Tentang sebuah kebahagiaan dapat kamu jadikan sebagai pengingat bahwa di dalam hidup ada kalanya dipenuhi cobaan, dan untuk mencapai kebahagiaan itu diperlukan kerja keras.
(Fathiyah – Cinta dan Harapan)
***
Fathiyah sedih dengan penolakan yang dilakukan Arza padanya.
“Seharusnya kamu sadar, Fathiyah. Itu masih makanan darimu yang ditolaknya. Ya, hanya makanan! Kamu seharusnya sadar diri siapa laki-laki itu dia orang yang berpangkat, dan berpendidikan. Siapa kamu? Kamu hanyalah seorang gadis yatim piatu, miskin tak berpendidikan dan hanya seorang koki,” lirihnya sambil menghela napasnya panjang. Saat ini ia berada di kamar, melepas lelah sejenak sebelum sang bibi kembali dari pengajian.
***
Pagi-pagi sekali Fathiyah sudah menyelesaikan tugasnya dan segera berangkat. Karena Pak Reno memintanya sebelum pukul setengah tujuh ia sudah ada di resto.
Fathiyah melihat Arza sedang mengatur lalu lintas pagi bersama satu temannya. Mengingat kejadian kemarin siang, fathiyah sama sekali tidak berniat menyapa pemuda tampan, tapi sombong itu.
Arza menyadari kehadiran Fathiyah yang melajukan motornya pelan mengurai kemacetan. Arza pura-pura tidak tahu dan mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
“Tumben gadis tomboi itu kok enggak nyapa kamu dengan heboh,” goda Razdan setengah berbisik.
“Aku malah senang tidak dia sapa,” ucapnya masa bodoh. Namun, tidak dengan hatinya, yang menanyakan kenapa Fathiyah tidak menyapa.
Razdan mengedikkan bahu, ikut tidak peduli.
***
Fathiyah sampai di resto tepat waktu sesuai permintaan Pak Reno. Di sana sudah ada Pak Rizki yang mengatur tempat itu, padahal masih pagi.
“Fathiyah, kamu nanti membuat menu terbaru spesial buat keluarga pemilik kafe dan Resto ini. Kamu masak besar, ya, tentunya dengan bantuan Pak Reno,” perintahnya.
“Nanti kamu aku kenalkan dengan pemilik kafe dan Resto ini. Dia masih muda usianya mungkin terpaut hanya 5 tahun denganmu, orangnya serius dan perfeksionis, sangat jauh dengan almarhum ayahnya yang sedikit selengekan dan humoris, tapi kamu tenang saja. Dia orangnya baik kok. Memang dengan orang asing sikapnya seperti itu,” ujar Pak Rizki.
Fathiyah hanya mengangguk tanda hormat dan mengerti. Ia segera mengerjakan tugasnya. Acara akan dimulai selepas sholat ashar dengan acara berdoa bersama anak yatim dan fakir miskin. Setelah itu acara di lanjutkan selepas sholat magrib dengan makan gratis sepuasnya di kafe dan resto ini untuk para pengunjung dan pelanggan.
“Pemilik kafe dan resto ini seorang Gus, Nak. Putranya Kiyai namanya Kiyai Afnan. Ya, meskipun putra sambung, tapi sejak kecil sudah dirawat oleh beliau. Almarhum pemilik kafe ini meninggal saat bertugas, beliau adalah seorang perwira polisi yang baik hati dan suka bercanda dengan semua karyawannya, bahkan tidak ada batasan, namanya Nak Azzam. Beliau meninggalkan dua putra, lalu sesuai amanatnya, Neng Arni disuruh menikah dengan Kiyai Afnan yang tak lain adalah sahabatnya Nak Azzam sendiri. Penerus kafe dan resto ini Nak Arza, wajahnya sangat mirip sang ayah juga baik seperti ayahnya, tapi dia lebih serius dan tak banyak bicara. Adiknya malah yang mewarisi sikap almarhum Nak Azzam namanya Azril. Dia lebih humoris dan senang membaur dengan para karyawan,” ungkap Pak Reno menceritakan keluarga pemilik kafe dan resto, sambil tangannya tak berhenti mengolah makanan bersama Fathiyah.
