Home / Rumah Tangga / CINTA YANG TAK TERMILIKI / 2. CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA

Share

2. CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA

Author: Mada Elliana
last update Huling Na-update: 2023-02-19 10:58:31

“Foto siapa, Bang? Selingkuhan ya? Manis banget.” Dimas memandang Rama yang sibuk dengan foto di gawainya lalu menjatuhan tubuhnya di kasur milik sepupunya itu.

“Enak aja nuduh selingkuhan. Gini-gini gue cowok setia.” Rama melempar bantal ke arah Dimas.

“Terus itu siapa? Kok fotonya ada di elo?”

“Adeknya temen gue. Dia mau kuliah di sini. Besok dia datang. Berhubung dia anak cewek satu-satunya, jadi teman gue ini nyuruh gue yang jemput ke stasiun. Cuma gue bingung. Besok gue ada janji ketemu dosen. Gue nggak tahu ketemu jam berapa terus  beresnya jam berapa. Dosen gue cuma bilang besok gue harus standby di kampus.” Rama menyimpan kembali gawainya.

“Ya udah, gue aja yang jemput.” Dimas menyahut singkat.

“Serius? Tumben Lo mau? Lo kesambet apaan?”

“Sekali-sekali berbuat baik lah.”

“Beneran Lo bisa gantiin gue jemput dia?” Rama masih tak percaya kalau Dimas bisa menggantikannya. Biasanya Dimas nyaris nggak peduli dengan sekitarnya.

“Ya ampun, Bang. Lo nggak percaya amat. Iya Bang, gue bisa jemput adeknya temen lo itu. Mana fotonya? Kirim ke gue ya.” Dimas memeluk bantal yang tadi dilempar Rama kepadanya.

“Oke. Ngomong-ngomong lo ngapain ke sini?” Rama memandang penuh curiga.

“Gue lagi males di kamar gue. Sepi. Enak di sini.” Dimas menjawab tak acuh.

“Lo nggak ada kuliah?”

“Ada. Ntar sore. Sekarang gue mau tidur Bang. Lo jangan ganggu ya.”

“Elo yang ganggu gue. Dasar adek gak tahu diri lo.” Sebuah jitakan mendarat mulus di kepala Dimas. Jika bukan Rama yang melakukannya, tentu Dimas sudah marah dan membalas perlakuan tersebut.

Rama adalah kakak sepupu Dimas. Ayahnya Rama adalah kakaknya Yashinta. Perbedaan umur mereka yang hanya dua tahun, menjadikan keduanya bisa akrab. Apalagi Dimas tidak memiliki kakak atau saudara laki-laki. Dimas kuliah di Yogya juga salah satu alasannya karena ada Rama yang bisa menemaninya. Atau lebih tepat jika dibilang Rama adalah sekutunya untuk menghindar dari pengawasan keluarga Dimas.      

Orang tua Dimas sudah membeli apartemen untuk ditempati oleh anaknya itu. Tentu saja Dimas menolaknya. Perdebatan luar biasa alot pun terjadi. Berujung kepada Dimas yang mengalah menerima keputusan orang tuanya.

Yang tidak diketahui kedua orang tua Dimas, anaknya itu menyewa sebuah kamar persis di bawah kamar Rama. Otomatis Dimas lebih banyak menghabiskan waktunya di kost-an daripada di apartemennya. Tugas Rama adalah meyakinkan kedua orang tua Dimas bahwa Dimas selalu ada di apartemen dan Rama yang menemaninya.

Sebagai orang yang mengenal Dimas dan keluarganya sejak kecil, Rama tahu betapa besar nama dan tanggung jawab yang dipikul oleh seorang Dimas Mahendra. Adik sepupunya itu tidak memiliki kebebasan seperti anak-anak lainnya. Dimas selalu bersekolah di sekolah internasional pilihan orang tuanya. Entah apa yang sudah dilakukan Dimas hingga dia diizinkan kuliah di Yogya. Padahal setau Rama, kedua orang tua Dimas sudah menyiapkan anaknya itu untuk kuliah di luar negeri.

Rama tidak keberatan membantu Dimas dengan kebohongannya. Bagi Rama, kebahagiaan Dimas jauh lebih penting. Rama tahu, Dimas tidak akan melangkah ke hal-hal yang tidak baik. Hanya Rama yang bisa memahami kondisi Dimas. Sosok Rama yang baik dan sangat penurut di mata orang tua Dimas, menjadi senjata utama dalam menutupi apa yang terjadi sebenarnya.

