Bab 4
"Bu tau gak? ternyata Andi itu orang kaya yang selama ini hanya menyamar jadi supir," ujar Kak Ana yang sedang berbicara dengan Ibu di kamarnya. Saat itu aku beranjak ke dapur untuk ambil aira minum tidak sengaja mendengar percakapan mereka.
"Loh kok bisa? bagaimana ceritanya?" tanya Ibu penasaran.
"Panjang Bu ceritanya. Yang jelas sekarang dia pemilik perusahaan tempat Mas Rendi bekerja,"
"Yang bener kamu Na? kalau begitu berarti calon menantu Ibu orang kaya semua," ungkap Ibu dengan gembiranya.
"Serius Bu. Makanya mulai sekarang kita harus baikin si Andi kalau dia datang kemari! suruh dia yang bayarin biaya pernikahan aku dan Ani nanti. Karena aku mau pernikahan kami tetap mewah diadakan di gedung pakai jasa WO ternama yang sudah aku pilih" terang Kak Ana.
Aku yang berada dibalik pintu kamar mendengar percakapan mereka segera mengundurkan langkahku takut ketahuan sedang menguping. Ternyata Kak Ana mempunyai rencana untuk memanfaatkan Mas Andi, tapi tak akan kubiarkan itu terjadi.
****
Seperti biasa kegiatanku setiap hari dari pagi hingga sore aku bekerja di sebuah Toko Grosir milik Pak Haji Udin. Pagi tadi sebelum berangkat kerja Mas Andi sempat menelepon memberitahuku kalau dia hari ini sudah mulai bekerja di kantornya menempati posisi tertinggi di perusahaan. Mas Andi meminta pendapat dariku mengenai rencana peralihan jabatan karyawannya salah satunya ada Mas Rendi. Setelah diselidiki mengenai kasus permasalahan omset perusahaan yang turun bulan lalu dikarenakan ada sejumlah karyawan yang menggelapkan uang perusahaan termasuk Mas Rendi. Ia diduga menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadinya dengan memanipulasi data pengeluaran perusahaan dan Pak Hadi Wijaya sudah mengetahui hal itu beliau meminta Mas Andi untuk memecatnya. Tapi disisi lain dia tidak enak hati dengan Kak Ana jika Mas Rendi sampai dikeluarkan dari perusahaan apalagi mereka akan menikah.
Akupun hanya memberi masukan untuk meminta Mas Andi memberi satu kesempatan lagi pada calon Kakak Iparku agar ia tetap bekerja di perusahaan Mas Andi. Tapi dengan pengecualian Mas Andi akan menurunkan jabatan Mas Rendi menjadi karyawan biasa bukan lagi Manager Marketing dan fasilitas yang ia dapat dari kantor seperti mobilnya akan dicabut. Semua rencana ini belum diketahui oleh Mas Rendi, entahlah akupun tidak bisa membayangkan reaksi Kak Ana jikalau dia tau ini semua.
Saat aku keluar dari pintu kamarku kulihat Kak Ana dan Ibu duduk di kursi meja makan mereka sedang menikmati sarapan paginya. Aku yang sudah terbiasa tidak sarapan dirumah berlalu tidak mampir ikut bergabung dengan mereka.
"Ani. Sini sarapan dulu yuk! sudah Ibu siapkan lauk kesukaanmu," ajak Ibu yang seketika menghampiriku menggandeng tanganku mengajak untuk sarapan bersama. Setiap harinya mana pernah Ibu mengajakku untuk sarapan bersama mereka, aku selalu di berikan lauk sisa mereka setelah kenyang makan.
Kak Ana dia masih sibuk dengan piring dan sendoknya tanpa menoleh kearahku. Ibu menawarkan beberapa makanan yang tersedia diatas meja. Aku yang sudah tau apa maksud dari ini semua tetap berusaha tenang dan mengikuti sandiwara mereka.
"Ani. Nanti malam kamu undang Andi makan malam disini bersama kami!" pinta Ibu.
"Memangnya ada acara apa Bu? pakai undang Mas Andi untuk makan malam segala," tanyaku.
"Gak ada apa-apa. Ibu hanya ingin membicarakan mengenai persiapan pernikahan kalian yang sebentar lagi berlangsung," ujar Ibu.
"Bukannya semua sudah dibicarakan Bu? dan aku akan tetap menikah dirumah saja bukan di gedung!" jawabku.
Walaupun aku tahu kemungkinan Mas Andi akan menggelar resepsi pernikahan kami di Gedung setelah dia membuka jati dirinya. Aku sengaja berbohong karena tau Kak Ana hanya akan memanfaatkan Mas Andi untuk kepentingannya sendiri, padahal seharusnya dia itu tanggung jawab Mas Rendi. Tapi yang kutahu sampai sekarang Mas Rendi belum mengeluarkan uang untuk persiapan biaya pernikahan mereka, semua uang dari Kak Ana.