Fathiyah tersenyum mengangguk, ia belum menyadari nama pemilik kafe tempatnya bekerja, dan sama sekali tidak menyangkut pautkan nama itu. Ia berpikir bukan satu orang yang mempunyai nama yang sama.
“Nanti kalau Pak Rizki memintamu menemui keluarga pemilik kafe sebaiknya pakai kerudung ya, Nak!” saran Pak Reno.
“Kerudung!”
“Iya, kerudung untuk menutupi rambut Nak Fathiyah,” ujarnya.
“Iya aku tahu, Pak, tapi masalahnya aku tidak membawanya, andai sejak kemarin Bapak mengingatkannya pasti aku membawanya, Pak,” ucapnya sedikit panik.
“Ya sudah, kalau begitu ndak apa, nanti pakai topi koki saja, yang penting tertutup rambutnya,” ujarnya menenangkan Fathiyah.
“Terima kasih, Pak.”
***
Sore pun tiba, Beberapa anak yatim dan kaum dhuafa sudah memenuhi restoran ini. Tak lama 5 buah mobil datang. Mobil pertama milik Afnan dengan membawa Arni, Azril dan Afni. Mobil kedua dikemudikan Dedik dengan membawa Ratna, Aidil, Kiyai Laqief dan Ummi Syarifah. Mobil ketiga dikemudikan sopir Haji Hambali yang membawa Haji Hambali, Yulia, Syafaah dan Hendra. Mobil keempat dan kelima saudara-saudara Azzam yang lain yang turut hadir meskipun sebagian. Karena Gus Achmad dan keluarganya sedang umroh.
Acara segera dimulai. Arza sudah meminta izin pada keluarganya tidak bisa menghadiri acara sore ini, karena tugasnya yang tidak memungkinkannya untuk meminta izin pada komandannya.
Acara doa bersama berjalan dengan lancar. Setelah semua acara selesai semua tamu undangan diminta untuk ramah tamah, menikmati hidangan yang dijual di kafe dan resto ini.
“Ini menu baru ya?” tanya Dedik.
“Iya, Kang. Katanya Arza ada menu baru dan lagi booming di sini,” jawab Afnan.
“Enak masakannya, adek suka, Bi,” ujar Azril yang ditimpali Afni dengan mengacungkan jempolnya.
“Katanya sih koki baru, tapi Arza belum pernah bertemu karena Arza mengunjungi kafe saat koki itu sudah pulang. Pukul setengah 9 kadang pukul 9 malam Arza baru ke sini,” ujar Afnan.
“Pak Rizki, bisa kami bertemu koki itu?” tanya Arni penasaran.
“Tentu, Bu.” Pak Rizki segera memanggil Fathiyah. Pak Reno menyadari kepanikan Fathiyah yang tidak memakai kerudung, sedangkan yang ingin bertemu dengan gadis itu adalah pemangku pondok pesantren besar di daerah ini. Pak Reno mengangguk memberi semangat pada Fathiyah.
“Kenalkan Bu Arni ini Nak Fathiyah, koki baru di kafe dan resto ini,” ucap Pak Rizki, sedangkan Fathiyah yang berdiri di sampingnya sejak tadi menunduk memberi hormat pada semuanya.
“Wah, masih muda sekali! Kamu umur berapa, Nak?” tanya Arni.
“18 tahun, Bu,” jawabnya.
“Seumuran denganku dong,” ujar Afni. Fathiyah langsung mendongakkan kepalanya sedikit, melihat ke arah Afni sambil tersenyum.
“Wah, hebat. Umur masih 18 tahun sudah pintar memasak,” ucap Azril memuji. Fathiyah hanya tersenyum dan kembali menundukkan mukanya.
“Kamu hebat, Nak. Bahkan menu yang kamu hidangkan jadi booming di kafe ini,” puji Afnan juga, Dedik dan lain menganggukkan kepala sependapat dengan Afnan.
