Sebuah terminal sudah ada di depan mata. Raina lega akhirnya dia bisa lolos dari Devano Christopher, dia turun dari taksi online dan berjalan ke arah terminal sambil menggeret koper hitamnya. Suasana terminal cukup ramai. Raina bingung harus kemana dia sekarang. Tujuan hidupnya hanya satu terbebas dari Devano.Raina merogoh ponselnya dan scroll tempat atau desa di Paris. Sambil memastikan uang yang ada di tasnya pas nanti saat dia berada di tempat baru. Belum lagi dia harus putar otak untuk mencari pekerjaan. Belum juga dia menemukan tempat yang pas. Raina butuh duduk sebentar apalagi cuaca hari ini di Paris agak terik.Raina melangkah secara gontai dan menghempaskan tubuhnya dia kursi tunggu yang nyaman. Raina lelah dia butuh mengistirahatkan kepala dan tubuhnya sejenak. “Makin lama hidupku tidak karuan seperti gelandangan saja. Sudah hidup sendiri, dapat cengkraman dari Devano. Astaga, kapan aku bisa hidup normal. Aku lelah.” Raina menggerutu sambil memijat keningnya.Seketika dia
Devano menggendong Raina. Gadis kecil itu merintih kesakitan dan kepanasan. Pintu lift terbuka Devano segera masuk dan memencet tombol enam. Raina menarik dasi Devano dan memainkan satu persatu kancing Casanova tersebut. Jantung Devano berpacu dengan cepat saat Raina terus menggodanya.Sial, baru kali ini aku dibuat tegang oleh gadis. Batin Devano menggerutu.Ting!Akhirnya mereka sampai ke lantai 6. Devano terpaksa masuk ke dalam hotel bintang lima yang terkenal di Paris. Tidak mungkin dia pergi ke rumah. Kondisi Raina tidak memungkinkan lagi. Pikiran Devano melayang jauh. Malam ini Raina akan menjadi miliknya lagi. Kamar 709 sudah ada di depan mata.Devano masih menggendong Raina dan meletakkan dirinya di ranjang king size. Tak lupa dirinya menghidupkan AC yang paling dingin. Terlihat Raina tidak nyaman dengan keadaannya saat ini meskipun AC kamar sudah sangat dingin."Tolong! Panas …" suara Raina mendesah, serak seperti kesakitan.Devano mengernyitkan keningnya dan duduk di tepi ran
Suara alarm ponsel Raina membangunkan gadis yang hanya memakai baju handuk terbangun dari mimpinya yang Indah. Raina perlahan membuka matanya saat seseorang membuka tirai jendela. Samar-samar dia mendengar beberapa derap langkah yang ada di dalam kamar. Raina melihat langit-langit kamar. Asing bukan kamarnya. “Sudah bangun, Nona.” Sapa seorang perempuan dengan lembut.Suara itu tidak asing, tapi mengapa dia ada di sini? Raina langsung terbangun dan melihat Nando dan para pegawainya lalu lalang membawa peralatan dan Raina terkejut ada gaun pengantin berwarna putih yang anggun dan ekor gaun yang menjulang serta di taburi kristal yang membuat gaun itu terlihat mewah.“Apa yang kalian lakukan di sini? Kenapa ada gaun pengantin? Siapa yang mau menikah?” Tanya Raina bingung. Dalam ingatannya dia baru saja bekerja di club’ dan di ruangan ViP Raina sempat di gilir.Para pelayan hanya diam tanpa sepatah kata apapun. Mereka sibuk dengan pekerjaannya terlebih Nando terlihat mempersiapkan make-u
Mobil yang membawa sepasang pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan melaju di jalanan kota Paris. Raina masih termenung dengan situasinya saat ini. Menikah adalah impian bagi semua wanita, namun tidak untuk Raina. Gadis itu harus rela menikah dengan Casanova arogan yang tidak pernah dia cintai. Raina bersumpah dalam hati tidak akan pernah jatuh cinta dengan lelaki tersebut.Gaun pengantin putih yang elegan hanya sebagai kedok saja tidak dengan hatinya. Sekilas dia melirik Devano yang sibuk dengan laptopnya.Dasar, masih saja sibuk dengan pekerjaannya. Pekerjaan yang di lakukan sangat kotor, bagaiamana tidak mengambil semua peeusahaan milik orang lain. Batin Raina menggerutu.“Jangan memandangi aku terus menerus nanti kamu bisa jatuh cinta kepadaku.” Terdengar suara yang begitu menyayat hati. “Hari ini kamu sudah sah menjadi istriku. Bersiaplah menjadi nyonya Devano.” Sambungnya tanpa memandang ke arah Raina. Lelaki itu masih sibuk dengan laporan yang di kirim Mr Raymond tent
