Home / Romansa / Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed / 4. Tepi Hutan Cachtice, 26 September 1573

Share

4. Tepi Hutan Cachtice, 26 September 1573

last update Last Updated: 2022-04-09 18:23:04

Diperbatasan desa dekat hutan Cachtice, seorang pria yang sudah sejak sepuluh hari sebelumnya selalu berjaga dengan mendirikan tenda darurat, terus berusaha terjaga dari tidurnya.

Ini adalah salah satu akses yang paling mungkin untuk dilewati oleh orang yang ingin pergi secara diam-diam. Sebab jalan ini menuju hutan yang akan mengubur setiap aktivitas di dalam rimbunnya dedaunan.

Meskipun demikian, hutan tersebut relative aman, hampir bisa dipastikan tidak ada binatang buas yang berbahaya di dalamnya, selain itu, ada banyak tanaman buah dan sayuran yang bisa di makan.

Pria itu menatap langit dengan gelisah, "aku sudah berhari-hari menunggu di sini, kumohon, beri aku kesempatan, untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas apa yang telah kuperbuat. Biarkan aku menjaganya dengan seluruh jiwa dan ragaku."

Itu adalah ucapan dan doa yang selalu dia sampaikan ke langit di setiap malam.

Dia berhitung, jika memang rencana yang akan dijalankan oleh kekasihnya berjalan, maka saatnya adalah dalam minggu ini. Maka dia memutuskan untuk berjaga setiap hari, berusaha semampunya untuk bisa memperjuangkan apa yang menjadi miliknya, kembali dalam pelukannya.

Telinganya menangkap langkah kaki, dan dengan waspada, dirinya segera bersembunyi dibalik semak-semak. Tampak dua orang dengan tudung yang menutupi seluruh wajah berjalan ke arah jalan setapak menuju hutan. Salah satu dari mereka tampak seperti sedang menggendong sesuatu di dadanya.

Dengan mengendap-endap dia berusaha mendekati dua orang tersebut, lalu mencoba menyerang dari belakang, namun dengan sigap orang yang diserang tersebut menangkis, dibantu oleh rekannya yang menggendong sesuatu.

Tranggg.... suara pedang beradu. Dua orang bercaping tersebut nampaknya merupakan orang terlatih dalam ilmu pedang. Membuat si penyerang kewalahan.

"Siapa Kamu?" salah seorang bercaping bertanya kepada si penyerang.

"Aku bukan siapa-siapa, aku hanya menginginkan apa yang ada di dalam gendonganmu."

Pria bercaping itu saling berpandangan, lalu dengan santai terus melangkah, si penyerang mengejar, berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya, "sabarlah nak, ayah akan memperjuangkanmu. Kita akan hidup bersama. Tunggu ayahmu nak!" si penyerang bermonolog dalam hatinya.

Dengan berani dia berlari mengejar dua orang bercaping tersebut, meski dia menyadari bahwa kemungkinan dia akan kalah, "aku punya uang emas yang cukup banyak, berikan saja bayi yang ada di dalam gendongan kalian, dan kalian boleh membawa uangnya" sekantong koin emas dilemparkan kehadapan dua pria bercaping tersebut, "ambillah, kalian akan menjadi orang yang kaya raya dengan uang ini, namun berikan bayi itu padaku!"

Kedua pria tersebut berhenti sejenak, saling menatap, lalu kembali melangkah tanpa perduli dengan pria yang memohon tersebut. Sang pria menjadi kalap, lalu kembali menyerang membabi buta. Dia sungguh tidak bisa membayangkan bayinya terengut dari dirinya setelah kekasihnya juga direngut paksa dari sisinya. Ini adalah kesempatan yang tidak boleh di sia-siakan untuk mendapatkan bayi mereka.

Dia memiliki uang cukup banyak yang diberikan oleh kekasihnya, putri seorang bangsawan yang kaya raya. Sesuai rencana, dia akan menggunakan uang tersebut untuk hidup bersama bayi mereka, sampai situasi membaik, dan mereka bisa hidup bersama sebagai sebuah keluarga. Kepalanya terus saja dihantui ketakutan akan kehilangan bayi mereka, dia terus menyerang tanpa lelah kepada dua pria bercaping yang melayani serangan dengan sekedarnya saja.

