagaimana," jawab Arman dengan suara penuh kepanikan.

~~

Beberapa menit kemudian, orang tua Arman tiba. Mereka segera memasuki rumah dengan langkah cepat, melihat Siska yang tergeletak di lantai, sementara Arman duduk di sudut ruangan, wajahnya pucat dan penuh ketakutan.

"Arman, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ayahnya, suaranya keras, penuh otoritas.

"Papa… Mama …" suara Arman bergetar. "Ini bukan Siska lagi. Aku… aku tidak tahu apa yang terjadi pada kami."

Orang tua Arman saling berpandangan. Wajah mereka berubah serius, lebih dari sebelumnya. Mereka tahu ada sesuatu yang sangat buruk sedang terjadi, dan mereka tidak bisa membiarkan itu terus berlangsung.

"Jangan khawatir, Arman. Kami di sini. Kita akan cari tahu apa yang sebenarnya terjadi," kata mamanya dengan suara yang menenangkan. Tapi matanya penuh kekhawatiran.

Namun, Arman merasa ada yang tidak beres. Sosok di depan mereka—Siska yang tergeletak tak bergerak—tiba-tiba bergerak sedikit. Perlahan, tubuh itu mulai mengangkat kepalanya, menatap Arman dengan mata yang tidak lagi manusiawi, dipenuhi dengan kekuatan gelap yang tak terbayangkan.

Sekelip mata, Siska melompat ke arah Arman, dan dalam sekejap, rumah itu dipenuhi dengan suara teriakan dan Siska menyemburkan da ra h hitam kental dari mulutnya.

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 6

    Arman terdiam, memandang sesajen di ruang tamunya dengan pandangan tak percaya. Ayahnya berdiri di sampingnya, menutup hidung sambil sesekali memandangi pintu dan jendela rumah. “Pintunya terkunci, kan?” tanya Ayahnya dengan suara rendah namun tegas. Arman mengangguk, lalu segera memeriksa kunci pintu utama. Setelah memastikan kuncinya masih dalam keadaan terkunci rapat, ia bergegas menuju jendela, memeriksa satu per satu dengan hati-hati. Tidak ada yang terbuka. Semuanya terkunci dari dalam. “Tidak mungkin ada yang masuk, Yah,” ujar Arman, suaranya bergetar. “Tapi kalau tidak ada yang masuk, bagaimana benda ini bisa ada di sini?” Ayahnya menatap sesajen itu dengan mata tajam. Wajahnya memancarkan kecemasan yang ia coba sembunyikan. “Ini pertanda buruk. Rumah ini sudah tidak aman lagi, Arman.” Arman menggigit bibir, menahan gejolak di dadanya. Ia tahu Ayahnya jarang berbicara seperti itu. “Kalau begitu, aku harus pergi dari sini malam ini.” “Ya,” jawab Ayahnya cepat. “Ambil bar

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 5

    Jeritan perawat itu menggema di sepanjang lorong, membuat suasana rumah sakit yang semula tenang berubah mencekam. Arman, Ayahnya, dan Pak Ahmad segera berdiri, langkah mereka tertuju pada pintu ruang ICU yang kini terbuka sedikit. Seorang perawat berlari keluar dengan wajah pucat pasi, napasnya terengah-engah. “Ada apa, Sus?” tanya Arman, mencoba menahan rasa paniknya. “Pasien—istri Bapak,” perawat itu terisak, suaranya bergetar. “Dia… dia tiba-tiba bangun dan berteriak. Padahal dia belum sadar penuh dari operasi. Tangan dan kakinya bergerak tidak terkendali… seolah-olah ada sesuatu yang menggerakkan tubuhnya. Padahal seharusnya pasien masih dalam pengaruh obat bius pasca operasi.” Pak Ahmad melangkah maju, wajahnya dingin namun serius. “Saya harus masuk. Ini bukan sekadar efek medis.” “Pak, kami tidak bisa mengizinkan sembarang orang masuk ke ruang ICU,” kata perawat itu, meskipun tubuhnya gemetar. “Saya tahu apa yang saya lakukan,” ujar Pak Ahmad dengan nada tegas. “Percayala

