Share

Bab 4 Penolakan yang Menyesakkan

Mencintai seseorang yang tidak mencintaimu sama halnya seperti memeluk kaktus yang berduri. Semakin erat memeluknya akan semakin sakit yang kamu rasakan karena durinya akan melukaimu.

(CINTA dan HARAPAN)

***

“Menurut Bapak,  Nak Fathiyah perlu ngasih perhatian buat laki-laki itu deh, misalnya ngirim makanan buat dia atau sekedar bertanya sedang apa atau sudah makan kah?”

“Hehehe, bagaimana bisa tanya,  Pak. Nomor teleponnya saja aku ndak tau,” ujarnya sambil memotong sayuran.

“Ya sudah antar makanan ke tempatnya bekerja saja, setelah makan masakan Nak Fathiyah, laki-laki itu pastinya semakin jatuh cinta padamu, Nak. Apalagi masakan Nak Fathiyah itu enak,” ujarnya.

“Gitu ya, Pak. Kalau aku belanja bahan-bahan buat masakin dia terus masaknya di sini boleh atau tidak, Pak?” tanyanya sekaligus meminta izin.

“Boleh, Nak. Asal enggak nyampurin bahan milik restoran ini, kalau sekadar garam dan kompor aja sih enggak apa,” ujarnya.

“Siap-siap  Pak. Mulai besok aku beli bahan ke pasar dulu sebelum berangkat ke sini,” ucapnya riang.

Pak Reno tersenyum sambil mengangguk dan mengacungkan jempol. “Tapi jangan sampai melupakan pekerjaanmu ya, Nak.”

“Siap, Pak.”

***

Pagi ini Fathiyah mampir ke pasar tradisional dulu sebelum ia berangkat bekerja. Setelah mendapatkan semua bahan yang dirinya inginkan, ia segera meninggalkan pasar.

Pukul sembilan ia mulai meracik masakan yang akan ia berikan pada Arza, itu pun setelah menyelesaikan pekerjaannya.  Meskipun kafe sedang ramai. Namun, Fathiyah bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

Pak Reno selalu membantunya, apalagi melihat Fathiyah yang selalu semangat dan cekatan. Bahkan Pak Reno sudah menganggap Fathiyah seperti cucunya sendiri. Koki senior yang berusia hampir 70 tahun itu masih cekatan dan tak pernah lelah menyajikan menu-menu sesuai permintaan pengunjung. Bahkan ia sendiri yang tidak mau berhenti bekerja dari restoran itu. Kalau pun ia berdiam diri hanya akan membuatnya pegal-pegal  dan malas.  Makanya dirinya lebih suka bekerja.

“Sudah pukul 10, Nak. Sebaiknya kamu segera memberikan makanan itu dan cepat kembali karena pukul 11 Kafe akan semakin ramai, takutnya Bapak kewalahan,” ujar Pak Reno.

“Baik, Pak. Bapak tenang saja, aku akan segera kembali, hanya butuh waktu 15 menit aku ke sana.” Fathiyah segera mengganti seragamnya dan bergegas menuju kantor polisi tempat Arza bekerja.

“Bismillah, semoga Pak polisi tampan menyukainya dan mau menerimanya,” gumamnya saat sampai di parkiran.

“Permisi, saya mau bertemu dengan Pak Arza,” ucapnya pada polisi yang bertugas di pos depan.

Polisi itu memindai penampilan Fathiyah dari atas ke bawah.

“Mau apa kamu bertemu dengan Briptu Arza?” sentak salah satu polisi yang berjaga terlihat tidak suka.

“A-aku hanya ingin memberikan makanan buat dia,” ucapnya jujur.

Dua orang polisi jaga itu langsung memeriksa makanan yang dibawa Fathiyah.

“Baiklah, saat ini Briptu Arza sedang ada di ruangannya.  Nanti pasti akan kami berikan.”

“Kalau boleh aku mau memberikannya langsung padanya, Pak.”

“Kalau kamu mau menunggu silakan!”

Fathiyah melihat jam tangan murahnya di pergelangan tangannya. “Masih banyak waktu, sebaiknya aku menunggunya dan memberikan langsung padanya,“ gumamnya.

Menunggu lima menit, ia melihat Arza keluar bersama Polwan cantik yang kemarin menghinanya dan dua polisi tampan lagi.

Mereka berjalan tanpa melihat ke arah Fathiyah.

“Pak Arza ...,” panggilnya, sehingga ke empat orang yang sedang berjalan itu berhenti. Fathiyah segera mendekat dan memberikan kotak berisi makanan itu pada Arza.

“Ini buat, Mas tampan,” ucapnya membuat 3 sahabat Arza tertawa menggoda  Arza sedangkan Luna hanya mencebikkan bibirnya tidak suka.

“Wih, enak dong dapat paket makanan dari penggemar,” ujar Briptu Razdan menggoda.

“Pastinya enak tuh makanan. Karena dimasaknya dengan penuh cinta,” goda Briptu Farhan ikut menimpali.

“Bisa diem nggak?” sentak Arza pada dua sahabatnya itu. Keduanya langsung diam, tapi tetap tersenyum.

“Ya sudah, kami bertiga duluan ke kantin, kamu udah dapat  paket gitu,” ujar Razdan meninggalkan Arza hanya berdua dengan Fayhiyah.

“Anda tidak perlu repot-repot membawakan makanan untuk saya, karena saya masih mampu untuk membeli makanan,” ucapnya tidak suka.

“Aku sudah memasaknya spesial untuk Mas tampan,” ujarnya.

