Share

3. Sejak Dulu

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-01-31 08:03:31

Rara memilih untuk bungkam lagi setelah mereka melanjutkan perjalanan. Masih ada sekitar 90 menit ke depan yang harus ia lalui bersama kecanggungan ini. Ryu tampak angkuh menyetir, mulutnya terkunci, kacamata hitam bertengger nyaman di hidung mancung sampai langitnya, menggantikan kacamata andalan berlensa bening andalannya sehari-hari.

"Saya boleh tanya yang sedikit pribadi nggak Pak?" tanya Rara tak tahan juga terdiam tanpa berbuat apa-apa, sementara kepalanya akan mudah pusing jika terus melihat layar ponsel.

"Enggak." Singkat, padat dan menyebalkan. Begitulah Ryu dikenal oleh para karyawan.

"Ya Allah Pak, baru juga nawaitu sayanya," ujar Rara diam-diam mencibir.

"Saya nggak suka ditanya-tanya. Males nyari jawabannya," tandas Ryu.

"Kan Bapak belom tau saya mau nanya apa, kenapa udah males aja? Aneh ih Bapak nih," ucap Rara dengan logat Banjar-nya yang khas dan menjadi candu di telinga Ryu.

"Emang mau nanya apaan?" gumam Ryu.

"Bakalan dijawab nggak tapinya?"

Ryu mengedikkan bahu, "Tergantung," ujarnya pura-pura tak acuh padahal sebenarnya ia cukup penasaran.

"Soal gelang," Rara mencoba melirik Ryu, menunggu reaksi si tampan. Namun Ryu bergeming, sibuk menatap jalanan di depan. "Bapak kan bisa pake gelang yang merk LV misalnya kayak artis-artis gitu, secara Pak Ryu barang mahal begitu nggak susah belinya. Kenapa harus gelang kayu gaharu?" cerocosnya.

Ryu tak langsung menanggapi rasa penasaran Rara. Ia tampak masih fokus menyetir, sesekali matanya mengedip dalam frekuensi lambat, semakin membuat Rara gemas. Sesaat ia menarik napas panjang sebelum kemudian berdehem kecil.

"Rahasia," kata Ryu mengecewakan.

"Hash, saya kira bakalan dapet jawaban panjang lebar yang menyentuh dan romantis gitu ah si Bapak," dengusnya.

"Kenapa kamu jadi ngurusin style saya?" tanya Ryu.

"Bukan ngurusin Pak, saya tanya aja. Soalnya nggak lazim gitu Pak. Ada gelang kayu gaharu bersanding sama jam tangan ratusan juta punya Pak Ryu itu," tunjuk Rara pada jam tangan Bell & Rose yang melingkar di pergelangan tangan Ryu.

"Mana ada ratusan juta," desis Ryu menyungging senyum.

"Saya tau merk ya, Pak, meskipun saya nggak kuat beli yang sebegitu bagus," sambar Rara. "Tapi gelang buatan saya, itu gelang termahal di dunia," katanya bangga.

"Bisa gitu?"

"Bisa Pak. Saya cari bahannya sendiri. Gaharu, kayu surgawi, kayu dewa termahal di dunia. Dan saya bikinnya dengan hati, tulus banget."

"Orang yang mau beli nggak peduli soal begitu," ujar Ryu.

"Saya nggak jual gelang buatan saya, Pak GM," debat Rara.

"Terus kenapa kamu ngasih ke saya? Sengaja buatin?" pancing Ryu. Ia tertarik juga untuk mengobrol lebih banyak.

"Iya. Kasian soalnya, masa Pak Bos pake gelang jelek padahal jam tangannya mahal," sindir Rara telak.

"Sialan!" celetuk Ryu tertampar ucapan Rara. "Gelang itu menyimpan dunia saya," ungkapnya tanpa diminta, tiba-tiba.

"Sangat berarti ya Pak?"

Ryu mengangguk, mata kosongnya menerawang truk tangki Crude Palm Oil yang menunggu untuk didahului, "Ada hati saya di sana," lirihnya.

Rara tertegun. Ia tidak menyangka bahwa pancingan dangkalnya akan membawa situasi canggung sedalam ini. Bagaimanapun, ini kali pertama ia melihat Ryu sangat melankolis, tidak galak dan di dalam pandangannya, Ryu terlihat lelah entah karena apa.

"Itu gelang couple pasti," tebak Rara. "Kalau Bapak mau, nanti kasih ke saya, biar saya ganti talinya aja, maniknya saya pasang lagi," tambahnya.

"Nggak perlu, saya udah buang gelang lama itu, sekarang udah nggak penting lagi. Saya nggak mau ngasih kamu lebih banyak kesempatan buat ngehina saya karena saya pake gelang jelek," tolak Ryu.

"Ih," Rara terbahak, "Bapak kok mikirnya gitu," kekehnya ketahuan berniat nakal.