***

Malamnya, Dimas terus saja memandangi foto yang dikirim Rama tadi siang. Ada getaran halus di hatinya yang begitu mengganggu Dimas ketika dia melihat wajah itu untuk pertama kalinya tadi.

Perempuan itu bernama Andhira. Memiliki wajah oval dengan senyum yang sangat memikat. Dia tidak cantik. Tapi sangat manis. Itulah yang Dimas suka. Kulit wajahnya tidak putih apalagi glowing seperti kebanyakan perempuan. Andhira memiliki kulit coklat eksotik. Kontras dengan gigi putihnya yang terlihat jelas ketika dia tertawa di foto itu.

Selama ini, Dimas belum pernah menyukai seorang perempuan. Sampai SMA, perempuan di sekitarnya adalah mereka yang memiliki status sosial sama dengan Dimas. berasal dari keluarga kaya atau sangat kaya di Jakarta. Bukan hal aneh bagi Dimas melihat teman-teman perempuannya melakukan perawatan mahal bahkan sampai operasi plastik di luar negeri untuk mendapatkan wajah yang cantik. Dimas merasa semuanya penuh kepalsuan. Mereka berlindung dibalik topeng kepura-puraan.

Dimas yakin, meski memiliki wajah rupawan, perempuan-perempuan itu tidak akan mendekatnya jika Dimas bukan pewaris utama keluarga Mahendra. Nama belakangnyalah yang menjadi nilai jual tak ternilai bagi Dimas. Bukan tampangnya apalagi isi otaknya. Siapa yang akan peduli kalau Dimas menduduki peringkat paling akhir di sekolah? Selagi nama Mahendra melekat padanya, hidup Dimas seolah dijamin akan baik-baik saja.

Dimas tumbuh berbeda. Dia tidak menyukai semua kemewahan yang diberikan kedua orangtuanya. Ketika kecil, Dimas sering kabur dari rumahnya untuk bermain dengan anak-anak di kampung belakang komplek perumahan mewah yang dihuninya. Seketat apapun penjagaan di rumahnya, Dimas selalu sukses kabur tanpa ada keributan.  

Sesekali Dimas juga bolos sekolah dan ikut berangkat ke sekolah dengan teman-teman barunya dari kampung belakang. Penampilan Dimas yang berbeda dengan siswa lain di sekolah itu tak dihiraukannya. Dimas merasa senang bisa bermain dengan mereka. Wajah-wajah polos yang penuh ketulusan.

Esoknya, orang tua Dimas dipanggil ke sekolah karena kemarin Dimas tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Tentu saja Dimas diam seribu bahasa saat dimarahi. Bosan karena tidak ada reaksi dari sang anak, Cipta memilih memperketat penjagaan terhadap Dimas. Sopir yang biasa mengantar anak-anaknya sekolah, kini wajib menunggu di sekolah sampai mereka bubar. Dimas tidak bisa lagi kabur seenaknya.

Sikap pembangkang Dimas terus berlangsung bahkan semakin menjadi-jadi ketika dia di SMU. Sekali waktu, Dimas kabur dari rumah sampai seminggu lamanya. Dia baru pulang setelah ditemukan sopirnya secara tidak sengaja.

Akhirnya Cipta sadar, tidak ada gunanya menggunakan kekerasan terhadap anak sulungnya itu. Semakin dia bersikap keras, Dimas malah semakin melawan. Hal inilah yang membuat Cipta sedikit melunak ketika Dimas memutuskan untuk kuliah di Yogya. Tentunya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. 

Dimas kembali ke foto di depannya. Kini dia tahu, mata gadis itulah yang sudah menariknya ke dalam pusaran bernama cinta. Konyol memang. Dimas bisa mengatakan dia jatuh cinta hanya karena melihat binar di mata Andhira. Bahkan dengan yakin Dimas menyimpulkan kalau dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Sesuatu yang terdengar absurd namun mampu memporakpodakan perasaan Dimas.

Malam itu terasa sangat panjang bagi Dimas. Dia nyaris tidak bisa tidur karena membayangkan pertemuan pertamanya dengan Andhira. Dimas sangat gugup. Hal yang belum pernah terjadi sama sekali dalam hidupnya.

