Share

Bab 3 Berusaha Dekat

last update Last Updated: 2023-03-08 11:22:14

Bersabarlah dalam segala hal, tetapi yang terpenting adalah bersabar dengan emosi yang ada di dalam dirimu sendiri. Karena Meskipun seribu orang memilih untuk mencemooh dan meremehkanmu. Maka hal terbaik adalah menjadikan cemoohan mereka menjadi penyemangat dalam mengarungi hidupmu.

                        (Fathiyah – Cinta dan Harapan)

***

“Mohon maaf, Mas tampan. Aku mau ambil motorku,” ucapnya yang berhasil membuat dua laki-laki tampan dan satu wanita cantik menoleh ke arahnya sambil memindai penampilan lusuh Fathiyah.

Polisi wanita berparas cantik itu langsung menertawakan Fathiyah dengan senyuman yang terkesan mengejek.

“Ternyata Briptu Arza ada penggemar baru ya?” ucap polisi wanita berparas cantik yang tertulis di tag namenya bernama Luna itu, terlihat jelas ia mengejek Fathiyah sambil masih melihat penampilan lusuh gadis itu.

“Ternyata Briptu Arza yang tampan bukan saja menjadi idola anak pejabat, dan anak kaum borjuis ternyata anak pank seperti dia juga mengidolakannya,” ucapnya lagi semakin mengejek Fathiyah, penampilan Fathiyah yang tomboi dengan celana jeans pudar, kemeja biru kotak-kotak yang sedikit lusuh membuat Luna menyangkanya anak pank.

Fathiyah tidak menghiraukan ucapan Luna yang mengejeknya, fokusnya hanya pada Arza yang sejak tadi melihatnya dengan tatapan tidak suka. Membuat nyalinya sedikit menciut. Namun, ia berusaha tidak memperdulikan penilaian pemuda tampan itu.

Arza langsung melangkah pergi meninggalkan dua sahabatnya itu. Sedangkan Fathiyah mengekor di belakang Arza, sedikit kesulitan menyamai langkah polisi tampan itu.

“Mas tampan, ini aku sudah bawa SIM dan stnknya, aku boleh membawa motorku ‘kan, Mas?” tanyanya sambil sedikit menggoda dengan bertingkah sedikit agresif pada Arza.

“Berhenti memanggil saya Mas. Saya sangat tidak suka,” sentaknya serasa jijik dengan panggilan itu, yang menurutnya terlalu lebay. Fathiyah tercenung dengan perlakuan polisi tampan itu.

Arza langsung memeriksa SIM dan stnk Fathiyah. “Ini kunci motor Anda, dan segera pergi dari sini,” ucapnya meninggalkan Fathiyah.

Fathiyah menelan saliva berulang kali. Entah, berada di samping polisi tampan itu, hatinya berdebar kencang. Hal yang tak pernah ia alami selama ini. Melihat tatapan mata Arza bak elang yang akan memangsa mangsanya, membuat Fathiyah semakin tertantang untuk mendapatkan hati sang polisi tampan itu.

“Tunggu ...,” teriaknya, membuat Arza menghentikan langkahnya. Namun, ia tidak menoleh ke arah Fathiyah.

“Namaku Fathiyah, Mas tampan. Boleh aku tahu namamu?” ucapnya mengulurkan tangan sambil membaca tag name bertuliskan nama Arza.

Arza hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Fathiyah. Ia tahu Fathiyah bisa membaca namanya, tanpa dirinya memperkenalkan diri. Dan tanpa menyambut uluran tangan Fathiyah pemuda tampan itu pergi meninggalkan Fathiyah yang masih berdiri menatap kepergian Arza.

“Biarkan saja saat ini aku halu, tapi aku yakin suatu hari nanti aku akan mendapatkan hatimu, Mas tampan,” lirihnya sambil tersenyum penuh arti.

Fathiyah pergi meninggalkan kantor polisi setelah mengambil motornya.

“Alhamdulillah, masih kurang 20 menit. Semoga aku enggak telat lagi seperti kemarin. Aku enggak mau kena marah lagi oleh Pak Rizki,” lirihnya.

***

Hari ketiga fathiyah bekerja di kafe. Pak Rizki sangat puas dengan hasil kerja Fathiyah, bahkan semakin banyak pengunjung yang ingin mencicipi masakan buatannya.