"Saya selangkah lebih maju dari yang kamu pikirin!" desis Ryu, tersenyum lagi.

"Bapak! Tolong jangan banyak-banyak senyum, serem saya jadinya kalau Pak Ryu senyam-senyum gitu, nggak bagus buat kesehatan jantung, Pak!" protes Rara.

"Sejak kapan senyum bisa bikin jantungan?"

"Jantung saya Bapak, bukan jantung situ," dumal Rara.

Ryu menoleh ke arah Rara kikuk. Beruntung yang ditolehnya ternyata benar-benar sepolos pantat bayi.

"Heran, Pak Ryu ini niru siapa ya? Nggak ada miripnya sama Pak Rain dan Bu Mika sifatnya," gumamnya bermonolog.

"Saya masih denger ya, Azura," sahut Ryu geleng-geleng kepala.

"Bapak ikut siapa sih Pak sifatnya? Pak, galak-galak ke karyawan itu nggak ada gunanya lho Pak!"

"Cerewet ke atasan juga nggak ada gunanya."

"Duh, dibales ulun (Banjar: aku)," Rara nyengir. "Saya ini nggak cerewet Pak. Cuma ngajak ngobrol biar sayanya nggak ngantuk. Kalau saya ketiduran kan gawat. Bisa dibuang di semak-semak saya sama Pak Ryu," keluhnya.

"Saya nggak setega itu. Paling saya titipin ke truk yang bawa janjangan, biar diolah bareng limbah sekalian," kata Ryu menahan tawa.

"Saya lebih cantik dari janjangan ya Pak!"

"Iya saya tau, kamu cantik sejak dulu," ucap Ryu tanpa sadar, kelepasan. Baru setelah dua detik ia tertegun sendirian dengan tatapan penasaran dari Rara di seberang.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   126. Kehilangan Tanpa Peringatan

    "Lakukan! Coba laporin aja, saya nggak peduli! Biar mati sekalian aja mertua nggak bergunamu itu!" sentak Bu Endah berusaha keras untuk tak terlihat terdesak oleh ancaman Ryu. "Keadaan berbalik Bu, Ayah masuk rumah sakit begini, bukan disengaja dibikin sakit sama Bu Endah kan?" "Gila kamu!" cerca Bu Endah segera beranjak pergi, tak mau semakin dibuat panik oleh Ryu karena perbuatannya sendiri. Ryu tak lagi mengejar Bu Endah, ancamannya sudah pasti membuat ibu tiri Rara itu cukup terdesak sekarang. Setelahnya, ia memilih untuk membelokkan arah langkahnya ke bagian pelayanan terpadu, mengurus administrasi Pak Darwis. Namun, belum juga Ryu mencapai ruangan yang akan ia tuju, Rara nampak berlari tergesa dari kejauhan, mendekat ke arahnya. "Kenapa? Ayah mau dicariin makan?" sambut Ryu polos sekali. Rara menggeleng keras, ia terlihat berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh. Ingin memeluk suaminya, ia masih sadar bahwa mereka ada di ruang publik. Jadi, alih-alih meraun

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   125. Berbalik Mengancam

    "Maaf ya Mas, aku tiba-tiba ngajak balik kebun mendadak gini," kata Rara gelisah. Ia dan Ryu baru saja turun dari tangga pesawat sesampainya mereka di bandara H. Asan, Sampit. "Nggak pa-pa, ini juga penting, aku tau kamu khawatir," jawab Ryu tak keberatan. Pagi tadi, saat Rara baru selesai menunaikan ibadah salat subuh, Bu Endah menghubungi. Membutuhkan sekitar 8 kali panggilan baru Rara bersedia menerima dan berbicara dengan Bu Endah di seberang. Pak Darwis dilarikan ke rumah sakit pada pukul dua dini hari sebelumnya karena muntah dan kejang. Meski sudah tidak ingin peduli, Rara tetap merasa khawatir karena ia tahu sekali bagaimana sikap Bu Endah. Jadi, ia memberanikan diri untuk mengajak Ryu pulang ke Sampit demi melihat kondisi sang ayah. "Kita langsung ke rumah sakit aja, Mas Jaka," pinta Ryu pada sang sopir pribadi yang sudah standby di parkir bandara. "Siap Pak!" sahut Jaka seraya melajukan mobil milik Ryu itu meninggalkan pelataran bandara. Walaupun tidak mengungkap k

