Beranda / Romansa / CINTA PERTAMA SI GADIS ES / Ketenangan yang Terusik

Share

Ketenangan yang Terusik

Penulis: Harrymraz
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-03 18:58:13

Bagi Sasya Maharani, hari itu adalah anomali yang tak termaafkan. Bagaimana mungkin seorang individu yang begitu terstruktur dan efisien seperti dirinya bisa terjebak dalam situasi seperti ini? Sejak pertemuan di atap, Ardi Sanjaya telah menjadi bayangan. Bukan bayangan yang menguntungkan seperti koneksi Wi-Fi super cepat di area Digital Hub BSD, melainkan bayangan yang mengganggu, layaknya pop-up iklan yang muncul di tengah pekerjaan penting.

Pagi itu, saat Sasya berjalan kaki menuju sekolah melalui jalur pedestrian yang rapi di kawasan perkantoran Green Office Park, ia sudah merasakan kejanggalan. Langkahnya yang presisi mendadak terhenti ketika sebuah tangan besar mencekal lengannya.

"Pagi, Sasya!" Suara itu, dalam dan familiar, adalah milik Ardi. Ia berdiri di samping Sasya, rambutnya masih acak-acakan seperti baru bangun tidur, seragamnya kusut, dan senyumnya yang aneh terpampang lebar. Matanya bersinar-sinar penuh semangat, seolah baru saja menemukan harta karun.

Sasya menarik tangannya. "Apa yang kaulakukan di sini, Ardi?" tanyanya, suaranya sedatar jalanan aspal di BSD.

"Menjemputmu, tentu saja! Kan kita teman," jawab Ardi enteng, lalu berjalan di samping Sasya, langkahnya yang panjang membuatnya harus sedikit mempercepat jalan.

Sejak saat itu, skenario serupa terulang setiap hari. Ardi tidak hanya menempelinya di sekolah, tapi juga di luar jam pelajaran. Sasya yang biasa menghabiskan waktu luangnya di perpustakaan modern di Sinar Mas Land Plaza untuk belajar, kini harus rela berbagi meja dengan Ardi yang entah bagaimana selalu berhasil menemukannya. Ardi tidak belajar, ia hanya duduk di seberang, menggambar hal-hal aneh di buku catatannya atau terkadang menatap Sasya dengan tatapan intens yang membuatnya salah tingkah.

"Kenapa kau terus mengikutiku?" Sasya pernah bertanya, frustrasi. Ia bahkan sudah mencoba rute pulang yang berbeda, melewati komplek ruko dan perkantoran Foresta atau jalan-jalan kecil di kluster yang berbeda. Tapi Ardi selalu ada, seperti ia memiliki GPS internal yang terhubung langsung ke Sasya.

"Karena kau temanku. Dan aku tidak punya teman lain," jawab Ardi polos. Kemudian, ia mengeluarkan sebungkus keripik kentang dan menawarkan pada Sasya. "Kau mau?"

Sasya mendesah. Sulit untuk marah pada seseorang yang begitu transparan dalam kekonyolannya. Ia memang tidak punya teman, dan mungkin karena itu ia menempel pada Sasya yang pertama kali mendekatinya (meski dipaksa).

Kehidupan sosial Sasya yang minim pun mulai terusik oleh keberadaan Ardi. Di kantin sekolah, saat Sasya mencoba makan siangnya dengan tenang, Ardi akan tiba-tiba muncul, menyeret kursi dan duduk tepat di hadapannya.

"Kau makan sayur lagi?" tanya Ardi, mencomot brokoli dari kotak bekal Sasya. "Tidak enak. Coba ini, enak!" Ia menyodorkan sepotong sosis goreng.

Sasya menatap sosis itu dengan jijik. "Aku makan makanan sehat untuk menjaga konsentrasi belajar."

"Tapi rasanya tidak enak," komentar Ardi tanpa filter, mengunyah brokoli itu dengan ekspresi aneh.

