Share

Pengakuan Sepontan

Penulis: Harrymraz
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-03 18:59:21

Ketenangan Sasya Maharani yang terganggu oleh kehadiran Ardi Sanjaya adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan. Namun, sejauh ini, gangguan itu masih bisa dikategorikan sebagai noise yang bisa diabaikan, atau setidaknya diatur, dalam sistem kehidupannya. Ia menganggap Ardi sebagai anomali, sebuah bug yang harus ia pelajari cara mengatasinya. Tapi apa yang terjadi di Taman Kota BSD mengubah segalanya. Itu bukan lagi bug; itu adalah error fatal yang mengguncang seluruh program kehidupannya.

Hari itu, setelah jam sekolah usai, Ardi seperti biasa mengekor Sasya. Sasya berniat ke perpustakaan komunitas di dekat Teras Kota, tapi Ardi bersikeras mengajaknya ke suatu tempat. "Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu," katanya dengan mata berbinar-binar. Sasya, entah mengapa, kali ini tidak bisa menolak. Mungkin karena rasa penasaran yang mulai merayapi hatinya, atau mungkin karena ia lelah terus-menerus beradu argumen dengan Ardi.

Mereka akhirnya tiba di Taman Kota BSD, sebuah oase hijau yang luas di tengah hiruk pikuk bangunan modern. Anak-anak bermain di taman bermain, beberapa orang dewasa duduk santai di bangku-bangku, dan di kejauhan, Danau Vanya Park terlihat berkilauan di bawah sinar matahari sore. Ardi menarik Sasya ke area yang lebih sepi, di bawah sebatang pohon rindang yang besar. Kucing Maine Coon jumbonya, Rambo, melompat dari bahu Ardi dan langsung merebahkan diri di rerumputan, seolah ini adalah istananya.

Sasya merasa sedikit canggung. Ia jarang sekali berada di tempat seperti ini tanpa tujuan yang jelas. Lingkungan ini terasa terlalu santai, terlalu 'manusiawi', untuk dirinya yang terbiasa dengan efisiensi.

"Kenapa kita ke sini?" tanya Sasya, mencoba mengembalikan kontrol pada situasi.

Ardi duduk bersila di rumput, menatap ke arah danau dengan ekspresi tenang. Ia seperti bagian dari alam itu sendiri, kontras dengan latar belakang gedung-gedung beton. "Aku suka tempat ini," katanya, suaranya lembut. "Tenang. Tidak ada yang lari dariku di sini."

Sasya tidak berkomentar. Ia hanya menatap Ardi. Dalam ketenangan itu, Ardi terlihat berbeda. Bukan lagi berandal yang sering berkelahi, atau anak aneh yang menempelinya. Ia terlihat... damai.

Tiba-tiba, Ardi menoleh, tatapannya lekat pada Sasya. Intensitas di matanya membuat Sasya sedikit gelisah. Itu bukan lagi tatapan polos seorang anak, melainkan sesuatu yang lebih dalam, lebih serius.

"Sasya," ucap Ardi, suaranya lebih mantap dari biasanya. "Aku sudah memikirkannya."

Sasya mengerutkan kening. Memikirkan apa? Soal matematika? Cara menghindari Bu Siska?

"Aku menyukaimu," kata Ardi, tanpa jeda, tanpa keraguan. Kata-kata itu meluncur begitu saja, seolah itu adalah fakta paling jelas di dunia ini. "Sangat menyukaimu."

Sasya terkesiap. Wajahnya yang biasanya dingin kini memerah. Logikanya berteriak protes. Suka? Ia? Bagaimana bisa? Ini tidak ada dalam programnya! Ia seorang siswi yang ambisius, fokus pada masa depannya. Ardi adalah... Ardi. Sebuah variabel tak terduga yang mengacaukan semua kalkulasinya.

"A-apa yang kau katakan?" Sasya tergagap, mencoba menyusun kalimat yang logis. "Itu... itu tidak masuk akal. Kita bahkan baru saling mengenal. Aku hanya mengantarkan materi..."

Ardi berdiri, melangkah mendekat. Bayangannya kembali menaungi Sasya. "Kau adalah satu-satunya orang yang mendekatiku, yang tidak takut padaku. Kau memarahiku, tapi kau tidak lari. Kau membiarkanku menemanimu." Ia meraih tangan Sasya, dan sentuhan itu mengirimkan gelombang kejut yang aneh di sekujur tubuh Sasya. "Aku ingin kau selalu di sisiku."

"Tidak! Tidak bisa!" Sasya menarik tangannya, langkahnya mundur. "Aku... aku tidak punya waktu untuk hal-hal seperti itu. Aku harus belajar. Aku harus masuk universitas terbaik. Masa depanku... itu yang terpenting." Ia menunjuk ke arah gedung-gedung tinggi di kejauhan, seolah masa depannya terukir di sana. "Ini bukan prioritas. Ini akan mengganggu fokusku."

