Home / Rumah Tangga / CINTA SEORANG JANDA / AKAN KU ADUKAN PADA IBUMU

Share

AKAN KU ADUKAN PADA IBUMU

Author: Putri Alw
last update Last Updated: 2022-10-22 13:17:16

Arga pov

***

Aku berada di sebuah kafe kecil di dekat sebuah hotel. Menikmati secangkir kopi sembari melihat-lihat barangkali ada berita menarik yang bisa ku ambil. Namun alih-alih mencari sebuah ketenangan dan berita secara bersamaan. Aku mendapati seorang wanita dan pria sepertinya sedang berdebat di depan hotel.

Tadinya aku ingin mengabaikan namun setelah ku perhatikan dari kejauhan. Aku melihat wanita yang cukup familiar. Dia... Ratih?

Sedang apa wanita itu? Apa lelaki itu suaminya? Lantas siapa wanita disebelahnya?

Mungkinkah...?

Aku segera beranjak. Aku pikir bisa melerai mereka. Sepertinya perdebatan itu semakin sengit.

Dari kejauhan aku bisa mendengar suara Ratih yang cukup keras.

"Biarin aku kasih tau sama Ibuk kamu yang selalu membanggakan kamu, Mas! Biar dia tahu seberapa brengseknya kamu!!"

"Jangan Ratih!"

"Biar kamu bisa nikahin Lonte ini," ucapnya menunjuk wanita disebelah lelaki itu. Dan yang membuat darahku tiba-tiba mendidih. Dia mengangkat tangannya hendak dia layangkan di arah Ratih. Sesuai prediksiku, dengan cepat tangan itu menampar wajah Ratih demi membela si perempuan yang di katakan Ratih sebagai Lonte.

PLAKKK

Ratih nyaris tersungkur di tanah akibat kerasnya tamparan itu. Namun jarakku yang sudah sangat dekat langsung menangkapnya. Tubuh Ratih masuk ke dalam rengkuhanku.

"Anjing! Bisa-bisanya lo kasar sama perempuan sampe kayak gini. Lo banci atau apa, hah?!" Aku melampiaskan kekesalanku. Aku tidak tahu mengapa sesakit ini melihat Ratih di aniaya. Mungkin... Karena rasa kemanusiaan.

"Siapa kamu?! Jangan ikut campur urusan rumah tangga kami!"

"Gak peduli gua siapa! Lo gak pantes memperlakukan perempuan seperti ini. Dia bukan hewan."

Bugh

Aku melayangkan sebuah pukulan di wajahnya. Hingga pria itu terhuyung ke belakang. Tubuhnya yang kurus dan tidak ada tampan-tampannya sama sekali. Entah apa yang membuat Ratih mau menikah dengannya.

"Sialan! beraninya lo."

"Kenapa emang?! Lawan lo bukan perempuan. Kalo mau adu kekuatan sama orang yang setara sama lo, anjing!" Aku lagi-lagi mengumpat. Saat tanganku hendak memberikan pukulan telak, Ratih sudah menyeretku.

Menarik tanganku agar menjauh darinya.

"Sudah. Mending kamu pergi dari sini," kata Ratih.

"Enggak. Kamu bisa dalam bahaya kalo aku tinggalin sendirian, Tih."

"Oh. Sekarang aku ngerti. Ternyata kamu selicik ini, ya? Mencari-cari kesalahan suami kamu supaya bisa bersama cowok gila ini. Cih, dasar perempuan licik!"

"Maksud kamu apa, hah? Mencari pembenaran dan menuduh orang sembarangan. Kamu pikir bisa lolos dari kesalahan kamu?! Enggak, Mas. Aku tetap akan menuntut kamu."

Kali ini Ratih benar-benar membawaku menjauh. Aku mengikuti langkahnya, namun sesekali menoleh kearah bajingan itu dengan menatapnya tajam.

Kemudian beralih melihat tanganku yang setengah diseret nya agar menjauh.

Setelah langkah kami sudah cukup jauh. Barulah kami berhenti di sebuah kedai kopi kecil. Disana Ratih langsung menghempaskan tanganku.

"Bibir kamu berdarah," ucapku saat menatap wajahnya yang cantik kini harus ternoda dengan lebam disudut bibirnya.

"Nggak papa. Nanti juga ilang sendiri."

Aku terhenyak mendengarnya. Wanita ini.... Sejak awal aku sudah menyadari ada yang tidak beres. Aku menatapnya dalam diam. Sementara dia... Entahlah. Aku rasa dia sedang memikirkan sesuatu.