“Yang semangat ya, Nak. Semoga bisa menciptakan kreasi baru lagi,” ucap Arni menyemangatinya. Fathiyah mengangguk dan tersenyum.
Setelah menemui keluarga pemilik kafe dan resto. Fathiyah kembali bekerja.
***
Selepas sholat magrib, Fathiyah dan Pak Reno kembali berkutat di tempat produksi. Karena setelah ini kafe dan resto akan dibuka untuk umum, pelanggan dan pengunjung akan segera berdatangan.
Pukul tujuh malam. Pak Rizki memanggil semua pegawai di kafe ini karena pemilik kafe ingin bertemu dengan semua pegawainya. Sudah menjadi kebiasaan sang pemilik kafe akan memberi bonus pada semua pegawainya di hari jadi kafe dan resto ini. Selain tunjangan hari raya.
Arza meminta Pak Rizki mengumpulkan semua pegawainya di aula kafe dan resto ini.
Fathiyah dan Pak Reno ikut bergabung dengan semua pegawai yang lain. Betapa terkejutnya Arza saat melihat Fathiyah berada di kafe dan resto miliknya memakai seragam yang sama dengan pegawai lainnya. Fathiyah yang sejak tadi menunduk karena belum siap bertemu pemilik kafe dan resto ini tidak menyadari Arza menatapnya dengan pandangan tidak suka.
“Pak Rizki, siapa yang memperkerjakannya di sini?” tanyanya sambil menunjuk ke arah Fathiyah, membuat para pegawai lainnya melihat ke arah gadis itu. Fathiyah yang mengenali suara itu langsung mendongakkan kepala. Berulang kali ia menelan saliva, ia tercenung melihat Briptu Arza, laki-laki yang ada di hatinya berdiri menunjuk ke arahnya dengan tatapan tidak suka.
Fathiyah kembali menunduk. Ia tidak menyangka kalau pemilik kafe dan resto tempatnya bekerja adalah milik Arza, laki-laki yang ia cintai. Tatapan tidak bersahabat dari Arza masih terngiang di kepalanya. Ia sangat takut kalau Arza akan memecatnya, sedangkan ia sudah senang dengan pekerjaannya ini.
Mengapa mencintaimu itu begitu menyesakkan? Apakah aku terlalu mengharapkanmu? Atau mungkin hatimu sudah beku sehingga kamu tidak pernah mau tahu arti sebuah ketulusan cinta , bahkan tak mau menghargainya.(Fathiyah -- Cahaya Cinta di Langit Pesantren--)***“Pak Rizki, sejak kapan Bapak memperkerjakannya, kenapa Bapak tidak bilang padaku kalau menerima karyawan baru?” tanyanya sedikit membentak. Pak Rizki belum pernah melihat Arza semarah ini padanya.“Sudah satu bulan, Mas Arza. Nak Fathiyah sudah bekerja selama satu bulan ini dan berkat dia kafe dan resto kita sampai ramai,” ungkapnya. “Maksud Bapak apa? Kafe dan resto kita ramai apa dia sering melakukan kesalahan dengan tingkahnya yang bar-bar dan agresif itu?”Pak Rizki semakin tidak mengerti dengan pertanyaan Arza. “Bukannya Mas Arza sendiri yang memuji masakan Nak Fathiyah tadi, bahkan semua keluarga Nak Arza juga menyukai masakan itu,” ungkap Pak Rizki yang seketika membuat Arza terdiam. “Maksud Bapak, dia koki kita yang b