Tiba-tiba, benda dalam gendongan pria bercaping terlempar, pria penyerang sangat panik dan berusaha menyelamatkan benda tersebut yang dia kira adalah seorang bayi, "oh, tidaaaaaakkkkkk....!" si pria penyerang dengan suara baritone tersebut berteriak frustrasi, ngeri membayangkan bayinya mati karena terlempar. Namun setelah gendongan tersebut menyentuh tanah dengan cukup keras, semuanya senyap. Tidak ada suara tangis bayi atau sesuatu yang menandai adanya kehidupan. Pria tersebut terpaku, menyadari bahwa dirinya telah berada cukup jauh dari titik awal dia menunggu, dan diapun sadar, bahwa dirinya telah tertipu.

Sesaat kemudian, pria itu telah dilumpuhkan dan dibawa ke suatu tempat tersembunyi, ditinggalkan sendirian dalam kondisi terikat kedua tangan dan kakinya serta mulut terikat kain. Tidak ada perlawanan yang cukup berarti dari pria tersebut, hatinya sudah terlanjur kelu menyadari semua ini hanya tipuan belaka. Dia paham, bahwa dirinya akan segera menjadi pria kesepian, kehilangan semua yang dia cintai.

Setelah kedua pria bercaping pergi meninggalkannya dalam keadaan terikat, seseorang yang misterius dengan kain hitam menutupi seluruh tubuh dan wajahnya datang menghampiri, lalu menunduk di hadapan pria tersebut, "Gustav, berhentilah berharap. Ini tidak akan membantu dirimu, Ellie, dan juga anakmu. Ingat, Ellie sudah dijodohkan dengan orang yang memiliki tingkat kebangsawanan cukup baik. Jangan bermimpi untuk bisa memiliki Ellie."

Pria yang dipanggil Gustav tersebut bergerak mencoba melepaskan diri. Dia ingin berteriak tetapi mulutnya tersumpal kain. Orang misterius dihadapannya kembali berkata, "anakmu berada dalam asuhan orang yang tepat. Dan dipastikan mendapatkan kasih sayang yang cukup, serta kehidupan yang layak."

Orang misterius itu kemudian berdiri, melemparkan sekantong koin emas, lalu berkata, "pergilah sejauh-jauhnya dari kehidupan Ellie, kecuali jika kamu ingin membahayakan hidupnya. Uang ini lebih dari cukup bagimu untuk memulai kehidupan baru yang nyaman. Kamu bahkan bisa menaikkan derajatmu dari seorang petani menjadi bangsawan kelas rendahan. Tetapi setidaknya, kamu tidak akan terlalu dianggap remeh. Berusahalah menaikkan derajatmu jika ingin bertemu Ellie." Ada intonasi mengejek pada nada suaranya yang membuat hati Gustav nyeri.

Gustav berusaha untuk mengenali suara orang yang sedang berbicara dihadapannya, sepertinya dia seorang wanita, tetapi dia tidak terlalu yakin, karena orang itu bicara sangat pelan, dengan intonasi sangat lambat yang diberatkan.

"Mulailah kehidupanmu yang baru, lupakan Ellie dan putrinya. Karena Ellie akan segera menikah." Orang misterius berbalut pakaian hitam tersebut lalu pergi, meninggalkan pria yang dipanggil Gustav dalam keterpakuan, sambil melemparkan sebilah pisau kecil yang agak jauh dari jangkauannya.

Airmata meleleh di pipi pria tersebut, "ya tuhan, aku memiliki seorang putri. Oh Ellie, terima kasih karena telah memberiku seorang putri."

Setelah beberapa saat, dia tersadar, dan berusaha menjangkau pisau yang di lempar di dekatnya. Butuh usaha untuk meraih pisau tersebut. Sampai akhirnya dia mampu mengambilnya, lalu membebaskan diri dari ikatan ditubuhnya.