Raina bersender di depan pintu kamar Devano yang bercat emas. Hatinya remuk dengan kondisi kehidupan Raina saat ini. Bagaikan masuk di dunia cinderella yang di sakiti. Berbeda dengan dongengnya kali ini yang menyakiti adalah suaminya sendiri. Bukan, Devano bukan suaminya melainkan bayangan saja. Raina seakan tertekan saat ini. Jalannya untuk kabur mungkin tak ada gunanya lagi.“Roland, saat ini aku butuh kamu.” Kata Raina lirih. Roland adalah penyelamatnya saat ini. Teringat jika dia sedang asyik dengan calonnya membuat nyali Raina menciut. Memang Raina dari awal oertm Tuan Morgan melintas di depannya dan menundukkan kepalanya. Pria ini memang sangat sopan sekali meskipun dengan yang umurnya lebih muda darinya.“Nyonya, tidak apa-apa?” Tanyanya khawatir. Morgan sebenarnya tahu apa yang di rasakan Raina. Raina menggelengkan kepalanya dan terisak. Air mata beningny turun lagi membasahi pipinya dan membuat make-upnya sedikit memudar, dia tidak peduli yang dia inginkan hanya ingin menang
HASRAT DI KAMAR MANDIKini Devano masih berada di dalam kamarnya. Makin lama lelaki ini sangat liar sekali. Tubuhnya yang sixpack, otot berisi membuat siapa saja bertekuk lutut kepada Casanova ini. Ingin rasanya Raina keluar dari kamar ini dan pergi ke arah kamar tamu. Pemandangan yang menggiurkan membuat Raina tidak bisa berkutik terlebih Devano pernah nenikah dan tahu bagaimana cara memperlakukan istri. Tidak, itu tidak berlaku dengan dirinya. Raina hanya boneka dalam hidup Devano. Devano memandangi Raina. Perempuan itu masih saja melamun. Devano yakin di pikirannya terlintas adegan-adegan yang di lalui pasangan suami istri.“Sampai kapan aku menunggumu masih terbuai pikiran kita nanti sedang bercinta.” Devano menggoda Raina.Raina langsung mundur dan menyilangakan tangannya di depan dada. Berharap lelaki ini tidak akan macam-macam dengannya.“Jangan fikiran kotor, jika kau mandi. Mandilah sana jangan menggodaku.” Usir Raina dengan cemberut.Devano melangkah maju dan yang membuat R
Malam hari semakin larut dan hujan turun dengan derasnya. Petir memekakkan telinga bagi siapa saja yang mendengarnya. Raina masih menyenderkan tubuhnya di tepi ranjang sembari melihat hujan lewat jendela. Kebetulan dia tidak menutup jendela kamar dengan gorden.Bayangan erotis saat bersama Devano masih membayangi fikirannya. Sebenarnya dia ingin menjadi istri seutuhnya namun dengan adanya statement dia hanya boneka dalam hidupnya membuat Raina sakit hati. Novel fife day with you yang dia beli kemarin terpaksa dia menghentikan bacaannya. Raina jadi penasaran apakah Devano sudah tidur atau belum. Kakinya turun dari ranjang dan memakai sandal bulu.Suasana rumah sepi dan sunyi. Tentu saja sudah jam dua belas malam. Raina menarik nafas dalam-dalam dan menuju kamar Devano sekedar mengecek dirinya sudah tidur atau belum.Sampai di depan kamarnya, rasa was-was menyelimuti hatinya. Perlahan dia membuka pintu yang tidak dikunci. Lampu kamar masih menyala otomatis dia masih belum terjaga dalam
"SIALAN!!!" jeritnya tanpa berusaha ditahan. Untung saja ruangan itu berlapis kedap suara yang membuat teriakannya teredam, tapi persetan! Devano butuh mengeluarkan amarahnya. Dipukulnya meja dari kayu itu beberapa kali hingga barang-barang di atasnya jatuh berserakan, dia butuh wine tapi jelas tidak mungkin dia kembali ke rumah sekarang. Dalam waktu satu jam, akan ada pertemuan dengan Direktur dari Capitalince Company untuk membahas kerja sama membangun ikon terbaru seluler di kota Paris dan dia harus mempersiapkan presentasi. Perusahaan ini harus bisa tunduk dalam naungannya, tetapi bagaimana Devano bisa fokus mengerjakan tugasnya bila kepalanya hanya berisi Raina!Bayangan bagaimana Devano memergoki Raina sedang berada di kamar Roland dan menemaninya sampai pagi. Seharusnya malam pertamanya Devano dan Raina bersama. Sudah ketahuan masih saja mengeles si Raina. Itu yang membuat dia marah. Devano bingung kenapa Raina sampai menemani Roland di kamar. Sampai Devano berprasangka Raina s