Fathiyah dengan dibantu Pak Reno berhasil menciptakan kreasi menu baru yang langsung booming di kafe itu. Pengunjung pun membeludak hanya ingin mencicipi menu terbaru di kafe itu.

Banyaknya pengunjung yang berdatangan membuat Fathiyah hampir kewalahan dan tidak bisa beristirahat. Beruntung teman-temannya yang lain saling membantu menyelesaikan tugasnya.

Seperti hari biasanya Fathiyah pulang pukul delapan malam. Ia bersyukur selama bekerja sang bibi dan sang paman jarang bertemu dengannya, sehingga ia bisa terlepas dari omelan keduanya. Ya, meskipun pagi hari mereka masih bertemu dan masih sering cekcok.

Selama bekerja ia sudah tidak lagi kelaparan sebelum tidur. Karena setelah sholat maghrib semua pegawai diperkenankan untuk makan malam.

Setelah sholat isya, Fathiyah tidak langsung tidur. Entah kenapa pikirannya selalu tertuju pada Arza. Dulu saat masih duduk di bangku SMP, dirinya selalu berkhayal kelak mempunyai suami seorang polisi. Berharap laki-laki itu akan melindunginya. Sejak bertemu Arza tiga hari yang lalu. Entah, dirinya semakin ingin mengambil hati pemuda yang berprofesi menjadi polisi itu. Ia sadar dirinya hanya gadis miskin dan tak berpendidikan tinggi. Namun, ia berharap dewi fortuna berpihak padanya. Fathiyah sadar mungkin sikapnya yang terlalu agresif akan mendapatkan penolakan dari Arza, tapi hal itu tidak membuatnya patah semangat.

Fathiyah memanasi motor di teras rumah.

“Bagi uang untukku!” pinta sang paman yang tiba-tiba muncul dari belakang.

Fathiyah menggeleng membuat sang paman marah padanya.

“Aku tahu kamu mempunyai banyak simpanan uang. Cepat bagi uangnya untuk membayar hutangku,” paksanya.

“Aku tidak punya, Paman. Aku belum gajian,” ujarnya.

“Aku yakin kamu punya simpanan meskipun kamu belum gajian,” bentaknya.

“Terus aku uang dari mana, Paman? Bukannya paman dan Bibi tidak pernah membiarkan aku megang uang, tangan kalian selalu gatal bila melihat aku pegang uang, bahkan kalian selalu merebutnya paksa,” ungkapnya sedih.

Selalu seperti itu setiap harinya, Fathiyah selalu ditekan oleh kedua orang yang dirinya anggap pengganti orang tuanya. Awalnya Fathiyah selalu menurut karena ia tidak mau durhaka pada keduanya. Apalagi sang paman adalah adik kandung almarhum sang ayah, tapi seiring waktu berjalan, Fathiyah semakin tahu sifat asli mereka. Ia pun bermain cantik dengan menyimpan uangnya di lipatan buku, terkadang juga di lipatan dompet yang sekiranya tidak dapat dijangkau oleh paman dan bibinya. Dan ia bersyukur cara itu berhasil ia lakukan selama ini. Uang hasil penjualan kue saat masih sekolah bisa ia simpan sedikit demi sedikit untuk biaya sekolahnya juga kebutuhannya yang tak terduga.

Setelah berdebat dengan sang paman, Fathiyah berlalu meninggalkan laki-laki itu untuk bekerja, ia tidak mau terlambat dan ngebut lagi di jalan.

Di jalan Fathiyah melihat Arza dengan gagah mengatur lalu lintas bersama beberapa rekan seprofesinya. Fathiyah yang merasa tidak berbuat salah, dokumen kendaraannya juga sudah lengkap semua, dengan percaya diri melajukan motor buntutnya sedikit lambat sambil tersenyum menggoda Arza.

“Selamat pagi, Mas tampan,” sapanya membuat beberapa rekan Arza menoleh ke arahnya sambil tersenyum nyengir turut menggoda Arza.

“Cie-cie, penggemar baru nih, Briptu Arza,” goda salah satu rekannya yang juga sahabat Arza, bernama Razdan.

Arza terlihat tidak suka dengan ulah Fathiyah, pemuda tampan itu sama sekali tak terpancing dengan sapaan Fathiyah maupun godaan beberapa rekannya.