Apakah gadis itu masih sendiri? Pikiran itu tiba-tiba saja melintas di benak Dimas. Rasanya tidak mungkin gadis dengan wajah semanis Andhira tidak memiliki pacar. Namun cepat ditepisnya kemungkinan yang membuatnya gusar tersebut. Dimas memilih untuk tidak peduli dan mengenyahkan pikiran itu dari otaknya. Dimas bertekad dia harus bisa memiliki Andhira.  

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   19. TETAPLAH DISISIKU

    Dhira benar-benar menjalankan rencananya untuk berpisah dari Dimas. Tanpa minta persetujuan dari Dimas lagi, Dhira mendaftarkan gugatan cerainya di Pengadilan Agama. Alasan yang dituliskan oleh Dhira adalah kekerasan dalam rumah tangga. Hanya itu satu-satunya alasan yang masuk akal dan bisa diterima dengan cepat. Kekerasan bukan sekedar fisik, tapi bisa juga psikis. Dhira menekankan bahwa kondisinya yang belum juga hamil menjadi pemicu utama kekerasan psikis yang dia terima dari pihak keluarga Dimas.Dimas juga sudah memeriksakan kondisi kesuburannya. Sesuai prediksi dokter, ternyata memang sperma Dimas yang kurang baik. Meski harapan untuk memiliki anak itu ada, tapi akan sangat sulit.Untuk meredam pemberitaan media yang selama ini selalu saja mengincar keluarga Mahendra, Dhira meminta bantuan temannya yang jadi pengacara supaya bisa membungkam mulut para pegawai di Pengadilan Agama. Sejak dulu, Dhira sangat tidak suka dengan publikasi dan berbagai pemberitaan. Meski dia tahu, sebag

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   18. LEBIH BAIK KITA AKHIRI

    Espresso yang tadi dipesannya sudah tandas. Dhira melirik ponselnya. Panggilan dari Dhimas sudah bertambah. Beberapa pesan juga terlihat memenuhi aplikasi yang sering Dhira gunakan. Tangan Dhira bergetar ketika memberanikan diri untuk menghubungi Dimas. Sudah terlalu lama dia menghabiskan waktu untuk melamun di sini. Sekarang atau nanti, dia dan Dimas harus tetap menghadapi kenyataan itu.“Halo, Dim...”Kamu di mana? “Di kafe seberang rumah sakit.”Oke. Tunggu di sana. Jangan kemana-mana.Benar saja, tak sampai setengah jam Dimas sudah datang. Langkah panjangnya segera menuju ke tempat istrinya itu duduk. Segera dipeluknya Dhira dengan hangat. Seolah mereka sudah tidak bertemu berhari-hari.“Ini apa-apaan sih. Malu diliatin orang.” Omel Dhira.“Emang kenapa? Kamu istriku. Kita nikah udah lima tahun, masa kamu masih aja malu kalau aku peluk di tempat umum.” Goda Dimas.“Ya tetep aja aku malu. Kamu lagi nggak sibuk? Kok bisa langsung ke sini?”“Urusan istriku jauh lebih penting dari ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   17. KITA JALANI DULU

    Menjelang dinihari saat kereta memasuki Stasiun Tugu. Sejak berangkat, ponsel Dhira nyaris tidak berhenti mendapatkan pesan dari Dimas. Entahlah, sejak obrolannya tempo hari Dhira merasa Dimas sedikit lebih protektif. Meski tidak Dhira pungkiri kalau sebelumnya juga perhatian Dimas selalu berlebihan untuk ukuran seorang sahabat. Apalagi saat ini, ketika lelaki itu sudah berterus terang tentang perasannya.Dimas sudah mewanti-wanti kalau dia yang akan menjemput Dhira. Tentu saja ucapan itu bukan izin melainkan hanya pemberitahuan. Jika setahun lalu Dimas yang bukan siapa-siapa saja sudah begitu antusias menjemput Dhira, bisa dibayangkan kondisinya sekarang ketika Dimas sudah setengah mengakui bahwa Dhira itu calon istrinya.Ups. Seketika Dhira merasa wajahnya sedikit menghangat. Ingatannya melayang ketika Dimas mengatakan calon istri. Benarkah Dimas sudah begitu yakin dengan perasaannya?“Hai.” Sapa Dimas sedikit kikuk ketika menghampiri Dhira yang sudah ada di pintu kedatangan.“Hei,