"Sudah kamu undang saja Andi kerumah nanti malam!" Imbuh Kak Ana.
Ternyata Ibu mengajakku sarapan bersama ada maksud tertentu. Akupun buru-buru menghabiskan makananku dan berpamitan dengan mereka tanpa mengiyakan permintaan Ibu. Aku merasa seperti di anak tirikan selalu saja Ibu memihak pada Kak Ana padahal kami saudara kembar tapi dari dulu selalu Kak Ana yang di nomor satukan semua terasa setelah Almarhum Bapak telah tiada. Dulu Almarhum Bapak selalu berlaku adil pada kami tapi tidak dengan Ibu.
****
Hari sudah mulai gelap, aku yang biasanya sebelum petang sudah sampai rumah kali ini pulang telat karena patnerku Santi ijin tidak masuk jadi aku jaga toko sendiri hingga jam 8 malam.
Tring...
Panggilan masuk dari Mas Andi. Segera kuusap layar ponselku keatas.
[Assalamuallaikum Mas.] sapaku.
[Wallaikumsalam. De barusan Kak Ana meneleponku dia bilang Ibu meminta aku kerumah untuk membicarakan persiapan pernikahan kita. Apa itu benar? Mas sekarang lagi dijalan sebentar lagi sampai kerumah kamu, kebetulan tadi Mas lagi jalan pulang jadi Mas pikir sekalian mampir.] ungkapnya dalam telepon.
[Loh Mas tunggu! Aku masih ditoko, sebentar lagi pulang.] ungkapku kaget mendengar Mas Andi sedang perjalanan kerumah.
Padahal aku sengaja tidak memberitahunya mengenai undangan makan malam Ibu, tapi malah Kak Ana lebih antusias menelpon Mas Andi tanpa sepengetahuanku. Aku jadi khawatir dan cepat ingin pulang apalagi yang sedang direncanakan Kak Ana?
Bab 26Part ini mengandung bawang, mohon siapkan tisu.Ruang IGD yang seharusnya sunyi senyap kini berubah menjadi gaduh. Ana terus berteriak mengusir saudara kembar yang berusaha menenangkan dirinya. Sekuat apapun Ana disaat kondisinya seperti ini dia tidak bisa lari kabur dari Rumah Sakit itu.Ani mencoba mendekati tubuhnya sedekat mungkin dengan Ana. Sebisa mungkin ia tepiskan rasa canggung terhadap Kakaknya. Dipeluknya tubuh yang berbalut kain berwarna biru, baju ciri khas pasien Rumah Sakit. Tak ada respon balik dari tubuh yang terbaring lemah di ranjang Rumah Sakit."Kak Ana tenang dulu ya Kak! Kakak lagi sakit gak boleh banyak gerak. Izinkan aku tetap disini untuk menemani Kakak," ungkap Ani dengan lembutnya.Perlahan Ana mulai tenang dalam pelukan saudara kembarnya. Ia menangis tersedu, Ani merasakan betapa berat beban yang Kakaknya tanggung saat ini. Sampai ia harus berada di titik terendahnya.Andi yang sempat mendengar teriakan dari ruang IGD merasa takut jikalau terjadi se
Bab 25Mobil hitam yang hanya berpenumpang dua orang itu melaju dengan kencang. Menembus gelapnya malam di tengah-tengah keheningan jalanan yang dilewatinya."Mas. Kalau kamu cape dan ngantuk biar gantian aku saja yang nyetir," tawar Ani. Kali ini mereka berdua pergi tanpa didampingi seorang supir."Gak kok De. Lebih bahaya lagi jika kamu yang nyetir dalam keadaan gelisah kaya gini," tolak Andi " kamu lebih baik bantu baca maps biar kita cepat sampai!" pinta Andi.Ani mengangguk lesu. Sesungguhnya dia sudah tidak mau lagi berurusan dengan saudara kembarnya. Tapi saudara tetap saudara dia tidak mungkin tega membiarkan Kakak kandungnya sendiri dalam keadaan terpuruk.Kurang lebih hampir dua jam mereka melangsungkan perjalanan. Dari jarak dua ratus meter Ani melihat gedung Rumah Sakit yang dituju.Tibalah mereka di depan Rumah Sakit yang polisi itu sebutkan. Andi mencari tempat yang masih kosong untuk parkir. Karena rupanya Rumah Sakit sedang banyak pasien, terlihat dari kondisi parkira
