Saat ini, Arga hanya bisa membuat Alinta senang. Dia berinisiatif untuk membeli hewan peliharaan, supaya istri yang dicintai tidak sedih. Alinta, maafkan suamimu ini. Aku akan membuat kamu bahagia, dengan membeli kucing ras. Kamu pasti bahagia dan senang. Arga kemudian berdiri, lelaki yang sedang menangis atas penderitaan Alinta. Dia tidak mau membuat Alinta makin sedih, makin Alinta sakit makin membuat Arga sedih.Aku mungkin tidak bisa bertahan lama, dokter sudah memfonis. Aku hanya bisa berdoa supaya Sang Pencipta memberi kesempatan buat diriku. Alinta yang duduk di kursi roda meneteskan air mata, ketika dia sudah tidak ada jalan lagi. Dia sudah berusaha pergi ke Jepang, demi mendapatkan ketenangan hidup. Tiba-tiba berubah menjadi sebuah ombak, saat saudara dari nenek angkatnya datang. Di kursi roda, Alinta membuka ponsel. Kemudian sebuah pesan masuk dari Arga. Suami yang dicintai, mengirimkan gambar seekor kucing.Alinta kemudian menelepon Arga dan berbicara lewat ponsel.“Halo,
Arga berjalan dan menemui beberapa dokter yang ke luar, dia bertanya ke dokter. Namun merasa tidak enak, takut ada keraguan atau was-was tentang penyakit Alinta.“Anda pasti ingin bertanya kesehatan istri anda?” tanya dokter. Arga mengangguk dan dia berharap istrinya sudah sadar dan tidak parah. “Istri anda sudah kami tangani, penyakitnya tidak parah.”Di rumah sakit Jepang yang fasilitasnya lengkap, Arga berharap wanita yang sudah menjadi istrinya bisa sembuh. Harapan dan doa setiap kali dia panjatkan, Sang Maha Penyembuh memberi jawaban. Istri tercinta yang dia cintai sudah sembuh dan bisa dilihat. Dua hari koma, semenjak dia diberi gula dan makanan yang membuat Epilepsinya kambuh.Rasa skeptis yang menghantui lelaki itu akhirnya hilang. Arga berpikir dokter meragukan kesehatan sang istri, karena Alinta tertetekan.“Oh iya pak, tumor di istri saya apakah sudah ditemukan?” tanya Arga. Dokter kemudian menarik napas, dia kemudian menyuruh Arga untuk mengikutinya.“Pak, istri bapak ter
Sejak Alinta sadar dari koma, Arga menyuapi racikan jamu sambung nyawa. Daun yang direbus dan diminum perlahan-lahan. Kesehatan Alinta belum menunjukkan bahwa kondisinya sudah pulih, namun lelaki yang menikahi wanita gigih ini. Berusaha membuat Alinta tetap sehat, meski belum ada pergerakkan dari tangan dan kaki.“Alinta, aku akan selalu bersamamu. Kamu jangan pernah takut.”Alinta hanya merespons dengan tangisan, namun tidak menunjukkan bahwa dia sudah sadar. Dia masih dengan alat medis, membuat lelaki yang menikahi dan menjadi bosnya, merasa seperti Alinta tidak ada dihadapannya. Namun berbeda dengan abang kandung Alinta, dia bersama dengan tante Auranti untuk terapi. Setelah memakan obat yang dibawa Auranti, lelaki yang memakai masker oksigen mengajak berbicara.“Tante, aku meminta tolong … jaga Alinta … aku mungkin tidak bisa … karena jantungku selalu sakit,” ucap lelaki yang terbaring lemah. Auranti meneteskan air mata, dia tidak tahan melihat keponakannya yang terbaring lemah da
Arga mengantre transportasi umum, dia menunggu shinkansen supaya lebih cepat ke kantor. Karena kemarin malam, dia sempat telat pulang dan sampai jam 12 malam. Saat mengendarai mobil yang mewah. Sampai di rumah sakit, dia tidak sempat lagi untuk ke kantor saat itu pada jam 2 siang, dikarenakan menemani Alinta yang tidur di rumah sakit dan harus berlatih berjalan.“Halo, tidak ada kabar dari Perusahaan A untuk ikut berbisnis?” tanya Arga di ponsel. Dia sedang menunggu di kursi tempat duduk di stasiun, dan menelepon asisten yang berada di Indonesia. “Tuan, kita sudah menanyakan pihak A. Mereka meminta kita waktu, karena mereka belum berminat bergabung ke bisnis kita.”Melepas sebuah head set yang dipasang di telinga, lelaki yang bekerja di Perusahaan kecil di Jepang sangat antusias untuk menunggu kereta menuju ke kantor. Dia menghitung berapa rekening yang terdapat di bank milik Jepang. Susah payah dia menabung, Arga masih belum memperoleh hasil yang memuaskan. Dia tidak perlu meminjam
