Setelah membayar Karcis, kami kemudian masuk dan menuju ke tempat permandian nya.
Acin menunjuk sebuah Kolam yang uap nya menggepul- gepul menandakan suhunya yang lumayan panas "Uap Air yang lumayan panas ."Kolam yang itu Kak, saking panasnya kolam tersebut bahkan bisa di gunakan untuk merebus telur karena suhunya yang 60 derajat Celcius!" Kata Acin menunjuk sebuah kolam.
"Ah nggak usah kesitu Cin, panas banget. Kita ke kolam yang panasnya sedang aja," Ajakku ke Acin.
"Ayuh yang disana Kak, disana bisa berendam bahkan berenang!" Kata Acin dan kami pun menuju kesana. Aku benar-benar ingin menikmati hangatnya uap air panas Lejja yang tersohor ini. Aku pun ke kamar ganti pakaian setelah itu turun ke kolam yang bersuhu tidak terlalu panas tersebut.
Byurrr.. Aku menceburkan diriku di Kolam air hangat tersebut, hawa belerang menerpa hidungku, konon karena air yang mempunyai kandungan belerang inilah yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit k
"Waalaikum salam" jawab Papa Lenny berbarengan dengan Acin. "Om, Aya pamit yah Om, Acin makasih yah sudah nemenin Kak Aya jalan-jalan" Kataku sambil menyalami Papa Lenny dan Acin. Kemudian kami bergegas naik ke atas mobil dan segera melaju menuju Kota Makassar. Jalur yang ditempuh seperti jalur kemarin yaitu kami lewat Kabupaten Bone melalui jalur Camba yang berkelok-kelok dengan jurang di kiri kanan kami. Aku memilih bersandar santai di tempat dudukku sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan sambil memainkan game di handphone ku. Aku melirik Lenny disamping ku juga sementara asyik memainkan Handphone nya. Kayaknya dia lagi menulis pesan W******p dan aku tidak ingin mengganggunya, aku melanjutkan permainan game ku. Memasuki perbatasan Pangkep dan Maros, mobil kami tiba-tiba melambat dan berhenti. Aku melihat ke depan ternyata sedang terjadi kemacetan. Aku terpaksa bertanya kepada Pak Sopir, "Kenapa berhenti Pak?" "Bi
Hampir setiap hari seperti ini Mbak, apalagi kalau banyak pengunjung yang datang, biasanya mereka parkir kendaraannya sampai ke badan jalan, makanya jalanan jadi sempit dan pasti macet lagi!" Pak Sopir terdengar menggerutu. Terdengar penumpang lain juga menggerutu dengan kemacetan ini. Aku yang belum pernah ke Bantimurung, kemudian bertanya ke Pak Sopir "Pak Sopir, Bantimurung ini tempat wisata yah?" Tanyaku. "Iyahh Mbak, Bantimurung ini Taman Nasional yang objek wisata nya beragam Mbak!" Pak Sopir menjelaskan kepada ku. "Beragam gimana Pak?" Aku jadi penasaran. "Beragam yah banyak Mbak, Mbak bisa lihat ratusan jenis kupu-kupu ada, Mbak mau mandi di air terjunnya juga ada, atau Mbak mau masuk ke gua juga banyak gua nya Mbak!" Kata Pak Sopir bersemangat menjelaskan kepada ku. "Wadduh, maceet lagii, bisa berjam-jam kalau begini inii!" Gerutu Bapak yang duduk di samping Pak Sopir. Bapak yang duduk di samping Pak
Di dalam gua terdapat cekungan yang menjadi sumber air yang oleh masyarakat setempat di manfaatkan untuk mengairi sawah atau di pompa kan untuk memenuhi kebutuhan air untuk peternakan unggas. Dan kabarnya mata air di dalam Gua Timpuseng ini tidak pernah mengering walaupun musim kemarau. Itulah sebabnya maka Gua itu di sebut dengan Gua Timpuseng yang artinya Gua yang memiliki mata air yang tidak pernah kering. "Mampir dulu ke Toko Roti itu yah Pak!" Aku berseru kepada Pak Sopir sambil menunjuk sebuah Toko Roti "Okee Mbak, mau beli Roti Maros buat oleh-oleh yah Mbak?" Tanya Pak Sopir sambil meminggirkan mobilnya. "Iya nih Pak, mau beli Roti Maros buat oleh-oleh orang di rumah, Mamaku suka banget sama Roti ini. Tunggu bentar yah Pak!" Kataku sambil melompat turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam Toko Roti tersebut untuk membeli Roti Maros yang terkenal enak dan lezat itu. Sejam kemudian, mobil sudah melaju meninggalkan Kota Maro