Sepertinya orang misterius itu telah memperhitungkan segalanya, saat ini, pasti dia telah pergi jauh dengan kudanya. Untuk mengejar adalah sesuatu yang sia-sia. Lalu dia kembali menuju tendanya, tidak ada jejak langkah kaki kuda maupun kereta yang menuju hutan. Sepertinya dia memang telah kehilangan segala kesempatan terakhir yang mungkin bisa dia dapatkan.

"Ellie, maafkan aku, karena tidak bisa membawa putri kita bersamaku." Kali ini Gustav tidak mampu lagi menahan gejolak bathinnya. Dia melangkah lunglai sambil menangis, menuju sebuah rumah pohon yang terletak di dalam hutan, lalu membenamkan dirinya dalam rasa frustasi. Semua yang terjadi sekitar setahun yang lalu di rumah pohon ini masih terpatri erat dalam pikirannya.

Ellie-nya yang sangat cantik, telah memberinya kebahagiaan hidup. Hingga akhirnya hubungan mereka diketahui karena perut Ellie yang semakin membesar, membuat Ellie dikurung di dalam kastil sampai saat kelahiran putri mereka yang belum sempat dia kenal, namun sudah pergi, jauh dari jangkauannya.

Gustav tidak tahu harus bagaimana, dia hanya mampu menangisi takdirnya yang dipenuhi kemalangan, sendiri, kesepian, jauh terpisah dari orang-orang yang dia cintai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   119. Episode Kehidupan

    Suasana pemakaman cukup sepi. Hanya dihadiri oleh kerabat dekat saja. Waktu pemakaman juga dibuat sesingkat mungkin. Benca menatap nanar saat peti mati diturunkan ke dalam liang lahat. "Bibi Ellie, semoga arwahmu tenang di sisi-Nya. Aku sudah memafkanmu, meskipun kamu tidak pernah memintanya." Benca memejamkan matanya, mencoba melupakan kejadian empat tahun lalu saat dirinya disekap bersama Lovisa di ruang bawah tanah. Bagaimanapun, Benca merasakan bahwa Ellie tidak sungguh-sungguh ingin menyakitinya. Ellie hanya sedang terjebak dalam situasi yang serba salah. Setelah prosesi pemakaman dilakukan, satu persatu pergi meninggalkan makam dan kembali ke rumah masing-masing. Orang memastikan bahwa di sanalah jasad Blood Countess de Ecsed atau Mother of Vampire disemayamkan. Sebuah episode kehidupan dari seorang Blood Countess de Ecsed atau Mother of Vampire telah berakhir. *** Epilog : Yang orang-orang dan dunia luar tidak ketahui adalah, jasad Ellie dimakamkan di dalam hutan, dekat sebu

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   118. Datang dan Pergi, 21 Agustus 1614

    Seluruh keluarga masih berduka saat selesai menghadiri pemakaman Gustav. Tidak berapa lama, seorang pengawal masuk, mengabarkan bahwa Ellie telah meninggal di dalam ruangan tahanannya. Hal tersebut diketahui karena Ellie tidak menyentuh makanannya sama sekali, setelah pintu dibuka untuk memeriksa, Ellie ditemukan terkapar di lantai sudah tidak bernyawa. Arpad berdiri terpaku, membeku seperti patung yang bernyawa."Apakah aku yang telah menyebabkan bibi Ellie meninggal? Selama ini, Ayah Gustav tidak pernah mengetahui bahwa Bibi Ellie masih hidup dan ditahan di dalam kastilnya sendiri. Ayah Gustav selalu berpikir, bahwa Bibi Ellie telah menerima hukuman mati bersama yang lainnya. Sejak itu, kondisi kesehatan Ayah Gustav terus menurun dan akhirnya pergi. Ayah Gustav memang tidak pernah membicarakan atau mengeluhkan apa yang dirasakannya. tetapi aku tahu, apa yang membuatnya berubah seratus delapanpuluh derajat sejak kepergian Bibi Ellie. Dia pasti sangat

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   117. Menjemputmu, 21 Agustus 1614