Arza memang terkenal serius dan dingin pada wanita asing, ia hanya akan bersikap lembut pada keluarganya dan juga sahabatnya, Luna.

Melihat sikap dingin Arza, Fathiyah segera berlalu.

“Ini masih awal, Pak polisi tampan. Aku akan tetap berusaha menaklukkan hatimu, meskipun aku harus berjuang keras untuk itu. Aku berharap kamu luluh akan cintaku,” lirihnya.

Fathiyah bekerja dengan ceria seperti telah mendapatkan asupan energi setelah bertemu Arza tadi pagi.

“Setiap hari Nak Fathiyah selalu ceria, tapi tidak seperti hari ini. Nak Fathiyah terlihat berbeda,” ucap Pak Reno.

“Iya, Pak. Tadi pagi aku bertemu dengan pujaan hatiku, makanya aku bahagia,” ungkapnya.

“Masya Allah, senang sekali Bapak mendengarnya,” ujar Pak Reno ikut senang.

“Tapi sepertinya dia tidak menyukaiku, Pak,” lirinya sedih, tapi Pak Reno masih bisa mendengarnya.

Pak Reno tersenyum pada gadis cantik, tapi tomboi di hadapannya. “Nak Fathiyah cantik, pasti laki-laki itu akan menyukaimu, Nak. Mungkin butuh waktu, tapi percayalah kalau Nak Fathiyah mencintainya pertahankan dulu, Nak Fathiyah harus berjuang mendapatkan hatinya, beda kalau laki-laki itu sudah beristri, hal itu hanya akan nyakiti Nak Fathiyah,” ucap Pak Reno menasihati.

“Iya, Pak. Terima kasih nasihatnya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   88. Sisi Liar

    Susah payah Afni duduk, ia ingin bergegas ke kamar mandi tanpa harus membangunkan sang suami. Tubuhnya sakit semua seperti habis dipukuli. Ia tidak tahu, gerakannya tadi dirasakan Athar karena pria tampan itu hanya pura-pura tidur.Afni dengan menahan sakit di sekujur tubuhnya, bangun dari ranjang. Namun, belum juga ia berdiri Athar kembali menarik tangan wanita cantik itu. Ia kembali mengukung tubuh itu.“Mau ke mana, Hm ...?” tanya Athar sambil membelitkan tangannya.“Mas, aku mau mandi,” jawabnya lembut dengan malu-malu. "Tubuhku capek banget, kayak habis nguli panggul di pasar. atau lebih parahnya kayak habis dipukuli orang," ucapnya mendramatisir sambil mengerucutkan bibirnya mengemaskan.“Apanya yang sakit?” tanyanya sambil menciumi tengkuk wanita cantik itu. Afni menggeliat menatap horor sang suami. Tanpa menunggu lama, Athar langsung berdiri. Membuat Afni berteriak menutup mata, dengan tanpa rasa malu, laki-laki tampan itu menghampirinya. Tubuh Afni diangkat, lalu membawanya

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   87. Menyatu

    Sesampainya di rumah, Afni dan Athar berkumpul di ruang keluarga sambil membuka oleh-oleh mereka. Niat hati ingin langsung beristirahat harus tertunda. Sang papa dan sang mama ingin mereka bercerita keseruan mereka saat bulan madu. Tentu saja yang ditanyakan adalah kerajaan mereka mengunjungi tempat wisata, bukan saat mereka memadu kasih di apartemen. Kedua orang tua Athar mendengarkan keseruan mereka, hingga terbawa suasana."Jadi pingin liburan ke Turki bersama kalian semua," ucap Syafina sambil melirik sang suami seolah memberi kode."Enggak usah melirik Papa, Ma. Papa sudah paham, kok. Ya, boleh akhir tahun kita habiskan dengan liburan ke Turki," ucap Farhad menatap sang istri sambil mengeringkan matanya. Sungguh, mirip sekali kelakuannya dengan sang putra."Kalau bisa, Papa Luthfi, Ayah Dipta, dan Ibu kita ajak sekalian, pasti makin seru liburan bersama," ucap Syafina yang diangguki antusias oleh sang putra."Iya, aku mendukungmu, Ma. Apa yang dikatakan Mama aku setuju," ucap Ath

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   86. Menjemput kedatangan Afni dan Athar