Sebuah kebahagiaan tidak bergantung dari situasi yang kita alami . Namun, bagaimana cara kita mengatasi keadaan dan situasi itu sendiri, oleh karena itu kamu memerlukan masa-masa sulit untuk menjadi lebih kuat, kalau tidak ingin selamanya menjadi lemah.(Fathiyah – Cinta dan Harapan)***Fathiyah mendapatkan libur hari ini. Setelah pesta, kafe tempatnya bekerja diliburkan satu hari.Untuk menghindari ucapan kasar sang bibi setelah mengerjakan pekerjaan rumahnya. Fathiyah langsung kembali ke kamarnya, menutup kamar itu dan menguncinya. Rasa bosan ia rasakan karena di dalam kamar hanya membuatnya berkhayal dengan mencoret-coret buku diarinya, untuk ponsel ia pun tidak punya. ***Saat ini Arza sedang berada di ruangannya. Ia membaca berkas perkara, bandar narkoba dan judi togel yang membuat resah lingkungan ini, dan pastinya sangat memprihatinkan. Apalagi obat haram itu sudah mulai menyasak generasi muda.“Aku tidak akan membiarkan generasi muda di kotaku rusak hanya karena mengonsums
Saat aku berusaha mengubur kecurigaan, maka kamu harus menjaga baik-baik sebuah kepercayaan yang telah hadir di hatiku, karena Saat kepercayaan dibalas dengan kebohongan, jangan berharap kepercayaan itu akan kembali lagi. (Cinta dan Harapan)***Pagi ini Fathiyah bersiap pergi bekerja. Setelah menyelesaikan tugasnya dan sarapan seadanya, ia memanasi motornya dengan wajah ceria. Baginya, hari-harinya harus selalu ceria dengan menebar senyum, meskipun hidupnya tidak jauh dari kesedihan.“Assalamualaikum ...,” sapa seorang pemuda tampan yang suaranya sangat Fathiyah kenali itu. Seketika membuat gadis cantik tomboi itu tercengang dan tak mampu berucap apa-apa.“Hai, Assalamualaikum,” sapanya lagi sambil melambaikan tangan di depan Fathiyah, membuyarkan lamunan gadis itu. “Ma-mas tampan ... eh, Pa-pak Arza ...,” ucapnya segera meralat. Ia tidak mau memantik kemarahan pria itu yang ujungnya pada pemecatan.“Kamu belum menjawab salamku, hukumnya wajib lho menjaw
Aku terjebak dalam pesonanya, di mataku setiap yang ia berikan adalah kebahagiaan. Namun semua itu hanya sampulnya yang lambat laun akan aku sadari di dalamnya hanya berisi penderitaan.(Fathiyah- Cinta dan Harapan)***Arza sudah menceritakan rencananya pada Razdan, Farhan, dan Luna. Ia terlihat sangat bersemangat sekali. Kasus yang ia tangani ini adalah kasus besar. Ia tidak boleh melepaskannya.“Gila kamu, Za. Kamu akan mempermainkan perasaan seorang wanita hanya karena menginginkan misi ini berhasil,” ucap Razdan kurang setuju. “Aku tahu itu, tapi bagaimana pun juga kita harus menyelesaikan tugas ini dengan baik. Aku tidak mau komandan kecewa pada kita. Ini tugas penting, tugas besar yang harus kita selesaikan dengan cepat,” ujar Arza mencoba meyakinkan sahabatnya itu.“Lagian hanya satu hati yang terluka, bukankah itu setimpal dengan apa yang dilakukan pamannya karena sudah merusak generasi penerus bangsa,” ujar Luna antusias. Wanita itu mendukung penuh keputusan Arza. Ia tidak
Orang yang hanya bisa menjatuhkan orang lain, pasti akan terjatuh oleh perangkapnya sendiri. Aku menunggu saat itu, saat di mana kamu akan menyesalinya, sobat.(Razdan putra Alkhalifi – Cinta dan Harapan)***Arza sangat bahagia dengan hasil investigasinya malam ini. Pria tampan berlesung pipi dan mata setajam elang itu tidak berhenti menerbitkan senyumnya.Ia sudah mendapatkan bukti rekaman pembicaraan Syafik padanya. Ia juga bisa masuk ke jaringan itu tanpa bersusah payah, bahkan Syafik sendiri yang akan membawanya.“Tinggal selangkah lagi, aku akan berhasil menyelesaikan kasus ini,” gumamnya. Ia segera menuju ke rumah Luna, untuk menjemput gadis itu dan nonton bersama.Arza melihat wanita cantik itu sudah bersiap menunggu di teras rumah. wajah cantik gadis itu terlihat semakin cantik malam ini. Beruntung Arza masih bisa membatasi diri dan selalu mengingat pesan sang bunda, meskipun berulang kali Luna mencoba menggoda. Rasa cintanya pada Luna, membuat Arza menghormati gadis itu. Ia