"Mas, aku sudah kerja capek. Tetapi mas tidak mau meminjam uang untuk aku berobat. Aku malah diperhatikan dengan CEO di kantorku, dibanding mas sendiri mabuk dan berjudi. Mau mas sendiri apa? Sakit tahu, aku menderita tumor di perut. Orang mengira kita hamil kembar, tetapi aku tidak mau berpikiran bahwa orang sok tahu." Wanita itu marah-marah di kursi roda karena suami mengambil uang. Alinta yang masih di kursi roda dan memakai tabung oksigen dengan selang infus tidak bisa berpikir dan melawan karena masih lemah akibat penyakit yang sering kambuh. Usia Alinta masih muda, wanita yang duduk di kursi roda ini hanya bisa pasrah dan menunggu perceraian setelah surat cerai datang. Saat ini, Alinta melamun membayangkan pertengkaran dengan mantan suami. Tidak tahu apa yang dipikirkan oleh wanita itu. Alinta yang mengingat bagaimana mantan suaminya membuang uang demi berjudi saat sedang menipis perekonomian Alinta karena selama sebulan uangnya diminta suami yang berjudi. Sang supir yang melih
"Alinta bertahanlah, aku akan memanggil ambulans," ucap Arga. Arga mengeluarkan sebuah ponsel dari saku, Alinta masih terbujur kaku dan kejang, air liurnya keluar dari mulut karena ayan. Ayan atau Epilepsi yang Alinta alami belum berhenti, sehingga Alinta harus dipasang oksigen sambil menunggu ambulans. "Del, kamu sudah dapat nomor telepon keluarganya Alinta?" tanya Pak Arga. Delia tersenyum, dia menjawab dengan sopan pertanyaan dari bosnya. "Pak, saya teman baik mbak Alinta saja. Sampai detik ini tidak diberitahu bahwa mbak Alinta punya nomor ponsel keluarganya. Hanya bercerita kakak kandungnya memiliki penyakit ayan dan dia cerai sama suaminya." "Alin, kamu bertahan. ambulans sebentar lagi sampai." Arga memakaikan oksigen dengan perlahan, dia mengelap liur di mulut Alinta yang keluar. Arga rasanya ingin menikah dengan Alinta, dia memilih calon yang tepat. Dilihat dari cara kerja Alinta, pegawai perempuan Arga yang sakit ini jarang mengeluh ketika sakit. "Pak Arga, saya tidak apa
Arga masih di ruang ICU, ia masih belum bergerak sedikit bahkan makan makanan ringan untuk makan siang pun tidak diperdulikan.Arga merasa bersalah dengan Alinta karena dirinya menyetujui pernikahan dengan wanita yang ia cintai, namun belum tercatat oleh negara. Arga kebingungan waktu di hotel dekat Ancol karena saat itu mereka berdua sedang kerja. Kejadian Alinta meminta kawin lari karena tidak ingin membuat kakak kandungnya sedih memikirkan nasip Alinta yang menyusahkan Arga. "Pak Arga, karyawan bapak yang di kamar 213 kejang-kejang." Salah seorang staf memberi tahu lelaki yang sedang duduk di kursi dengan memegang kepala, memikirkan untuk mendapat restu dari Kakak kandung Alinta supaya menyetujui perceraiannya. Lelaki itu juga tidak bisa melacak nama kakak Alinta, wanita yang dia cintai dan sudah dianggap kekasih meskipun pernikahan belum berjalan.Arga langsung berlari saat pembersih hotel memberi tahu dirinya yang sedang makan di restoran. Jarak antara restoran dan ruang kamar sa
Dua hari sebelum Alinta pulang ke rumah, saat Ia siuman."Mas, terima kasih sudah menjaga dan sekarang mas Arga menjadi suami setia untuk aku." Wanita itu tengah terbaring dan lemas, karena penyakit Epilepsi atau Ayan yang diderita sejak lahir. Terpaksa, Alinta harus kerja dengan kondisi yang tidak normal dan berbeda dari orang-orang yang sehat. Hari ini, wanita itu tengah tidur di rumah sakit dan disampingnya bersama sang suami baru yang memberi kehangatan. Seharusnya wanita yang tengah baring mendapat kehangatan kusus. Arga berpikir, kenapa harus Alinta yang bekerja keras dan bukan mantan suaminya? Kenapa mesti cinta dalam dusta ini terus berlanjur? Apakah tidak bisa seorang lelaki bersikap baik kepada wanita? Apakah dulu dia pernah membuat ibu kandungnya marah? Namun, pikiran dan pertanyaan itu dihilangkan oleh lelaki setia yang bersama wanita yang berambut lurus dan mata yang indah. "Aku akan merawat kamu. Dan menjaga kamu." Arga mencium kening Alinta. Di rumah sakit Alinta sedan