    Azril menceritakan apa yang diceritakan sang tante pada Arsyi yang saat ini berada di kanar mereka. Salah satu keluarga almarhum Azam mengalami hal yang di luar nalar dan meminta Azril untuk membantunya. Azril yang kebetulan memiliki keahlian menolong orang yang diganggu mahkluk halus pun mau membantu merukyah bersama pakdenya yang lain. Arsyi tercengang dan hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mereka percaya ada dunia lain, tetapi melakukan cara mistik di zaman modern untuk menggait laki-laki, hampir mereka tidak percaya.Azril sendiri juga pernah menangani pasangan yang hampir terkena sihir itu kalau saja ikatan cinta pasiennya tidak kuat. Entah, apa yang terjadi selanjutnya pada hidup orang tersebut, bahkan orang tersebut tidak sanggup bila istrinya meninggalkannya karena kesalahan itu. “Awal Jumpa, mereka merasakan biasa aja, bahkan mangaku langsung menyukai wanita itu saat itu juga, pasien Azril yang merupakan sepupunya itu pun tidak peduli, tetapi saat berangkat b

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   85. Makan Malam Romantis Ala Kang Athar

    Kumala baru saja keluar dari ruangannya di salah satu rumah sakit di Turki. Ia segera bergegas pulang ke apartemen mewahnya. “Bagaimana malam ini kalau aku menagih janji pada Athar dan mengajaknya makan malam? Aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini sebelum Athar kembali ke Indonesia,” ucapnya lirih.Dengan cepat Kumala segera menghubungi Athar untuk mengajaknya makan malam. “Assalamualaikum, Thar,” sapanya lembut.“Wa’alaikumussalam, La. Ada apa ini? Tumben telepon,” jawab Athar di seberang sana. “Aku hanya ingin menagih janjimu padamu. Bisakah kamu mengajakku makan malam hari ini? Aku takut kamu segera kembali ke Indonesia. Itu artinya aku akan menyia-nyiakan kesempatanku untuk bersamamu,” ucapnya manja dengan mengerlingka mata, meskipun Athar tidak bisa melihatnya hanya mendengar suaranya saja.“Tentu saja. Apa kamu punya rekomendasi restoran yang enak dan romantis sambil menghabiskan malam bersama pasangan?” tanya Athar tersenyum di seberang sana, sedangkan di sampingnya ada

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   84. Setulus Cinta Kang Athar

    Tiga hari dirawat, kondisi Athar semakin membaik. Hari ini ia diperbolehkan pulang. Afni menyambutnya dengan suka cita. Beberapa hari yang lalu, keluarga Afni juga menjenguk Athar di rumah sakit, bahkan Arni dan Afnan diminta untuk menginap. Oleh-oleh yang dibawa Afni dan Athar dari Malang sudah dibongkar Syafina, mereka membawakan oleh-oleh itu untuk Arni dan Afnan saat pulang ke Gresik.Syafina dan Farhad yang mendapatkan kabar dari Afni kalau Athar sudah diizinkan pulang pun menjemput mereka. Awalnya mereka akan menjenguk sepulangnya Farhad dari kantor, tetapi mendapatkan kabar sang putra diizinkan pulang, Farhad menghubungi bawahannya dan mengabarkan kalau dirinya hari ini mengambil libur. Kakek Luthfi juga turut ikut menjemput sang putra, meskipun awalnya menolak, tapi Syafina sedikit memaksa. Sang menantu bilang, selain menjemput Athar, mereka akan mengunjungi panti untuk mengadakan syukuran kecil-kecilan.Athar dan Afni sudah menunggu kedatangan Syafina, Farhad, dan Kakek Lut

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   83. Dirawat

    Sesuai janjinya pada Farhad, usai mengunjungi pasien dan tugasnya di rumah sakit selesai, Dokter Amri segera menuju ke rumah sang sahabat itu.Tadi siang, setelah meneleponnya, Farhad langsung menghubungi sang adik untuk memintanya memeriksa Athar. Tidak perlu lama, jarak kediaman Farhad dari rumah sakit cukup dekat, sehingga memudahkan Dokter Amri untuk segera sampai rumah tersebut.“Assalamualaikum,” sapa Dokter yang menjadi sahabat Farhad dan Syafina itu ramah saat memasuki rumah itu. Ia melihat Farhad, Syafina, dan Kakek Luthfi duduk di ruang keluarga.“Wa’alaikumussalam, Had," jawab ketiga orang itu serempak.“Akhirnya kamu datang juga. Segera periksa Athar, ya, Am. Panasnya kembali tinggi. Tadi sempat menurun, sekarang panas lagi,” ujar Syafina langsung menyahut dengan wajah penuh kekhawatiran.“Mereka baru pulang dari bulan madu atau gimana, sih?"” tanya Dokter yang sudah menjadi bagian dari keluarga Kakek Luthfi itu.“Bukan bulan madu, Athar dan Afni diperintah kakek neneknya