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 4

    Lorong rumah sakit terasa semakin dingin saat Arman, Ayahnya, dan Ibu Arman menghentikan langkah mereka. Bayangan hitam yang tadi dilihat oleh Asha masih terpatri di benak Arman. Namun, perhatian mereka kini tertuju pada pria paruh baya yang berdiri di depan mereka. Dengan kemeja putih lusuh dan peci di atas kepalanya, pria itu tampak serius namun tenang.“Bapak dan keluarga maaf kalau saya mengganggu,” ucap pria itu sambil menundukkan kepalanya sedikit. “Saya Pak Ahmad. Saya juga wali pasien di rumah sakit ini. Tapi saya tidak bisa diam melihat situasi keluarga Bapak tadi di lorong.”Arman menatap pria itu dengan ragu. Ia merasakan dorongan kuat untuk menolak berbicara dengannya, namun ada sesuatu di tatapan pria itu—kejujuran dan ketegasan yang sulit diabaikan. Ayahnya, di sisi lain, menyipitkan mata, mencoba menilai niat Pak Ahmad.“Kami sedang tidak ingin berbicara dengan orang asing, Pak,” ujar Ayahnya datar, memalingkan wajah.Pak Ahmad mengangguk, tidak terlihat tersinggung. “S

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 3

    Darah hitam kental itu menyembur dari mulut Siska, memercik ke lantai dan dinding, meninggalkan aroma busuk yang menusuk. Tubuhnya terhuyung ke belakang, lalu terjatuh dengan suara gedebuk keras. Kepalanya menghantam lantai, membuat semua orang di ruangan itu menahan napas.“Siska!” Arman berlari mendekati tubuh istrinya, tetapi Ayahnya dengan cepat menariknya mundur.“Jangan sentuh dia, Arman!” seru Ayahnya, suaranya penuh perintah dan kepanikan.Siska terbaring tak bergerak, wajahnya memucat seperti mayat. Napasnya hampir tak terdengar, sementara tubuhnya gemetar, seperti tersiksa oleh sesuatu yang tak kasat mata. Ibu Arman segera mengambil selimut yang terlipat di sofa, menutupinya untuk menghangatkan tubuhnya yang mulai dingin.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang!” ujar Ayahnya.Arman mengangguk, masih gemetar. Ia mengulurkan tangan untuk membantu mengangkat Siska, tetapi tubuh istrinya terasa sangat berat, seolah ada sesuatu yang menahan mereka. Butuh seluruh kekuatan

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 2

    Arman berlari ke arah Asha, namun bayangan hitam itu bergerak cepat, menempel di dinding, dan menyerangnya dengan gerakan yang tidak manusiawi. Sebelum ia sempat meraih Asha, tangan panjang Siska mencengkeram tubuhnya, menariknya dengan kekuatan yang tak terkira. Arman berusaha melawan, meronta, namun cengkeraman itu semakin kuat, hampir membuat tulangnya retak.Siska melemparkan Arman sampai punggung Arman beradu dengan dinding rumah. Dan dengan gerakan secepat kilat, Siska menatap ke arah Asha, anaknya, tertawa menyeringai, lalu mencekik Asha hingga tubuh sang anak terangkat jauh di atas lantai. Pekikan ketakutan Asha bercampur dengan tawa menyeramkan dari Siska. “Asha!” teriak Arman sekali lagi, mengulurkan tangan dengan sisa kekuatan yang dimilikinya.Namun Asha mulai terdiam, sementara itu warna bola mata Siska semakin menghitam. Siska menatap Asha dengan penuh kebencian, dan Arman tahu bahwa ada kekuatan gelap yang menguasai istrinya. Ini bukan lagi Siska yang ia kenal. Ini ad

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 1

    CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN! "Pa, cepat pulang! Mama jadi setan!"Suara itu melengking di ujung telepon, membuat Arman terlonjak dari tidur. Jantungnya berdegup kencang, tangan menggenggam ponsel begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia menatap layar yang berkedip-kedip, menampilkan nama putrinya, Asha, yang baru berusia tujuh tahun.“Asha? Apa maksudmu?” tanyanya tergesa-gesa, suaranya serak karena baru terbangun.“Mama… Mama aneh, Pa. Matanya merah, suaranya kayak orang lain. Dia nyebut-nyebut nama yang aku nggak ngerti,” Asha terdengar terisak. “Pa, aku takut…”Detik itu juga Arman tahu, ini bukan sekadar mimpi buruk. Asha bukan tipe anak yang suka bercanda, apalagi di saat dia sibuk bekerja. Ada sesuatu yang salah.“Dengar, Nak, jangan mendekat ke Mama, ya? Kamu sembunyi di kamar dan kunci pintunya. Papa akan pulang sekarang juga,” ujar Arman, suaranya gemetar namun berusaha terdengar tenang.“Tapi… Mama ada di depan pintu kamar aku sekarang, Pa…” suara Asha nyaris

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status