Wajah Ardi berubah. Senyum di bibirnya menghilang. Matanya yang tajam kini memancarkan kebingungan yang dalam, seolah kata-kata Sasya adalah teka-teki yang tidak bisa ia pecahkan. Ia tidak mengerti mengapa Sasya menolak. Baginya, ia hanya menyatakan perasaannya yang tulus, sejelas mentari.

"Tapi... aku menyukaimu," ulang Ardi, suaranya terdengar seperti anak kecil yang tidak mendapatkan mainan yang diinginkan. Nada kekecewaan itu begitu murni, begitu tanpa filter, sehingga membuat Sasya merasa sedikit bersalah.

"Aku tidak bisa," Sasya menegaskan lagi, berusaha keras menjaga rasionalitasnya. "Perasaan seperti itu... itu tidak penting sekarang. Aku punya tujuan yang lebih besar."

Ardi terdiam. Ia menatap Sasya untuk waktu yang lama, seolah mencoba membaca apa yang ada di balik ekspresi datarnya. Rambo di bawah pohon menguap, seolah tidak tertarik dengan drama manusia di hadapannya.

Sasya merasa tidak nyaman di bawah tatapan Ardi. Ia ingin pergi, melarikan diri dari situasi yang tidak bisa ia kendalikan ini. Perasaan ini, gejolak aneh di dadanya saat Ardi menyatakan suka, adalah sesuatu yang baru dan menakutkan. Itu mengancam fondasi kehidupannya yang teratur.

"Aku harus pergi," kata Sasya, akhirnya. Ia berbalik dan mulai berjalan cepat, meninggalkan Ardi sendirian di bawah pohon di Taman Kota BSD.

Namun, beberapa langkah kemudian, ia mendengar suara Ardi lagi, lebih pelan kali ini, namun tetap terdengar jelas. "Aku tidak akan menyerah, Sasya."

Sasya tidak menoleh. Ia terus berjalan, semakin cepat, seolah ingin melarikan diri dari kata-kata itu, dari perasaan aneh yang mulai menjalar di hatinya. Di tengah hiruk pikuk sore di BSD, ia merasa lebih bingung daripada sebelumnya. Pengakuan spontan Ardi adalah sebuah pukulan telak bagi logikanya. Sebuah error yang tidak bisa ia debug. Dan bagian paling menakutkan adalah: ia tidak yakin ia ingin menghapusnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Sebuah Peringatan Halus

    Perjalanan pulang dari luar kota terasa panjang bagi Sasya. Pikirannya dipenuhi bayangan tatapan Rifky di restoran tadi malam. Ketidaknyamanan yang semula samar kini terasa nyata. Setibanya di rumah, ia langsung memeluk Ardi erat."Aku merasa aneh, Ardi," bisiknya, melepaskan tasnya. "Malam itu... Rifky menatapku saat kau menelepon. Seperti ada sesuatu di matanya. Rasa... kesal, mungkin?"Ardi mengeratkan pelukannya. "Aku tahu, Sayang. Aku sudah merasakan itu. Aku tidak suka bagaimana dia selalu mengawasimu, bagaimana dia selalu ada di dekatmu. Profesionalisme itu satu hal, tapi ini... ini terasa beda." Ardi tahu ia harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa hanya berdiam diri sementara istrinya merasa tidak nyaman.Keesokan harinya, Ardi memutuskan untuk mengunjungi kantor Sasya di Sanjaya Group. Ia punya janji makan siang dengan Sasya, tapi juga punya agenda lain yang tak terucap. Ia ingin mengamati Rifky secara langsung, dari dekat, tanpa Sasya menyadarinya.Saat ia tiba di lobi Sanjay

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Tatapan yang Mengganggu

    Setelah makan malam tim yang hangat namun diwarnai ketegangan tak terlihat, perhatian Sasya terhadap Rifky Aditama semakin intens. Bukan lagi sekadar rasa ingin tahu, melainkan sebuah firasat samar yang mengganggu. Ia mulai menangkap pola: di rapat, di lorong kantor, bahkan saat mereka sesekali berpapasan di kafetaria, Rifky selalu tampak mengamatinya. Tatapan itu tidak terang-terangan atau mengancam, melainkan tersembunyi di balik kacamata tipisnya, penuh perhitungan.Sasya adalah wanita yang logis, namun intuisinya jarang meleset. Ia menyadari bahwa Rifky tidak hanya mengamati dirinya sebagai seorang atasan atau kolega. Ada sesuatu yang lebih personal, lebih dalam. Ia mulai merasa sedikit tidak nyaman.Suatu siang, saat Sasya sedang berjalan menuju ruang rapat, ia berpapasan dengan Rifky yang baru saja keluar dari pantry. Mereka bertukar sapa singkat, dan Rifky dengan cepat menunduk, namun Sasya menangkap matanya sejenak terpaku pada gerakan tangan Ardi yang tidak sengaja menyentuh

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Hangatnya Rumah, Dinginnya Ketegangan