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   82. Kecapekan

    Usai memanjakan sang istri dengan menjekajahi kuliner, Athar mengajak Afni untuk melanjutkan perjalanan. Wanita cantik yang sangat ia cintai itu terlihat lega sambil terus mengusap perutnya."Kenapa dielus, Sayang? Emangnya di dalam sana Athat junior, 'kah?" tanyanya tersenyum menggoda."Hadeeh, Mas. aku baru tiga Minggu selesai kedatangan tamu bulanan, bagaiman bisa secepat itu," ujar Afni dengan polosnya. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil mereka."Bisa saja, Yang. Kalau Allah sudah berkehendak, mengapa tidak. Kun fayakun," ucap Athar tersenyum bijak."Aamiin, semoga apa yang kita harapkan benar-benar diijabah oleh Allah," ucap Afni tersenyum lembut. Keduanya sudah dalam mode serius dan tidak selengean lagi.Athar segera melajukan mobilnya kembali melanjutkan pulang. Tidak sabar mengajak sang istri pulang. Bukan karena tidak ingin menghabiskan waktu berlama dengan sang istri di luaran, tetapi rasa capek setelah perjalanan jauh dan beberapa hari yang lalu berusaha kuat untuk

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   81. Meninggalkan Malang

    Afni sudah membereskan barang-barangnya di lemari dan memasukkannya ke dalam koper. setelah semua dirasa tidak ada yang ketinggalan, ia tersenyum lega. Hal sama dilakukan Athar yang turut membantu sang istri. Athar ditugaskan Afni merapikan ranjang dan melipat selimut. Seperti keberangkatan mereka saat ke sini, mereka juga akan meninggalkan Malang selepas salat Subuh. Hal itu mereka lakukan supaya tidak terjebak kemacetan, apalagi ini musim liburan. Athar juga tidak memilih lewat tol karena Afni yang meminta. Wanita cantik itu ingin mampir-mampir dan bisa menikmati pemandangan.Usai membereskan semua dan membawanya keluar untuk diletakkan di bagasi. Afni dan Athar mengerjakan salat subuh terlebih dahulu.Afni sempatkan untuk mengaji sebentar setelah berdoa dan berzikir. Athar tersenyum pada sang istri yang sudah siap untuk pulang.Nenek Murni tidak membiarkan sang cucu dan cucu menantunya kembali ke Surabaya dengan perut kosong. Sebelum salat Subuh, wanita cantik di usia senja itu sud

  • Cahaya Cinta di Langit Pesantren (Cinta dalam Balutan Doa 2)   80. Siap-siap Pulang

    Fathiyah tersenyum sambil menyuapi sang buah hati, kala terdengar sayup suara mobil sang suami kembali masuk ke dalam halaman rumah. Pria tampan yang berprofesi sebagai abdi negara itu ternyata menepati janjinya untuk tidak berlama-lama setelah mengerjakan tugasnya karena akan membawa keluarga kecilnya jalan-jalan.“Assalamualaikum, Sayang,” ucapnya sambil mencium kepala sang istri dari belakang. Wanita cantik itu tersenyum mendapatkan perlakuan manis dari sang suami.“Wa’alaikumussalam. Akhirnya datang juga,” serunya sambil menghadap ke arah sang suami.“Pantang bagiku untuk mengingkari janjiku pada istri tercintaku,” balasnya tersenyum lembut sambil duduk di samping sang istri.“Hai, kesayangannya Ayah. Lagi makan apa ini?” sapa Arza pada sang putra yang makin hari makin gemuk dan mengemaskan.“Makan udang,” jawab si kecil Arnav yang terlihat semakin menggemaskan dengan pipi gembulnya.“Sini dipangku Ayah,” ucapnya sambil menepuk pahanya. Bocah tampan itu tersenyum sambil berjalan t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status