"Astaga, Aya. Baru saja jam dua belas malam, masih pagi tauu.!" Indri membalas ku dengan bercanda. "Ih, pagii dari Hongkong??" Aku terpaksa tertawa dan membalas candaan nya. "Tapi aku sudah tidur ini, Indri. Besok aja lagi kamu telfon yah, Genk!" Seruku kepada Indri. "Oke oke siap, Aya. Lanjutkan deh tidurnya, soalnya aku masih begadang ini, Aya. Terus kepikiran mau nelfon gangguin kamu." Di ujung telepon Indri tertawa gembira. "Ihh jahil kamu yah!" Seruku agak dongkol dikerjain oleh Indri. "Sudahlah, kamu istirahat juga, Indri. Besok kita ketemu di Kampus yah." Kataku sembari menguap. "Iya deh, oke deh. Selamat malam, Aya sayang. Selamat bermimpi indah yahh!" Seru Indri sembari menutup telfonnya. "Ingat loh, Aya. Besok itu sepulang kuliah kita ada tugas ekskul, jadi besok jangan lupa kamu bawa pakaian olahraga untuk nanti di pakai saat kegiatan ekskul tersebut. Ingat loh yah, jangan lupa! Soalnya repot kan kalau kamu gak
"Loh, sejak balik dari Soppeng kalian belum pernah ketemu?" Lenny banyak tanya banget, kataku dalam hati. "Iyoo, Len. Kak Adit nelfon aku aja belum pernah ini" kataku pelan. "Oh ya ampun. Kak Adit kok cuek gitu yah!" Kata Lenny dengan suara sedikit meninggi. "Huss, jangan gitu, Len. Mungkin dia sibuk.!" Kataku membela Kak Adit walau aku juga heran kenapa dia belum menelfon ku. "Udah yuk makan dulu yuk. Aku sudah siapin makanan ini!" Seru Indri memanggil kami makan. "Ayuh deh, lapar inii.!" Seru aku dan Lenny sembari tersenyum. Ntar malam kita jalan-jalan yuk!" Aku lagi santai di rumah ketika Kakak Bermata Dingin menelfon ku. "Jalan-jalan ke mana, Kak?" Aku pura-pura bertanya padahal aku seneng banget di telfon Kak Adit. "Bagusnya kita jalan kemana?" Kak Adit malah balik bertanya. "Aku sih ikut aja deh, terserah Kak Adit saja mau kemana." Aku memelankan suaraku biar Kak Adit tidak tahu kalau aku sangat sena
Aku minuman ringan aja, Kak. Kalau ada jus Alpukat yah itu aja, Kak." Kataku sambil berbisik juga di telinga Kak Adit. "Okey Aya sayang, tunggu yah!" Kata Kak Adit kemudian berjalan ke sebuah bar tender. Aku mengedarkan pandangan ku. Aku yang baru pertama kali ini masuk ke tempat seperti ini sebenarnya merasa kurang nyaman dengan suara musik yang demikian keras. Tapi aku mencoba senyaman mungkin, aku tidak ingin Kak Adit menilai aku kampungan bila aku menunjukkan ketidak nyamanan ku. "Aduhh, tempat apaan sih ini? Bisa marah Papa dan Mamaku kalau tahu aku ke tempat seperti ini!" Bisikku dalam hati. Tidak berapa lama kemudian Kak Adit sudah datang dengan dua gelas minuman di tangannya. "Jus Alpukat gak ada, Aya. Tapi ini enak juga kok rasa jus buah begitu!" Seru Kak Adit agak keras untuk menutupi suara musik yang hingar-bingar. "Makasih Kak!" Seruku sambil mengambil minuman yang disodorkan Kak Adit kepada ku. "Oh ya,
"Maafkan aku Tuhan, kalau aku benar-benar telah melakukannya!" Aku benar-benar menyesal seandainya benar seperti yang aku fikirkan. "Kak Adit, bangun dong," tapi Kak Adit masih tertidur dan kepalaku juga masih terasa pening, akhirnya aku juga kembali tertidur dan tidak ingat apa-apa lagi. Sejak kejadian itu, aku mulai berbohong kepada Papa dan Mama. Aku katakan bahwa malam itu aku terpaksa menginap di kosan Indri karena motor ku tiba-tiba mogok tidak mau jalan. Aku juga berbohong kepada Indri dan Lenny kalau aku pernah menginap di tempat asing berdua dengan Kak Adit. Aku mulai berbohong karena aku masih tidak merasa yakin bahwa kejadian itu benar-benar telah menimpaku. Dan aku mulai berbohong kepada diri ku sendiri bahwa aku baik-baik saja dengan keadaan ini. Aku takut untuk bercerita kepada siapa pun. Aku masih semester satu dan aku masih berusia sembilan belas tahun. "Apakah aku harus bercerita kepada Papa dan Mamaku bahwa aku sudah melakukan perbuata
Sore ini aku sudah merasa agak sehat dan memutuskan untuk pergi jalan-jalan ke sebuah Mall terbesar di kota ku. Aku memutuskan untuk pergi sendiri dan tidak mengajak teman-teman Genk ku. Aku sudah memberi tahu mereka bahwa aku kurang sehat dan kepengen istirahat dulu untuk sementara waktu, dan My Genk tidak banyak bertanya lagi setelah aku menjelaskan pengen istirahat saja. Padahal sebenarnya aku ingin menyendiri untuk sementara waktu. Sejak peristiwa kelabu malam itu, rasanya aku ingin menyembunyikan diri ku sejauh mungkin dari keramaian. Tapi sekarang aku mencoba menguatkan diriku dan ingin mencoba berjalan-jalan di sebuah Mall yang ramai dan penuh dengan pengunjung. Aku tidak ingin larut berlama-lama dalam kesedihan dan keputusasaan seperti yang ku alami sekarang. Setelah sampai di halaman Mall, aku mencari tempat parkir untuk motorku kemudian berjalan memasuki Mall tersebut. Sebenarnya aku tidak berniat untuk membeli apapun. Aku hanya