~~~***~~~
Semoga keputusannya tidak salah ya, Neng
~~~***~~~
Masih pagi sekali, bahkan sinar mentari saja masih bersembunyi dibalik lembutnya gulungan awan tapi si bos sudah datang menjemput.
Ayu kesal Emaknya membangunkannya karena Zaki sudah datang padahal ia masih mengantuk. Bagaimana ia tidak mengantuk kalau semalam emaknya mengajaknya mengobrol sampai tengah malam. Namun Zaki beralasan supaya mereka tidak terjebak macet.
Emak yang memang sudah rapi dari subuh tadi, senyam-senyum melihat kedatangan Zaki sepagi ini. Terpaksa lah Ayu bangun untuk membersihkan badannya dan bersiap-siap.
"Zaki gak sabaran banget pengen ketemu kamu, Neng, sampai datang sepagi ini. Dia beneran suka kamu. Ah, Emak senang. Akhirnya anak Emak ada yang mau ngawinin trus Emak bisa cepet gendong cucu. Kira-kira kapan ya dia ngelamar kamu? Jangan lama-lama gitu ya pacarannya.." Emak berbisik-bisik di t
~~~***~~~ Hari sudah beranjak petang ketika mobil Zaki berbelok memasuki parkiran resto pizza. Ayu menengok ke belakang kursi. Tampak Emaknya tertidur dengan kepala tertunduk. Meski tak tega membangunkan Emaknya yang masih tertidur karena kelelahan, tapi Ayu terpaksa membangunkannya karena dia ingat Emaknya ingin mencoba memakan pizza. "Emak, katanya pengen nyobain makan pizza kayak yang di tv-tv itu? Jadi gak? Udah nyampe nih di resto pizza." Ayu menggoyangkan tubuh Emaknya pelan. Tapi Emaknya masih diam tak bergerak. Kesal, Ayu memukul lengan Emaknya agak kencang. "Emaaaak...!" Emaknya kaget dan langsung terbangun. Zaki menarik tangan Ayu yang hendak membangunkan emaknya lagi. "Jangan dipaksa. Keliatannya dia lelah banget, besok aja kita kesini lagi," "Abang gak tahu aja, Emak ini kalau kepengennya gak diturutin, bisa nyindir seumur hidup. Bisa gak tenang hidup Nen
~~~***~~~ Hujan deras mengguyur ibukota sore ini. Suara petir berkilatan di udara, menggetarkan siapa pun yang melihatnya. Jalanan banjir dan mampet karena genangan sampah dimana mana. Untunglah, Ayu sudah sampai kosnya sebelum hujan turun deras. Naasnya, dinding kos an Ayu bocor dan air mulai menggenangi sebatas kakinya. Ayu bingung bagaimana menangani banjiryang sudah semata kaki ini. Mana tetangga kos nya yang hanya berpenghuni 6 orang itu sedang sif malam. Dia sendirian di tempat kosnya. Nasib baiknya, Emaknya sudah pulang tadi pagi. Seandainya dia melihat Ayu kesulitan seperti ini, pasti disuruh pulang kampung malam itu juga. Dalam hati Ayu menggerutu, karena daerah kosnya ternyata langganan banjir. Terbukti dari daerah sekitarnya yang kebanjiran juga. Tahu begini, harusnya dia tidak kos di sini waktu itu. Topp... Aarrghh ... Ayu menjerit ketika sekonyong-
~~~***~~~ Gelap... Berat.... Dan wangi maskulin perpaduan aroma hutan dan kayu, terasa segar sekali menggelitik bulu-bulu hidungnya. Perlahan, kelopak mata Ayu terbuka. Sesaat dikedip-kedipkannya matanya beberapa detik untuk menyesuaikan matanya dengan kegelapan yang terbias cahaya di sekitarnya. "Pagi!" Suara serak khas bangun tidur berbisik di telinganya. Ayu memalingkan wajahnya ke belakang, kaget. Irfan tersenyum, manis. Ia memagut bibir Ayu yang bengkak itu sambil tertawa geli. "Sekarang Neng milik Aa, selamanya..!" Sebuah kesadaran menghantam Ayu. Kilasan kejadian semalam saat Irfan mengambil paksa kehormatannya, jeritan kesakitannya dan ah.. Ayu tak sanggup lagi mengulang kejadian itu di benaknya. Dilihatnya bawah tubuhnya yang tertutup selimut. Aarrghh .. Ayu menjerit! Ia menangis histeris. Sontak ia menjambak rambutnya sen