    Di dalam sebuah ruang sempit dengan ventilasi kecil untuk sekedar bernafas, serta lubang pintu yang hanya cukup untuk meletakkan sepiring makanan setiap harinya. Ellie terduduk di sudut sambil memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang hanya tinggal tulang berbalut kulit saja. Entah sudah berapa lama dia terkurung di ruangan ini. Ingatannya sudah mulai memudar, dan dia juga telah menjadi tua, keriput, jelek, kurus dan lemah. Namun semua itu tidak lagi mengganggu Ellie. Hanya ada sesuatu yang masih lekat dalam memorinya, dia adalah Gustav, kekasih hatinya, orang yang paling dia cintai seumur hidupnya. Saat ini dirinya tidak lagi meratapi serta menyesali perbuatannya yang telah merugikan banyak pihak, dia sudah menerima hukumannya dengan ikhlas. Tetapi, hatinya lebih sering didera kerinduan, serta kesepian yang teramat sangat terhadap Gustav kekasihnya. Terakhir kali dia menatap wajah kekasihnya adalah ketika dirinya digiring seperti

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   116. Mother Of Vampire

    Setelah terungkapnya tragedi pembunuhan berantai di Kastil Cachtice, beredar desas-desus mengenai sisi lain dari sang putri yang diberi julukan Blood Countess De Ecsed. Cerita bergulir bagaikan bola liar yang panas, menghubungkan praktek pembunuhan tersebut dengan ritual satanisme yang di anut oleh sang putri berdarah. Rakyat dicekam rasa takut akan adanya semacam sekte atau aliran satanisme yang membutuhkan tumbal atau persembahan berupa darah gadis perawan yang mungkin masih berjalan di suatu tempat di sekitar mereka. Gosip dan desas-desus terus berseliweran diantara para rakyat untuk waktu yang cukup lama. Kondisi tidak serta merta menjadi normal lagi seperti sediakala setelah keputusan dan hukuman dijatuhkan terhadap putri berdarah dan pengikutnya. "Sebaiknya, selepas senja, tidak boleh ada seorang gadispun yang boleh berkeliaran di luar rumah. Mungkin saja arwah Blood Countess de Ecsed masih bergentayangan mencari korban." Sekelompo

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   115. Persidangan Tertutup, tahun 1611

    Para tersangka duduk diam menunduk di hadapan Raja Matyas. Sebelumnya, Raja Matyas telah mendengarkan keterangan dari para saksi dalam pertemuan terpisah, juga mempelajari semua laporan yang disusun oleh Gyorgy, Lorant dan Arpad. Tidak ada keramaian dalam persidangan ini, hanya para tersangka, Gyorgy, Arpad, Lorant, beberapa mentri, serta hakim yang akan memberikan pertimbangan hukuman bagi para tersangka yang sesungguhnya telah diputuskan pada pertemuan tertutup sebelumnya. Elizabeth Bathory dan Klara sebagai tersangka utama tidak dihadirkan dalam persidangan dengan berbagai pertimbangan. Bagaimanapun, persidangan secara terbuka bagi keluarga kerajaan akan sangat memalukan, mengingat garis keturunan serta hubungan kekerabatan dengan kerajaan-kerajaan lain, juga mengingat jasa-jasa kepahlawanan suami tersangka utama pada kerajaan menjadi faktor penting dalam menjaga hubungan baik, maka mereka tidak akan pernah melakukan persidangan terbuka untuknya. Memperkara

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   114. Pertemuan Tertutup

    Sambil menarik nafas sejenak, Pendeta Luthern Istvan Magyari melanjutkan laporannya kepada Raja Matyas, “….karena jumlahnya semakin banyak, aku mencurigai bahwa meninggalnya mereka bukanlah sesuatu yang wajar, Tuanku. Sehingga aku menolak untuk memberikan penghormatan terakhir bagi mereka yang meninggal tersebut. Tetapi kalau pada akhirnya mereka membuang mayat-mayat tersebut di sembarang tempat begitu saja, aku sungguh tidak mengetahuinya.” Pendeta Luthern Istvan Magyari mengakhiri laporannya, di hadapannya Raja Matyas terpaku bisu setelah mendengar penjelasan tersebut. Bayangan mayat-mayat bergelimpangan di semak-semak, di dalam hutan, maupun di tempat-tempat pembuangan, membuatnya merasa sangat terpukul. Dia sering berada di medan tempur untuk berjuang membela negara, melibas musuh-musuhnya tanpa ampun, namun di dalam area pemerintahannya sendiri, telah terjadi praktek pembunuhan yang kejam dan berjalan sudah cukup lama tanpa diketahui. Hal ini seperti sebu