Situasi menjadi lebih absurd ketika "peliharaan" Ardi muncul. Suatu sore, saat Sasya sedang melarikan diri dari Ardi di Scientia Square Park, sebuah hewan melompat dari bahu Ardi dan mendarat di kepala Sasya. Itu bukan ayam jago, melainkan seekor kucing Maine Coon berukuran jumbo, berbulu tebal, dengan ekspresi mata malas dan janggut yang membuatnya tampak seperti singa mini.

"Dia Rambo," kata Ardi santai, menggendong kucing besar itu dari kepala Sasya. "Aku menemukannya di dekat lapangan golf Damai Indah Golf dan dia ikut pulang."

Rambo si kucing jumbo. Hewan ini menjadi simbol kekacauan yang dibawa Ardi ke dalam hidup Sasya. Kucing itu sering berkeliaran di area sekolah, kadang muncul di dekat kelas mereka, kadang mengeong di dekat locker Sasya, membuat para siswa lain terheran-heran. Bagaimana bisa seekor kucing sebesar itu berkeliaran bebas di lingkungan SMA Puncak BSD yang serba teratur?

Meski Ardi terus-menerus mengganggu rutinitasnya, Sasya mulai melihat hal-hal kecil yang membuatnya mempertanyakan penilaian awalnya. Suatu hari, di perpustakaan, ia melihat Ardi sedang membantu seorang siswa kelas bawah yang kesulitan mengerjakan soal matematika. Ardi menjelaskan dengan cara yang unik, menggunakan analogi yang aneh tapi efektif, dan siswa itu akhirnya mengerti. Ardi bahkan tidak meminta imbalan atau pujian; ia hanya tersenyum puas lalu kembali menggambar di bukunya.

Di lain waktu, saat sekelompok siswa senior mencoba mengintimidasi seorang murid baru di area foodcourt QBig BSD, Ardi tiba-tiba muncul, wajahnya berubah garang. Ia tidak menggunakan kekerasan, hanya menatap mereka dengan tatapan dingin dan mengancam, cukup untuk membuat para senior itu mundur. Setelah itu, ia kembali pada ekspresi polosnya, seolah tidak terjadi apa-apa.

Sasya yang biasanya hanya peduli pada buku dan angka, mulai mengamati. Ardi mungkin kasar, aneh, dan tidak punya filter. Ia mungkin sering absen dan punya reputasi buruk. Tapi, ia juga menunjukkan sisi polos, baik hati, dan protektif terhadap orang-orang yang ia anggap "teman." Ia tidak memedulikan pandangan orang lain, tidak mencoba menyesuaikan diri dengan standar lingkungan BSD yang serba rapi dan teratur. Ia adalah anomali yang bergerak bebas di tengah sistem.

Dan entah mengapa, di tengah semua kekacauan yang dibawa Ardi, Sasya merasa... sedikit tertarik. Bukan tertarik dalam artian romantis (setidaknya belum), tapi lebih seperti seorang ilmuwan yang tertarik pada fenomena alam yang belum ia pahami. Ardi adalah studi kasus yang menarik. Sebuah fenomena yang tidak bisa dijelaskan oleh rumus matematika atau teori ekonomi mana pun.

Pada suatu sore, di atap sekolah, tempat mereka pertama kali bertemu, Ardi sedang memberi makan Rambo dengan potongan daging ayam. Ia menatap Sasya yang berdiri diam, mengamati.

"Kau tidak lari lagi?" tanya Ardi, senyumnya melengkung tipis.

Sasya menggeleng. "Percuma. Kau akan menemukan aku di mana pun."

Ardi tertawa, tawa yang lepas dan kekanak-kanakan. "Benar! Karena kau temanku."

