Share

Sikap Ana

Bab 3

"Kak Ana. Kakak sedang apa disini?" tanyaku padanya. 

"Eh Ani. Ini aku barusan ngucapin selamat pada Andi. Kamu dari mana saja?"

tanya dia dengan penuh basa-basi. 

Perasaanku sudah mulai tidak enak padahal tadi jelas-jelas aku berpapasan dengannya saat mau ke toilet tapi dia terlihat cuek kepadaku dan masa bodoh. Ini didepan Mas Andi dan orang lain dia terlihat sok akrab dan baik. 

"Loh kok ini ada dua calon Istri Pak Andi?" tanya salah seorang karyawannya yang bingung melihat aku dan Kak Ana. 

"Iya Pak mereka saudara kembar, kalau yang ini calon istri saya Ani," ucap Mas Andi yang langsung menggandeng tanganku seraya memperkenalkan aku pada para tamu. 

"Oh maaf Pak saya kira Mba ini yang calon istri Bapak," jawabnya. Sambil jari tangannya menunjuk ke arah Kak Ana.

Kulihat Kak Ana senyum-senyum sendiri ketika Bapak tersebut menyebutnya. Sikap Kak Ana sudah mulai aneh menurutku. 

"Bukan Pak. Dia Kakak saya, calon istri dari Mas Rendi, salah satu karyawan disini juga," tegasku. 

"Jadi Mba calon istrinya Rendi? Hati-hati loh Mba! Rendi playboy, dia suka menggoda karyawan perempuan disini," ucap salah satu wanita yang tiba-tiba ikut menyumbangkan suaranya. 

Deg. Seketika kulihat raut wajah Kak Ana yang tadi sumringah berubah menjadi suram setelah mendengar kabar tak sedap tentang calon suaminya. Apakah benar Mas Rendi seperti itu? selama ini yang kutahu Mas Rendi orangnya setia pada Kakakku. Kak Ana yang suasana hatinya sudah berubah kemudian berlalu pergi meninggalkan kami. 

Aku dan Mas Andi izin untuk pergi menemui Ayah Mas Andi yang kulihat beliau sedang duduk menikmati hidangan di mejanya. Mas Andi menarik kursi dan mempersilahkan aku duduk disampingnya. Ada sedikit perasaan canggung saat aku berada di tengah-tengah keluarga Pak Hadi Wijaya. Tapi disisi lain aku sangat bersyukur karena mereka semua menyambutku dengan hangat, tidak memperdulikan statusku yang hanya dari keluarga biasa. Justru sebaliknya aku merasa malu terhadap Mas Andi karena sikap keluargaku kepadanya selama ini. Jarang sekali Ibu dan Kak Ana mau menyambutnya maupun berbicara dengannya, setiap kali Mas Andi datang kerumah. Berbeda dengan Mas Rendi, dia yang selalu Ibu banggakan, disanjung dan disambut ramah oleh Ibu setiap datang kerumah untuk menemui Kak Ana. Karena Ibu merasa sangat bangga mempunyai calon menantu kaya dan punya jabatan. Untung saja Mas Andi tidak mempermasalahkan itu semua.

"Dimakan De itu nasinya, jangan cuma diliatin!" ucap Mas Andi yang membuyarkan lamunanku. 

"Eh iya Mas ini sudah mau habis," jawabku. 

*****

Malam sudah semakin larut. Terdengar rintik gerimis kecil yang membasahi bumi. Hingga tidak ada satupun bintang yang telihat di langit.  Aku meminta Mas Andi untuk mengantarku pulang, tapi kali ini dia akan mengantarku menggunakan mobil miliknya karena diluar sedang gerimis. 

Saat kami memasuki halaman parkir kulihat ada Kak Ana yang masih berdiri disana sambil menelepon seseorang. 

"Apa. Kamu sudah pulang?" ucap Kak Ana pada seseorang yang di teleponnya. Sekilas terdengar olehku karena nada suaranya tinggi seperti sedang marah. 

Aku dan Mas Andi buru-buru untuk masuk kedalam mobil karena gerimis semakin lebat. Saat aku menyentuh gagang pintu mobil terdengar suara panggilan dari Kak Ana. 

"Ani. Aku ikut pulang sama kamu ya! pinta Kak Ana. 

"Loh Rendi mana Kak? bukannya Kak Ana pulang sama dia," ujar Mas Andi. 

"Dia sudah pulang duluan. Aku ditinggal," ucapnya dengan ekspresi wajah yang kecewa. 

"Kenapa kak?" tanyaku penasaran. 

Pikirku mungkin saja Mas Rendi merasa malu setelah tau orang yang selalu di hinanya selama ini ternyata sekarang menjadi Bosnya. Aku tidak bisa membayangkan kedepannya bagaimana hubungan mereka berdua jika bertemu nanti di tempat kerja. 

"Sudahlah ayo kita pulang!" ajaknya. Tiba-tiba Kak Ana menyerobot gagang pintu mobil bagian depan. 

"Loh Kak. Aku duduk didepan. Kakak kan bisa duduk di kursi belakang masih luas!" ungkapku. 

"Gak mau lah. Aku gak terbiasa kalau naik mobil duduk di belakang nanti yang ada aku bisa mual dan pusing. Kamu saja yang duduk di belakang! biyar aku sama Andi didepan," ucapnya memerintah dengan seenaknya sendiri. 

"Tapi Kak,"

Kak Ana tidak menghiraukanku, dia tetap saja menyerobot dan langsung duduk dikursi depan sebelah Mas Andi. Lagi-lagi aku harus mengalah darinya. 

Sepanjang perjalanan pulang aku hanya terdiam karena merasa sedikit kesal kepada Kakaku, Kak Ana lebih banyak berbicara didalam mobil tidak ada rasa malu ataupun tidak enak hati terhadapku sedikitpun. 

Sesampainya dirumah tak lupa kuucapkan terimakasih kepada Mas Andi karena telah mengantarkan kami pulang. Ibu yang keluar dari balik pintu beliau heran karena melihatku dan Kak Ana pulang bersama. Biasanya Kak Ana mana mau pergi bersama denganku. 

"Kalian berdua kok bisa pulang bareng?" tanya Ibu heran. 

"Sudah Bu. Ayo kita masuk! ada hal penting yang mau Ana sampaikan pada Ibu," ucap Kak Ana yang menggandeng tangan Ibu untuk masuk kedalam rumah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status