“Sayangnya saya tidak memintanya, lebih baik Anda bawa pulang makanan itu dari pada mubadzir,” ucapnya.

“Setidaknya Mas tampan mencicipi terlebih dulu, aku jamin Mas tampan pasti menyukainya,” ucapnya dengan percaya diri.

“Saya tidak terbiasa menerima makanan dari wanita asing, dan saya tidak tahu makanan itu membahayakan atau tidak bagi kesehatan saya.”

“Aku jamin kebersihan makanan itu dan aku pastikan tidak ada racun atau pun guna-guna di dalamnya, jadi Mas tampan enggak usah takut,” ujarnya.

“Anda tahu? Anda sudah membuang waktu saya dengan percuma, sini makanannya! Saya sudah menerimanya dan silakan Anda pergi, kalau sudah tidak ada kepentingan di sini!” sentaknya yang hanya ditanggapi Fathiyah dengan tersenyum lalu meninggalkan tempat itu.

Setelah kepergian Fathiyah, Arza memberikan makanan itu untuk polisi yang berjaga tadi.

“Kalau kalian tidak menyukainya, kalian bisa membuangnya,” ucapnya. Ia langsung pergi menyusul 3 sahabatnya tadi.

Di tempat kerja Fathiyah senang, karena ia menyangka Arza mau memakan masakannya.

3 minggu sudah Fathiyah selalu mengirim makanan untuk Arza, hanya satu kali ia bertemu Arza saat mengantar makanan  untuk pertama kalinya dulu,  sedangkan hari-hari berikutnya. Arza tidak mau menemuinya dan menyuruh Fathiyah meletakkan makanan itu di tempat post jaga.

Hari ini dirinya libur tidak bekerja, kafe ditutup karena besok malam ada acara besar di kafe itu. Acara ulang tahun kafe tempatnya bekerja. Ia diminta memasak menu besar bersama Pak Reno.

Saat ini Fathiyah memasak di rumah untuk ia bawa ke tempat kerja Arza, itu pun dirinya harus menunggu sang bibi keluar terlebih dahulu dari rumah.

Dengan semangat ia segera melajukan motornya. Dari parkiran motor Fathiyah melihat Arza sedang berbicara dengan Luna, mereka terlihat sangat cocok.  Hal itu membuatnya sedikit minder. Namun, ia segera mengenyahkan perasaan itu dan tetap semangat. Ia akan kebal dengan penolakan Arza, karena Fathiyah yakin akan mendapatkan hati polisi tampan itu suatu saat. Kepercayaan dirinya sangat tinggi.

Fathiyah segera mendekat setelah melihat Luna meninggalkan Arza sendiri.

“Selamat siang, Mas tampan,” sapanya tiba-tiba membuat Arza terkejut.

“Anda mau apa?” tanya Arza geram.

Fathiyah tersenyum cantik. Namun, sama sekali tidak membuat hati Arza terenyuh.

“Seperti biasanya, Mas tampan. Aku membawakan makan siang untukmu, “ ucapnya sambil menyerahkan kotak makan untuk Arza.

“Sudah saya bilang saya tidak butuh makanan dari Anda , kenapa Anda selalu mengirimnya.”

“Mas tampan enggak usah malu, karena Mas tampan selalu suka ‘kan dengan masakanku,” ujarnya dengan percaya diri.

Arza hanya geleng kepala melihat kepercayaan diri yang tinggi gadis yang ada di hadapannya itu. “Sungguh gadis yang benar-benar agresif dan tak tahu malu,” gumamnya.

“Baiklah saya sudah menerimanya, silakan pergi!”

Fathiyah tersenyum mengangguk dan berlalu dari hadapan Arza. Namun, tanpa Arza sadari Fathiyah tidak benar-benar pergi. Ia ingin melihat sendiri apakah Arza selalu makan makanan darinya atau tidak.

“Pak ini ada makanan lagi buat, Bapak.” Arza memberikan makanan dari Fathiyah pada polisi yang berjaga di post polisi.

“Baru saja makan nasi kotak dari Anda, Pak. Sekarang di kasih lagi. Ini saja yang dari Anda tadi masih sisa dua dan bakal kami bawa pulang. Kalau makanan si eneng tadi sih memang enak, tapi kami beneran sudah kenyang, Pak” ujarnya menolak.

“Ya sudah kalau begitu, tolong buang saja ke sampah ya, Pak. Saya tidak akan memakannya!”

Deg ... air mata Fathiyah langsung lolos membasahi pipinya yang mulus tanpa make up.

“Jadi selama tiga minggu ini, Pak Arza tidak pernah memakan makanan yang aku kirim, padahal aku berusaha meluangkan waktuku untuk memasaknya,” lirihnya. Ia segera mengelap kasar air matanya saat melihat polisi jaga itu akan membuang makanan darinya.

“Tunggu, Pak. Jangan dibuang! Masih banyak yang membutuhkan makanan itu, lebih baik saya bawa kembali, Pak. Kalau Bapak tidak mau memakannya,” pintanya.

Fathiyah segera meninggalkan kantor polisi itu. Dari jauh Arza baru tahu kalau Fathiyah masih berada di sana. Arza segera bersiap untuk melaksanakan tugasnya patroli bersama Luna dan Razdan.

Arza melihat Fathiyah berada di tepi jalan menghentikan laju motornya. Gadis  itu memberikan kotak makanan yang ia tolak tadi pada seorang pengemis. Terbesit penyesalan dengan sikap kasarnya pada gadis itu. Namun, ia segera mengenyahkannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status