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   113. Sebuah Kesadaran

    Gustav sedang berada di taman yang dipenuhi bunga-bunga, dia duduk tersenyum menatap istri dan putri ciliknya yang memiliki wajah bercahaya, sedang bermain mengejar kupu-kupu yang menarik perhatian dengan warnanya yang rupawan. Ellie begitu cantik, muda dan mempesona. Putri mereka tidak berhenti tertawa mengejar kupu-kupu, tiba-tiba saja seekor burung gagak menyerang putri mereka hingga tersungkur jatuh. Wajah putri mereka yang bercahaya beradu dengan tanah, membuat dia menangis. Gustav yang kaget segera hendak menolong, namun istrinya yang cantik mendadak berubah menjadi monster yang mengerikan. Wajahnya menjadi sangat pucat dengan taring yang semakin memanjang. Tatapan matanya nanar tertuju pada burung gagak tersebut, lalu secepat kilat menyambar burung gagak dan melumatnya dengan buas, membuat wajahnya berlumuran dengan darah segar. Putri mereka yang sudah bangkit dan melihat ibunya melakukan sesuatu yang sangat mengerikan dengan waja

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   112. Mimpi Benca

    Lorant memperhatikan kening Benca yang berkedut serta sudut mata yang sedikit mengerut, seperti sedang gelisah. Lorant masih menggenggam jemari Lovisa untuk memberinya kekuatan, sementara kondisi Benca membuatnya hawatir, jadi dia mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus kening Benca agar bisa lebih tenang. Saat itu, Arpad datang sambil membawa roti dan air untuk diberikan kepada Lorant. Dia juga melihat wajah Benca yang gelisah. Sepertinya Benca sedang memimpikan sesuatu di dalam bawah sadarnya. Arpad dan Lorant saling memandang. Lorant meminta Arpad untuk duduk di dekatnya dan menggenggam jemari Benca, sementara dirinya tetap berada di dekat Lovisa. Dengan sebelah tangannya yang tadi mengelus Benca, Lorant mengambil roti dan mulai mengisi perutnya yang kosong sejak lama. Rasanya, makanan terakhir yang masuk ke tubuhnya adalah kemarin saat mereka baru saja selesai dari penyelidikkan di rumah pohon milik Gustav. Setelah itu, mereka langsung marathon melaku

  • Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed   111. Aku, Kamu, dan Cinta Kita

    Gustav memasuki rumahnya dengan gontai. Rasanya, seluruh jiwa raganya berada terpisah di dunia masing-masing, tidak saling terhubung satu sama lain. Gustav memasuki ruang kerja, mengambil sebuah lukisan dalam bingkai kecil yang berada dalam laci mejanya, lalu memandang lekat-lekat lukisan versi mini antara dirinya dengan Ellie, satu-satunya wanita yang telah membuat hatinya terjerat dan tidak mampu berpaling. Lintasan-lintasan peristiwa berseliweran di kepalanya bagaikan sebuah film yang diputar secara otomatis. Segalanya tampak baru terjadi kemarin, padahal waktu telah membawa mereka pada usia senja. "Ellie, sayangku. Sampai kapanpun, aku akan tetap mencintaimu. Bila dunia memutuskan bahwa dirimu bersalah, maka aku harus bisa menerima dengan ikhlas segala keputusan yang akan diberikan. Kalau saja boleh, aku ingin menggantikan posisimu saat dipersidangan. Karena aku pasti tidak akan kuat melihatmu diadili."

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status