"Apa suami kamu sering melakukan hal seperti ini?" pertanyaanku akhirnya memecah keheningan diantara kami.

"Ini?" ucapnya menunjuk sudut bibirnya. Aku mengangguk.

"Baru kali ini. Saat dia kepergok sedang selingkuh sama wanita tadi." Aku melihat senyuman pahit dari wajahnya.

"Terus? Mau ngajuin cerai?"

Dia mengangguk pelan. Meski begitu aku tahu dia sudah yakin dengan keputusannya. Lagi pula untuk apa mempertahankan lelaki seperti itu. Sudah jelek rupa, ahklak. Aku rasa isi dompetnya pun tak kalah jelek. Buktinya dia hanya memesan hotel kelas rendah tadi.

"Kalo mau, aku bisa bantuin kamu. Nyari pengacara biar masalahnya cepet kelar."

"Nggak usah. Aku bisa sendiri. Untuk yang tadi... Makasih. Aku senang kamu mewakili perasaanku dengan memukulnya tadi."

Aku tersenyum tipis. Cukup aneh mendengarnya tapi wajar bagiku. Seorang wanita jika sudah disakiti. Maka dia bisa lebih berbahaya dari sebelumnya.

"Aku harus pulang sekarang," ucapnya beranjak dari duduknya.

"Biar aku anter."

"Nggak usah."

"Aku tidak sedang meminta ijin. Dalam keadaan seperti ini. Kamu gak bisa pulang sendirian," ucapku yang membuatnya percaya. Padahal aku pikir, itu hanya alibi agar aku bisa memiliki waktu lebih lama dengannya. Ah... Apa aku sudah tidak waras?

Aku menyalakan mesin motor. Ratih naik keatas motor dengan bertumpu pada bahuku.

"Pegangan Tih."

"Ini udah." Aku berdecak. Dia memang pegangan tapi bukan pada pinggang melainkan bahu. Namun untuk menjelaskan rasanya tidak bisa. Aku juga tidak ingin dia berpikir bahwa aku sedang mencari kesempatan disaat seperti ini.

Aku melajukan motor dengan kecepatan seperti biasa. Namun di tengah perjalanan tiba-tiba saja rintik hujan mulai membasahi bumi. Belum deras, namun cukup menimbulkan hawa dingin diantara kami.

"Mau neduh dulu, nggak?" tanyaku sedikit berteriak.

Aku merasakan Ratih memajukan wajahnya kedekat telingaku. Aku tahu terhalang helm namun rasanya... ada debaran yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya.

"Nggak usah. Cuma rintik doang."

"Oke."

Sialnya sesuai prediksiku. Rintik yang tadinya hanya memercik kini berubah deras dan mengguyur tubuh kami tanpa ampun. Tanpa meminta persetujuan darinya, aku langsung menepi dibawah sebuah atap ruko yang sedang tutup.

"Kita berenti dulu."

Ratih tak menjawab ucapanku. Dia segera turun dan membenahi rambutnya yang sempat acakan dan basah. Ada tetesan air mengalir dari rambut ke wajahnya yang tanpa polesan make up. Bibirnya yang lembab dan sedikit kemerahan bagai bunga yang baru saja mekar. Aku terpaku pada wajahnya. Aku pikir... Dia sexy.

Suasana sekitar begitu hening. Aku pikir karena wilayah ini cukup sepi. Rintik air yang turun dari langit lalu membanjiri beberapa sisi tempat ini.

Keadaanya yang setengah basah membuat lekuk tubuh wanita ini terlihat cukup jelas. Apalagi dia tidak mengenakan kaos dalam hingga warna merah bra yang dia kenakan tampak begitu lekat membingkai dada.

Semilir hawa dingin menciptakan desir aneh didalam dada. Membawa debar yang cukup familiar dalam ingatan. Tatapanku hanya tertuju padanya. Dan aku... Menelan ludah.

Aku segera tersadar. Mengusap wajahku demi menjauhkan segala macam pikiran kotor yang entah mengapa merayap tanpa permisi. Sial!

Mungkin lebih baik, aku tidak menatap wajah itu. Bahkan tatapannya saja mampu melumpuhkan. Seperti tersihir oleh sesuatu didalam dirinya yang rapuh.