Terkadang manusia harus sampai pada titik kehilangan untuk mengerti arti sebuah kehadiran, kasih sayang, ketulusan dan kesetiaan. Dan mungkin dengan pergi menjauh kita bisa merasakan betapa kita dibutuhkan.(Cinta dan Harapan)***Kamu jangan menangis, Nak. Paman akan semakin bersalah padamu dan Bibimu, Nak. Biarkan Paman mempertanggung jawabkan perbuatan Paman disini, paman tahu hukuman Paman sangat berat, mungkin paman akan menerima hukuman mati atau seumur hidup,” ungkap Syafik menyesal.“Tidak mungkin Paman akan dihukum seberat itu, pasti hukuman Paman paling lama satu tahun,” ucap Fathiyah yang mendapat galengan dari sang paman. Pria itu sudah pasrah dan paham akan konsekuensi pekerjaannya.“Paman menjalankan bisnis haram bersama Bang Edo ini sudah hampir tujuh tahun, Nak. Kami adalah bandar terbesar di kota ini, dan karena kebodohan Paman jugalah bisa berada di sini. Nak Arza cukup cerdik, polisi muda itu berhasil mengelabuhiku dan jaringan paman yang lain, dia menggunakan tekno
Menjauh bukan berarti tidak sanggup lagi menyelesaikan masalah, tetapi dengan menjauh kita bisa lebih menghargai diri kita sendiri supaya orang lain tidak semakin menginjak-injak harga diri kita.(Fathiyah – Cinta dan Harapan)***Pagi ini, setelah kedua sahabatnya pulang ke rumah mereka masing-masing, Fathiyah mencoba melupakan masalahnya dengan menyibukkan dirinya dengan membersihkan rumahnya, mencuci pakaian dan memasak. Ia tidak ingin larut dalam kesedihan dan harus segera bangkit.Di dalam kulkas ia melihat ada bahan makanan yang ia rasa cukup untuk tujuh hari ke depan. Setelah itu ia akan pergi dari rumah peninggalan kedua orang tuanya dan berniat mengontrakkannya. Ia beruntung para tetangganya tidak berhenti menolongnya, dari memberi uang, makanan untuk acara tahlil semua sudah disediakan menggunakan uang patungan warga.Selesai sarapan ia menulis surat pengunduran dirinya. “Aku akan melupakan semua ini, dan hanya dengan pergi dari sini, aku akan lebih tenang dalam menjalani hi
Tahukah kamu hati itu sangat mahal? Kenapa hati itu mahal dan berharga? Karena di situ ‘lah Allah melihat kita bukan rupa kita. Jangan pernah melihat seseorang dari tampilannya, tapi lihatnya kebaikan dan ketulusannya, supaya kamu bisa memberinya cinta bukan hinaan dan cacian(CINTA DAN HARAPAN)***Kondisi kafe dan resto semenjak ditinggal Fathiyah sedikit mengalami penurunan pengunjung. Ya, meskipun kafe dan resto itu tetap ramai, tapi tidak seramai saat Fathiyah bekerja di sana. Rasanya ada yang kurang.Arza masih mengingat ucapan Razdan saat itu. Ingin rasanya ia menemui Fathiyah dan meminta maaf pada gadis itu, tetapi rasa malu dan gengsinya terlalu tinggi, sehingga ia selalu urungkan niatnya. Karena kesibukannya, Arza juga baru tahu tiga hari yang lalu dari Pak Rizki gadis itu mengundurkan diri dari kafe dan restonya.Siang ini Arza bertugas patroli di dekat rumah Fathiyah. Setelah tugasnya selesai, ia berniat mampir ke rumah Fathiyah, mencoba meredam ego dan gengsinya untuk mem