Bab 24Dalam sekejap semuanya berubah. Seketika. Ana yang tadinya bergelimang harta mendadak menjadi gelandangan. Dia diusir oleh Yulia dari rumah yang diberikan oleh Bagas. Satu-satunya yang tersisa hanya pakaian yang ia kenakan. Semua yang Ana punya di dalam rumah itu dirampas oleh Yulia, karena apa yang Bagas punya berasal dari Yulia. Dia hanya menumpang hidup pada istrinya yang kaya raya. Jangankan untuk melindungi Ana, untuk membela dirinya sendiri saja Bagas sudah tidak mampu karena sudah tertangkap basah mengkhianati istrinya."Pak. Usir dua orang ini dari rumah saya!" perintah Yulia kepada Security yang berjaga di rumahnya."Ta - tapi Bu," Security itu enggan menjalankan perintah Yulia, karena selama ini dia bekerja dengan Bagas."Pak. Cepat usir mereka! apa Bapak mau saya pecat juga?" gertak Yulia."Baik Bu" "Maaf Pak, Bu. Sebaiknya Bapak dan Ibu keluar dari sini!" ucap Security menyeret tangan Bagas."Lepas! saya bisa jalan sendiri"bentak Bagas."Mas. Kamu lakuin sesuatu
Bab 23[Hallo. Yulia] sapa Ani. [Sudah punya nyali kamu ya berani video call. Mana suamiku?] gertak Yulia. [Kamu mau lihat suamimu?][Tidak usah banyak basa-basi kamu wanita penggoda! cepat beritahu dimana kamu sembunyikan suamiku!] cerca Yulia dalam telepon. Begitu bencinya Yulia terhadap Ani yang dia tuduh sebagai penghancur rumah tangganya. [Tenang dulu! setelah ini kamu bisa menarik semua tuduhanmu terhadapku] ujar Ani. Diarahkannya kamera handphonetepat dihadapan suami Yulia. Yang sedang menggandeng tangan Ana, tanpa sepengetahuannya. [Mas Bagas] seru Yulia berteriak memanggil nama suaminya, tapi percuma saja suaminya tidak mendengarnya. [Kamu lihat sendiri kan dia baik-baik saja][Dasar kamu pelakor tidak tahu diri] maki Yulia. [Kamu lihat dulu siapa perempuan yang digandeng suamimu, sebelum menuduhku sembarangan!] Ani memperlihatkan bagas sedang menggandeng tangan Ana melalui video call nya. Perlahan kamera diarahkan tepat di hadapan mereka berdua, tak lupa Ani memperbe
Bab 22Wanita yang bergaun hitam diatas lutut dan tanpa lengan. Sangat familiar paras wajahnya, walau di balut make up yang super tebal. Dengan rambut diujungnya yang bergelombang tetap membuat Ani bisa mengenali saudara kembarnya. Ternyata benar kalau wanita yang turun dari mobil mewah itu ialah Ana Kakaknya. Ani membuka pintu mobil bermaksud menemui Ana tapi dicegah oleh Andi. "Sabar De! Kita jangan keluar sekarang!" perintah Andi. "Tapi Mas. Aku sudah gak sabar pengen paksa Kak Ana pulang,""Kamu kan sudah janji sama Mas, De. Kalau jangan paksa dia! biar dia memilih kehidupannya sendiri. Lebih baik kita ikuti dulu saja dia sampai masuk kedalam!"Ani terpaksa mengikuti perintah suaminya demi bisa bertemu Ana. "Kita keluar sekarang dan masuk kedalam!" ajak Andi kepada Pak Supri dan Ani. Mereka bertiga diam-diam masuk kedalam club malam. Berjalan beriringan dengan para pengunjung agar tidak dicurigai. Ani yang baru pertama kali datang ketempat macam itu, ia sangat terkejut dengan
Bab 21Dengan parasnya yang cantik seorang wanita muda sedang duduk di lobby perusahaan milik Andi. Dari penampilannya terlihat sekali kalau dia orang berada. Pakaian, sepatu dan tas yang dia kenakan semuanya barang mahal. Hingga banyak pasang mata tertuju padanya, tak sedikit dari mereka yang melihat berbisik-bisik membicarakan wanita yang sedang duduk di sofa berwarna hitam. "Eh Sar. Kamu tau gak? denger-denger wanita yang duduk di sebelah sana, itu istri selingkuhan Bu Ani loh. Dia kesini mau ngelabrak Bu Ani," ungkap salah seorang Receptionist. "Yang benar saja kamu La! Jangan nyebar gosip yang belum jelas kebenarannya. Salah-salah nanti kita yang kena tegur sama Bos. Lagi pula Bu Ani itu orangnya kalem, gak banyak tingkah, baik, lemah lembut. Masa dia selingkuh sama suami orang. Gak mungkin ah," ujar Receptionist satunya. Karena kebetulan disitu ada dua Receptionist yang sedang berjaga. "Belum tentu tau Sar! orang kalem itu di luar sana gak liar,""Sudah Ah. Jangan gibahin ora