Melihat tawa itu, melihat bagaimana Ardi berinteraksi dengan kucing jumbonya, Sasya merasakan secercah kehangatan yang asing. Kehangatan yang bukan berasal dari matahari sore yang menyinari gedung-gedung tinggi di kawasan CBD BSD, melainkan dari keberadaan Ardi yang tak terduga. Ia, Sasya Maharani, si Gadis Es, perlahan mulai menyadari bahwa ada lebih banyak hal di dunia ini selain angka dan prestasi. Dan Ardi Sanjaya, si berandal dari pinggiran, mungkin adalah kuncinya. Ketenangannya memang terusik, tapi entah mengapa, ia tidak lagi ingin mengusir gangguan itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Sebuah Peringatan Halus

    Perjalanan pulang dari luar kota terasa panjang bagi Sasya. Pikirannya dipenuhi bayangan tatapan Rifky di restoran tadi malam. Ketidaknyamanan yang semula samar kini terasa nyata. Setibanya di rumah, ia langsung memeluk Ardi erat."Aku merasa aneh, Ardi," bisiknya, melepaskan tasnya. "Malam itu... Rifky menatapku saat kau menelepon. Seperti ada sesuatu di matanya. Rasa... kesal, mungkin?"Ardi mengeratkan pelukannya. "Aku tahu, Sayang. Aku sudah merasakan itu. Aku tidak suka bagaimana dia selalu mengawasimu, bagaimana dia selalu ada di dekatmu. Profesionalisme itu satu hal, tapi ini... ini terasa beda." Ardi tahu ia harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa hanya berdiam diri sementara istrinya merasa tidak nyaman.Keesokan harinya, Ardi memutuskan untuk mengunjungi kantor Sasya di Sanjaya Group. Ia punya janji makan siang dengan Sasya, tapi juga punya agenda lain yang tak terucap. Ia ingin mengamati Rifky secara langsung, dari dekat, tanpa Sasya menyadarinya.Saat ia tiba di lobi Sanjay

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Tatapan yang Mengganggu

    Setelah makan malam tim yang hangat namun diwarnai ketegangan tak terlihat, perhatian Sasya terhadap Rifky Aditama semakin intens. Bukan lagi sekadar rasa ingin tahu, melainkan sebuah firasat samar yang mengganggu. Ia mulai menangkap pola: di rapat, di lorong kantor, bahkan saat mereka sesekali berpapasan di kafetaria, Rifky selalu tampak mengamatinya. Tatapan itu tidak terang-terangan atau mengancam, melainkan tersembunyi di balik kacamata tipisnya, penuh perhitungan.Sasya adalah wanita yang logis, namun intuisinya jarang meleset. Ia menyadari bahwa Rifky tidak hanya mengamati dirinya sebagai seorang atasan atau kolega. Ada sesuatu yang lebih personal, lebih dalam. Ia mulai merasa sedikit tidak nyaman.Suatu siang, saat Sasya sedang berjalan menuju ruang rapat, ia berpapasan dengan Rifky yang baru saja keluar dari pantry. Mereka bertukar sapa singkat, dan Rifky dengan cepat menunduk, namun Sasya menangkap matanya sejenak terpaku pada gerakan tangan Ardi yang tidak sengaja menyentuh

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Hangatnya Rumah, Dinginnya Ketegangan

    Rumah Sasya dan Ardi di Puri Sanjaya malam itu bersinar hangat, dipenuhi aroma gurih masakan dan alunan musik jazz lembut. Ini adalah upaya Sasya untuk melunakkan suasana tim proyek, terutama Rifky, agar mereka bisa berinteraksi di luar batasan kantor. Ardi, dengan antusiasme khasnya, bertindak sebagai host yang ramah, sesekali melucu dan memastikan gelas setiap orang terisi. Rambo, si kucing jumbo, dengan malasnya menyambut setiap tamu di ambang pintu, seolah tahu ia adalah bagian penting dari keluarga.Tim inti proyek ekspansi, termasuk Hendra, Mira, dan beberapa manajer lainnya, tiba satu per satu. Suasana cair dengan cepat, diwarnai tawa dan obrolan ringan tentang pekerjaan dan kehidupan pribadi. Sasya merasa lega melihat mereka mulai berbaur.Namun, ketika Rifky Aditama tiba, suasana sedikit berubah. Ia datang dengan setelan kemeja yang rapi, nyaris terlalu formal untuk makan malam santai, dan membawa sebotol anggur merah mahal sebagai hadiah. "Selamat malam, Bu Sasya, Pak Ardi,"