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   124. Tercantik Di Hati

    "Ya udah, maaf ya. Harusnya aku pura-pura nggak kenal aja ya tadi?" sebut Ryu. "Iya." Ryu tersenyum. Rara ketika cemburu jauh lebih menggemaskan dan imut. Begini saja sudah sangat menghibur Ryu yang jika ditanya, ia tak akan bisa berpindah ke lain hati, hanya ada Rara di hatinya. "Mau ke ruangan Papa lagi?" tawar Ryu, bermaksud merubah mood istrinya yang sedang kesal. Rara menggeleng, "Mau pulang. Aku minder di sini," tukasnya mengamati tubuhnya sendiri. "Kamu cantik, luar biasa, nggak ada yang bisa nandingin cantikmu," puji Ryu tulus. "Serius? Pake sandal selop kampung begini? Mas bandingin coba sama si Helena yang pake highheels tadi. Timpang nggak kalau aku di sebelah dia?" "Timpang karena kamu istriku, calon nyonya CEO perusahaan sedangkan dia cuma karyawan. Kamu yang bakalan punya kuasa." "Mas! Ayolah!" desis Rara geregetan. "Gim

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   123. Perempuan Lain?

    "Kamu kerja di DC?" tanya Ryu tak percaya, ia amati lanyard yang tergantung di dada Helena. "Iya Kak, aku manajer purchasing yang baru," jawab Helena sumringah. "Oh," Ryu manggut-manggut. "Selamat datang di Dhanapati," sebutnya ramah. "Makasih Kak," ucap Helena. "Aku denger kamu di Kalimantan kan? Atau sekarang udah ke sini lagi?" tanyanya. "Iya, aku pegang kerjaan di sana, ini cuma lagi liburan aja. Ah, istriku," tunjuk Ryu pada Rara yang sejak tadi hanya diam, memperhatikan suaminya mengobrol asik dengan perempuan lain di depannya. "Ah, hai, Helena!" sapa Helena mengulur tangan untuk bersalaman. "Azura," sambut Rara tersenyum. Ia jabat tangan Helena sekejap. Sebenarnya, Rara tak perlu merasa cemburu, toh, Ryu sudah menjadi miliknya. Namun, tampilan Helena yang jauh lebih modis, cantik, ceria dan memikat itulah yang membuat Rara terbungkam. Helena juga tampak akrab dengan Ryu, membuat atmosfer di sekitar mereka tampak tak lagi terlihat. "Helena ini, adek kelasku pas SMP, Say

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   122. Seseorang dari Masa Lalu?

    "Kamu serius masih mau jadi PA di sini? Padahal sebagai Nyonya Ryu, kamu bisa duduk santai di rumah," kata Ryu sembari berdiri. Ia melambai pada petugas kantin untuk memasukkan pesanannya dan Rara ke dalam tagihan pribadi. "Aku kebiasa kerja Mas. Kalau cuma diem di rumah, pikiranku sering kosong, takut kesurupan masa lalu lagi," bahas Rara masuk akal. Ryu tertawa, ia menyulut lagi sebatang rokok baru, diselingi menyesap es kopi favoritnya. "Kenapa Mas? Kualifikasiku nggak pantes ya buat jadi PA CEO di DC?" gumam Rara tersadar. "Aku yang cuma lulusan SMA pun persamaan paket C ini?" tanyanya rendah diri. "Hei, kok mikir gitu, aku sama sekali nggak mempermasalahkan soal kualifikasi pendidikan kamu, Azura." "Tapi aku sadar diri," sambar Rara. "Aku kuliah dulu aja di sini, boleh?" Mata Ryu membulat tak percaya, "Kamu serius?" tanyanya meyakinkan sang istri. "Aku nggak mau orang-orang mandang jelek Mas Ryu. Masa istri CEO cuma lulusan SMA persamaan. Maksa banget jadi PA juga.

  • CINTA UNTUK GADIS TERNODA   121. Mengimbanginya

    "Ayah nggak bisa ceraiin Bu Endah karena adek kamu. Menurutku masuk akal sih," ucap Ryu setelah menerima telepon dari Pak Darwis yang tak mau diterima oleh Rara. "Kasian Hera," sebutnya. "Salah nggak ya Mas kalau aku nggak bisa maafin Bu Endah? Atau aku masih marah sama Ayah?" tanya Rara gusar. "Wajar kok, aku nggak nyalahin perasaan kamu," jawab Ryu sambil menyesap rokoknya dalam-dalam. "Sebenernya aku kasian sama Ayah. Udah tua, tapi musti nyukupin kebutuhan Hera dan Ibuk. Kadang aku pengin ngirim uang, tapi aku takut uangku disalahgunain lagi sama Bu Endah," desis Rara. "Menurutku, kamu nggak perlu lagi ngerasa harus bertanggungjawab. Ya oke, soal Pak Darwis, itu kuambil alih, biar aku yang cukupi kebutuhannya," ucap Ryu baik hati. "Enggak gitu Mas, Mas kan malah yang jadi repot. Aku sayang sama Hera, ada darah Ayah yang ngalir di tubuh kami berdua. Tapi kalau Ibuk, aku nggak bisa maafin dia," ucap Rara parau, serasa air mata hampir lolos jatuh ke pipinya. "Kamu mau B

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status