~~~***~~~ Hujan masih turun membanjiri jalanan ibukota di sore hari itu.Tak ada tanda-tanda akan berhenti. Angin berhembus sepoi-sepoi menyejukkan namun terasa dingin bagi Ayu yang baru saja selesai mandi. Ia sudah mengganti daster sexynya dengan piyama panjang. Dalam hati ia menggerutu kesal mengapa Irfan tidak memberikan piyama panjang ini semalam. Seandainya saja ia memakai pakaian tertutup ini, mungkin kejadian kemarin tidak akan terjadi. Tapi kemudian ia skeptik dengan dirinya. Ia yakin Irfan memang telah merencanakan semua ini sejak mengetahui ia berpacaran dengan Zaki. Sengaja ia memilih berada di balkon untuk menghindari bertatap muka dengan Irfan yang sedang asyik menonton tv. Ia enggan berada di satu tempat yang sama dengan laki-laki yang audah merenggut masa depannya. Ia semakin membenci Irfan setelah apa yang ia lakukan padanya. Gadis yang kini sudah tidak gadis lagi itu memandangi hamparan langit yang membentang luas d
~~~***~~~ Siangnya, Irfan mengantar Ayu pulang ke kosannya setelah menahannya selama 2 hari. Awalnya Irfan enggan mengantarnya karena ia khawatir Ayu kembali bersikap labil dan meninggalkannya. Lebih baik Ayu tinggal bersamanya saja sampai hari pernikahan mereka. Ayu melotot mendengar jawaban Irfan. Mana boleh mereka tinggal bersama sedangkan mereka belum menikah. Apa kata Emak Bapaknya nanti. Bisa-bisa mereka terkena serangan jantung. Sesampainya di kosan, Ayu mengeluh karena kosnya kotor bukan main. Meski airnya telah surut, tapi sampah tanah, kayu dan barang-barangnya yang berserakan di mana -mana membuat Ayu ingin pingsan saat membereskannya. Untung saja motornya di garasi ibu kos, jadi saat ia tinggal kemarin masih aman. Paling tidak, ada beberapa barang berharganya yang selamat. Begitu juga dengan dompet dan atmnya yang memang selalu di tasnya dan di bawa ke apartemen Irfan waktu itu. Ayu sibuk m
~~~***~~~ Di luar hujan kembali turun gerimis memberi kesejukan pada insan di bumi. Namun kesejukan yang dibawa angin itu sangat kontras dengan keadaaan disalah satu kamar kos yang terbuka sedari pagi itu. Dimana sang penghuni kos tampak menatap ke langit dengan pandangan kosong. Sudah setengah jam berlalu tapi belum ada tanda-tanda kedatangan Irfan. Ayu tertawa miris, bagaimana bisa ia masih berharap Irfan akan kembali padanya. Tentu saja ia takkan kembali karena ia sudah menuntaskan rasa penasarannya. "Bagaimana dengan nasibnya sekarang? Pasti tidak akan ada lelaki yang menginginkan wanita yang sudah tidak perawan sepertinya. Ia akan sendirian sampai tua. Duh Gusti ... sakit sekali! Semua ini gara-gara Irfan brengsek hidupku jadi hancur seperti ini. Aku benci kamu Irfan ... aku benciiii...." Ayu memukul-mukul dadanya yang terasa berat. Sampai nafasnya tersengal-sengal karena sesaknya dadanya menanggung permasalahannya. Mungkin sebaiknya ia terjun sa
~~~***~~~Pernah ada yang bisa mengontrol mimpinya sendiri? Paralyzed? Ayu mengalaminya.~~~***~~~Ayu berlari sekencang yang ia bisa. Melewati tanggul sawah, jalanan berbatu dan parit yang melintang. Entah berapa kali ia tersandung bebatuan yang ada didepannya. Kaki, tangan dan lututnya lecet dan berdarah namun Ayu tak mempedulikannya. Ia terus berlari ketakutan mendengar suara riuh warga dibelakangnya. Kebanyakan yang mengejarnya itu emak-emak berdaster. Dipimpin Desi, mereka berlari mengejarnya sembari mengacungkan panci, wajan, sangku dan lain-lain ke arahnya."Tangkap pelakor itu. Kita harus memberinya pelajaran ...""Arak keliling kampung biar dia malu ...""Usir saja pelakor dari kampung kita karena ia bisa saja merebut lelaki kita juga ...""Usirr .... usiirrr ... usirrr.""Dasar pengkhianat. Ternyata kamulah teman pengkhianat itu .. kau menggunting dalam lipatan. Di depan kita ka
~~~***~~~ Zaki bergegas menaiki tangga menuju ruangan Ayu. Ia baru saja selesai membeli Black coffe di kafe yang tersedia di rumah sakit swasta yang mewah ini. Ia meninggalkan Ayu hanya lima belas menit saja tapi rasanya ia sudah pergi selama berjam-jam. Fix, dia sudah jatuh ke dalam pesona gadis manis yang sangat sederhana itu. Sangat berbanding terbalik dengan typenya selama ini yang menyukai gadis metropolitan yang cantik dan anggun. Setelah mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, Zaki pun membuka pintu ruangan dimana Ayu dirawat. Ia tersenyum saat mendapati Ayu masih tertidur dengan lelap. Menurut perkiraan dokter, ia akan t