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Bayangan di Balik Kecerlangan

    Proyek ekspansi Sanjaya Group ke Asia Tenggara terus melaju, didorong oleh efisiensi yang luar biasa dari tim inti Sasya. Rifky Aditama, tanpa diragukan lagi, adalah bintang paling terang dalam tim itu. Laporannya selalu sempurna, analisisnya tak bercela, dan ia selalu selangkah di depan dalam mengidentifikasi potensi masalah dan solusi. Sasya merasa bangga memiliki Rifky, namun pada saat yang sama, ada bayangan halus yang mulai menyelimuti perasaannya.Rifky seolah tak pernah tidur. Email balasan darinya bisa datang di tengah malam atau dini hari. Ia seringkali menjadi orang pertama yang tiba di kantor dan yang terakhir pulang. Dedikasinya memang patut diacungi jempol, tetapi intensitasnya mulai terasa sedikit berlebihan bagi Sasya.Suatu sore, Sasya menemukan Rifky masih di mejanya, wajahnya hanya diterangi cahaya monitor. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan kantor hampir kosong. Sasya sendiri baru saja menyelesaikan panggilan video panjang dengan Yudha."Rifky, kau bel

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Memecah Dinding Profesionalisme

    Proyek ekspansi Sanjaya Group ke Asia Tenggara bergerak dengan kecepatan tinggi. Sasya Maharani, sebagai pemimpin proyek, adalah poros di mana semua pergerakan berpusat. Di antara semua anggota timnya, Rifky Aditama adalah yang paling menonjol dalam efisiensi dan ketajaman analisisnya. Namun, di balik profesionalisme yang sempurna itu, Sasya merasakan ada dinding tipis yang memisahkan Rifky dari yang lain, bahkan darinya. Ia ingin memecah dinding itu, bukan hanya demi kolaborasi yang lebih baik, tetapi juga karena rasa ingin tahu.Suatu siang, setelah rapat proyek yang intens membahas strategi penetrasi pasar di Vietnam, Sasya melihat Rifky masih duduk di mejanya, menganalisis data dengan fokus penuh, bahkan saat sebagian besar tim sudah bubar untuk makan siang."Rifky, kau tidak makan siang?" Sasya bertanya, berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.Rifky mendongak, ekspresinya datar. "Belum, Bu Sasya. Ada beberapa metrik yang ingin saya selesaikan sebelum istirahat. Saya membawa beka

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   bayangan

    Keputusan untuk menerima tawaran Yudha tidaklah mudah bagi Sasya. Butuh waktu beberapa hari, diisi dengan percakapan panjang bersama Ardi, malam-malam tanpa tidur, dan pemikiran mendalam tentang ambisi serta prioritas hidupnya. Pada akhirnya, nyala ambisi profesionalnya, ditambah dengan dukungan tak tergoyahkan dari Ardi, memantapkan langkahnya. Ia akan menerima tantangan ekspansi ke Asia Tenggara.Ketika Sasya menyampaikan keputusannya kepada Yudha, pria itu hanya mengangguk, senyum puas terukir tipis di bibirnya. "Aku tahu kau tidak akan mengecewakanku, Sasya. Ini adalah langkah besar bagi Sanjaya Group. Kau akan memimpin tim yang terdiri dari talenta terbaik, baik dari internal maupun rekrutan baru. Mereka akan membantumu membangun fondasi di pasar baru ini."Beberapa minggu kemudian, persiapan proyek ekspansi ke Asia Tenggara dimulai. Kantor Sasya kini dilengkapi dengan layar-layar besar yang menampilkan peta geopolitik regional, grafik ekonomi, dan data pasar potensial di negara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status