"Dingin banget." Aku menoleh saat mendengarnya bergumam. Ratih tidak sedang bicara padaku. Dia memeluk dirinya sendiri dan sesekali menggosok tangannya.

Entah naluri macam apa ini, namun aku tanpa sadar meraih tangannya. Sesekali meniupnya.

"Tih....?" Aku memanggilnya lirih. Pertahananku nyaris runtuh saat ku tatapan wajah sendu itu.

Aku melepas jaketku. Ingin memasangkan padanya namun dia menolak. "Nggak usah. Kamu yang nyetir didepan pasti gak kalah dingin."

"Aku udah biasa. Kamu aja yang pakek."

"Enggak!"

"Pakek ya... "

"Enggak ish!"

Aku diam sejenak. Wanita ini memang keras kepala. "Yaudah aku yang pakek."

"Iya," sautnya tanpa menoleh kearahku.

"Tih.... "

"Ya."

"Aku peluk ya?"

"Iya... Eh?" Saat Ratih menoleh, aku langsung mendekapnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CINTA SEORANG JANDA   Toko buku Ratih

    Sudah lima bulan berlalu sejak Ratih berhasil merebut Raka dari mantan suaminya. Kini mereka memulai kehidupan baru. Dengan di bantu oleh Marlina yang kini menjadi sahabatnya. Mantan wanita malam itu memberanikan diri merubah pekerjaannya hanya ingin kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Toko buku sederhana yang mereka bangun kini bukan hanya sekedar menjadi tempat menjual buku, tapi juga ruang bagi komunitas untuk berkumpul berbagi cerita. Tak lupa pula, Arga selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi toko buku itu, atau lebih tepatnya kepada Ratih. Di dalam toko buku itu, udara dipenuhi dengan aroma kertas dan tinta, sementara anak-anak membaca dengan suara lantang di pojokan. Marlina membantu Ratih merapikan beberapa buku yang baru saja tiba. "Kalau capek istirahat aja, Mar." Marlina memutar matanya. Tanda bahwa dia merasa kesal setiap kali Ratih menyepelekan tenaganya. "Orang cuma nyusun buku aja kok, Tih. Di bandingin kerjaanku dulu yang goyang dulu, baru dapet duit. Itu ju

  • CINTA SEORANG JANDA   Meyakinkan diri

    Arga memeluk Ratih lembut. Mengusap air mata wanita itu dan berkata untuk tidak melakukan hal itu lagi. Agar Pov"Jangan rendahkan diri kamu seperti mereka, Tih. Jangan pernah lagi ya? Aku pasti bantu kamu." Ratih menganggukkan kepalanya. Kutatap mata Ratih, sendu. Kuyakini tak mudah bagi wanita itu untuk sampai dititik ini. "Aku minta maaf." Hatiku melunak mendengar ucapan Ratih. Wanita ini sama sekali tidak bersalah. Dirinya hanya mengikuti apa yang hatinya katakan. Sehingga membuat tindakan ceroboh. Rasa sakit memang tidak bisa dihindari. "Kenakan pakaian tertutup dulu. Mas tunggu di luar."Aku berjalan keluar dari kamar Ratih. Menunggu di ruang tamu. Aku mengusap wajahku kasar. Ah, sial. Ratih PovSeketika aku sadar apa yang aku lakukan salah. "Aku minta maaf."Kulihat Arga terkejut. Karena apa? Karena permintaan maafku? Atau karena aku menyadari kesalahan ku. Atau mungkin, karena hal lain?Terkadang mungkin ia merasa aku sulit ditebak. Tapi nyatanya, akulah yang terkadang

  • CINTA SEORANG JANDA   Sudah Lebih Baik

    Arga memeluk Ratih lembut. Mengusap air mata wanita itu dan berkata untuk tidak melakukan hal itu lagi. Agar Pov"Jangan rendahkan diri kamu seperti mereka, Tih. Jangan pernah lagi ya? Aku pasti bantu kamu." Ratih menganggukkan kepalanya. Kutatap mata Ratih, sendu. Kuyakini tak mudah bagi wanita itu untuk sampai dititik ini. "Aku minta maaf." Hatiku melunak mendengar ucapan Ratih. Wanita ini sama sekali tidak bersalah. Dirinya hanya mengikuti apa yang hatinya katakan. Sehingga membuat tindakan ceroboh. Rasa sakit memang tidak bisa dihindari. "Kenakan pakaian tertutup dulu. Mas tunggu di luar."Aku berjalan keluar dari kamar Ratih. Menunggu di ruang tamu. Aku mengusap wajahku kasar. Ah, sial. Ratih PovSeketika aku sadar apa yang aku lakukan salah. "Aku minta maaf."Kulihat Arga terkejut. Karena apa? Karena permintaan maafku? Atau karena aku menyadari kesalahan ku. Atau mungkin, karena hal lain?Terkadang mungkin ia merasa aku sulit ditebak. Tapi nyatanya, akulah yang terkadang