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   16. BUKAN PEREMPUAN BIASA

    “Tumben banget udah mau ke Yogya lagi.” Komentar Kaiva melirik Dhira. Saat ini Dhira dan keluarganya plus Janu sedang menikmati sarapan yang sudah disiapkan Bi Asih. Sejak dulu, Anita sudah menetapkan kalau Sabtu Minggu itu wajib sarapan di rumah.Saat anak-anak masih sekolah, Anita bisa mengatur mereka untuk sarapan setiap hari. Namun ketika si sulung dan anak keduanya sudah kuliah, sarapan setiap hari menjadi sesuatu yang sulit direalisasikan. Langit dan Banyu kuliah di luar kota. Kaiva yang sejak kecil susah sekali bangun pagi, lebih sering melewatkan sarapan karena sudah terlambat untuk sekolah. Bagaimana tidak terlambat, setelah shalat Subuh, Kaiva lebih memilih untuk tidur lagi daripada bersiap sekolah.Ketika Langit kembali ke Bandung, Anita dengan tegas menyuruh sulungnya itu datang sarapan di Sabtu Minggu. Alhasil setiap Jumat sore Langit memilih pulang ke rumah orangtuanya daripada harus repot di hari Sabtu berangkat pagi-pagi.“Males aja kalo mepet-mepet. Emangnya kamu. Ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   15. APAKAH INI CINTA?

    Setelah menutup paksa obrolannya dengan Dimas, Dhira merebahkan tubuhnya di kasur lalu menatap langit-langit kamar. Perlahan dia menelusuri hatinya. Perasaan apa yang kini ada untuk Dimas.“Dhir... kamu di dalam kan? Bunda masuk ya?”Anita bertanya sambil mendorong pelan pintu kamar Dhira. Tidak dikunci.“Kebiasaan deh ini anak, pintu kamar nggak pernah dikunci. Jangan-jangan kamu di Yogya juga suka lupa mengunci pintu kamar kamu ya? Bahaya loh Dhir. Gimana kalau ada orang iseng yang masuk kamar kamu. Duh ngebayanginnya aja Bunda mah udah ngeri. Kamu jangan bikin khawatir Bunda kamu ini dong.” Ucap Anita panjang lebar sambil melangkahkan kaki mendekati Dhira yang masih terbaring di atas kasurnya.“Heh, kamu denger omongan Bunda nggak?” Lanjut Anita.“Iya, Bundaku sayang. Dhira denger. Lagian di sini ngapain Dhira kunci kamar segala. Kalau Bunda mau masuk kan repot, Dhir kudu bangun bukain kunci.” Dhira memeluk erat Anita. Sebagai anak perempuan satu-satunya, Dhira memang mendapat keun

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   14. RESAH DI SINI GELISAH DI SANA

    “Kamu mau ke mana Dim?” Tanya Yashinta saat melihat anak sulungnya itu sudah berpakaian rapi.“Pulang ke Yogya, Ma.” Dimas menjawab singkat.“Kok buru-buru? Kamu nggak kangen Mama? Sudah hampir dua tahun loh Dim kamu nggak pulang. Sekarang baru semalem di sini kamu udah mau ke Yogya lagi. Mama masih kangen sama kamu.” Gerutu Yashinta.“Bukan gitu, Ma. Dimas lupa kalau banyak tugas yang harus dikumpul hari Senin besok.” Dimas mencoba merayu Yashinta dengan memeluknya.“Alaahhh itu sih alasan kamu aja. Buktinya, kamu kemaren malah ke Bandung. Kalau Papa kamu nggak nyuruh anak buahnya bawa kamu ke sini, pasti kamu juga nggak inget pulang ke rumah kan?”“Nggak gitu Mamaku sayang. Beneran Dimas nggak sengaja ke Bandung. Kebetulan ada temen yang mau pulang ke Bandung, kebetulan juga Dimas kan udah lama banget nggak ke Bandung, sekali-sekali pengen juga lah maen ke sana sendiri.”“Temen apa temen? Katanya cewek. Mana ada kamu temenan sama cewek.” Rajuk Yashinta.“Beneran temen, Ma. Kemajuan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status