    Rumah Sasya dan Ardi di Puri Sanjaya malam itu bersinar hangat, dipenuhi aroma gurih masakan dan alunan musik jazz lembut. Ini adalah upaya Sasya untuk melunakkan suasana tim proyek, terutama Rifky, agar mereka bisa berinteraksi di luar batasan kantor. Ardi, dengan antusiasme khasnya, bertindak sebagai host yang ramah, sesekali melucu dan memastikan gelas setiap orang terisi. Rambo, si kucing jumbo, dengan malasnya menyambut setiap tamu di ambang pintu, seolah tahu ia adalah bagian penting dari keluarga.Tim inti proyek ekspansi, termasuk Hendra, Mira, dan beberapa manajer lainnya, tiba satu per satu. Suasana cair dengan cepat, diwarnai tawa dan obrolan ringan tentang pekerjaan dan kehidupan pribadi. Sasya merasa lega melihat mereka mulai berbaur.Namun, ketika Rifky Aditama tiba, suasana sedikit berubah. Ia datang dengan setelan kemeja yang rapi, nyaris terlalu formal untuk makan malam santai, dan membawa sebotol anggur merah mahal sebagai hadiah. "Selamat malam, Bu Sasya, Pak Ardi,"

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES    Bayangan di Balik Kecerlangan

    Proyek ekspansi Sanjaya Group ke Asia Tenggara terus melaju, didorong oleh efisiensi yang luar biasa dari tim inti Sasya. Rifky Aditama, tanpa diragukan lagi, adalah bintang paling terang dalam tim itu. Laporannya selalu sempurna, analisisnya tak bercela, dan ia selalu selangkah di depan dalam mengidentifikasi potensi masalah dan solusi. Sasya merasa bangga memiliki Rifky, namun pada saat yang sama, ada bayangan halus yang mulai menyelimuti perasaannya.Rifky seolah tak pernah tidur. Email balasan darinya bisa datang di tengah malam atau dini hari. Ia seringkali menjadi orang pertama yang tiba di kantor dan yang terakhir pulang. Dedikasinya memang patut diacungi jempol, tetapi intensitasnya mulai terasa sedikit berlebihan bagi Sasya.Suatu sore, Sasya menemukan Rifky masih di mejanya, wajahnya hanya diterangi cahaya monitor. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan kantor hampir kosong. Sasya sendiri baru saja menyelesaikan panggilan video panjang dengan Yudha."Rifky, kau bel

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   Memecah Dinding Profesionalisme

    Proyek ekspansi Sanjaya Group ke Asia Tenggara bergerak dengan kecepatan tinggi. Sasya Maharani, sebagai pemimpin proyek, adalah poros di mana semua pergerakan berpusat. Di antara semua anggota timnya, Rifky Aditama adalah yang paling menonjol dalam efisiensi dan ketajaman analisisnya. Namun, di balik profesionalisme yang sempurna itu, Sasya merasakan ada dinding tipis yang memisahkan Rifky dari yang lain, bahkan darinya. Ia ingin memecah dinding itu, bukan hanya demi kolaborasi yang lebih baik, tetapi juga karena rasa ingin tahu.Suatu siang, setelah rapat proyek yang intens membahas strategi penetrasi pasar di Vietnam, Sasya melihat Rifky masih duduk di mejanya, menganalisis data dengan fokus penuh, bahkan saat sebagian besar tim sudah bubar untuk makan siang."Rifky, kau tidak makan siang?" Sasya bertanya, berdiri di ambang pintu ruang kerjanya.Rifky mendongak, ekspresinya datar. "Belum, Bu Sasya. Ada beberapa metrik yang ingin saya selesaikan sebelum istirahat. Saya membawa beka

  • CINTA PERTAMA SI GADIS ES   bayangan

    Keputusan untuk menerima tawaran Yudha tidaklah mudah bagi Sasya. Butuh waktu beberapa hari, diisi dengan percakapan panjang bersama Ardi, malam-malam tanpa tidur, dan pemikiran mendalam tentang ambisi serta prioritas hidupnya. Pada akhirnya, nyala ambisi profesionalnya, ditambah dengan dukungan tak tergoyahkan dari Ardi, memantapkan langkahnya. Ia akan menerima tantangan ekspansi ke Asia Tenggara.Ketika Sasya menyampaikan keputusannya kepada Yudha, pria itu hanya mengangguk, senyum puas terukir tipis di bibirnya. "Aku tahu kau tidak akan mengecewakanku, Sasya. Ini adalah langkah besar bagi Sanjaya Group. Kau akan memimpin tim yang terdiri dari talenta terbaik, baik dari internal maupun rekrutan baru. Mereka akan membantumu membangun fondasi di pasar baru ini."Beberapa minggu kemudian, persiapan proyek ekspansi ke Asia Tenggara dimulai. Kantor Sasya kini dilengkapi dengan layar-layar besar yang menampilkan peta geopolitik regional, grafik ekonomi, dan data pasar potensial di negara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status