  • CINTA SEORANG JANDA   Luruh sudah

    Ratih PovMbak Nadia batal nikah karena ibuku tak mau aku hadir di hari pernikahannya. Itulah kenyataan yang baru saja aku dapati dari adikku. Dadaku semakin terasa sesak. Sebenci itukah ibu padaku? Dan Mbak Nadia... Kenapa sampai harus membatalkan pernikahan hanya karena aku? Aku tahu semua ini sudah takdir. Tentang nasibku yang kini menjadi janda, juga tentang hidupku yang berjalan rumit. Namun disaat seperti ini... Aku rasa harus ada orang untuk di salahkan. Dan mereka adalah keluarga Prasetyo. "Aku udah cantik, belom?" tanyaku pada Marlina. Wanita itu menatapku sekilas, kemudian kembali fokus mewarnai kuku-kukunya. "Nggak usah dandan aja kamu udah cantik, Tih. Males aku ngomonginnya. Entar pelangganku malah ngincer kamu!" ucapnya tanpa menoleh ke arahku. Aku tersenyum kecil mendengarnya. Itu artinya aku memang sudah cukup enak dilihat. "Nanti kalau ada Arga, bilangin aku keluar sebentar." "Lah? Aku pikir kamu dandan kayak gini, mau ketemu sama Mas mu. Mau ketemu siapa emang

  • CINTA SEORANG JANDA   Hanya ingin anakku

    "Jangan lo DP duluan." "Kenapa emang?" Bang Lukman menghela nafas kasar. Wajahnya terlihat kesal padaku. "Pakek nanya! Ya jangan lah. Lo nggak kasihan, entar dia jadi bahan olok olokan keluarga Tante Maya? Lo tahu sendiri, adiknya almarhum papa lo itu kayak apa?"Aku tersenyum masam. Tak Memungkiri ucapan bang lukman yang memang benar adanya. Tante maya dan segala kesombongan yang melekat di dalam diri mereka, jelas akan mempersulit Ratih. Namun bagaimana pun, aku tak akan membiarkan Ratih terbebani olehnya. "Abang tenang aja. Arga nggak sebejat itu kok. Menjaga marwah perempuan adalah tugasku. Dan Ratih... Gak akan Arga biarin deket sama Tante Maya." "Nah, itu keren." Bang Lukman menepuk nepuk bahuku. Seperti seorang kakak yang sedang menasehati adiknya. "Setelah urusan kita selesai, Arga mau secepatnya menikahi Ratih," ucapku mantap. "Iya... Gue tahu! Udah keliatan dari muka lo yang blingsatan tiap liat si Ratih. Gue juga khawatir kalau kalian terlalu lama." Aku menganggukka

  • CINTA SEORANG JANDA   JANGAN DP DULUAN

    Dan semua yang terjadi bukanlah tanpa alasan. Sudah menjadi turun temurun, keluarga Prasetyo memperlakukan menantu dengan cara yang tidak baik. Bang Lukman tak pernah diam saja setelah hari itu kumintai pertolongan. Dia menyelidiki keluarga Prasetyo. Dan banyak informasi serta bukti yang kini kami dapatkan. Ratih sendiri tak kalah terkejutnya, kala melihat mantan suaminya kini bergonta-ganti pasangan. Membuat Winda sebagai istri tersakiti secara mental. Itu terjadi juga karena adanya dukungan keluarga. Aku tersenyum saat mendengar Ratih merutuki kebodohannya karena pernah menjadikan Prasetyo sebagai suaminya. "Naudzubillahiminzalik! Kok ada ya, manusia kayak mereka?" ucap Ratih menatapku penuh pertanyaan. Aku hanya mengangkat bahu kemudian mengusap bahunya pelan, dengan sayang. "Ya, ada lah, Yang. Kalau semua manusia baik, entar neraka gak ada penghuninya," ucapku kemudian terkekeh melihat wajah sebalnya. "Inget, disini ada gua woy!" ucap Bang Lukman yang memang berada di antar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status