Share

Chapter 2

Lia kebingungan bagaimana caranya menutupi luka-luka bekas sparring kemarin malam di camp. Apalagi hari ini adalah hari interview nya di perusahaan ayahnya sendiri. Sebenarnya Lia ingin sekali menampilkan kesan sesempurna mungkin dihari istimewanya ini. Tetapi apalah daya, untung tidak dapat di raih dan malang pun tidak dapat di tolak. Seperti ini lah keadaannya hari ini. Beda tipis dengan korban begal motor.

Sebenarnya dia tidak menyangka, kalau nak muay baru sekarang tangguh-tangguh. Padahal mereka semua masih muda-muda. Paling juga masih pada anak -anak kuliahan. Tetapi tehnik serang pukul mereka sudah tampak matang dan bagus-bagus kualitasnya. Ditambah lagi karena mereka laki-laki, tenaga mereka mereka jauh lebih besar diatas nya.

Lia kesal sekali saat teringat bagaimana salah seorang dari mereka sempat-sempatnya mengelus pipinya yang lebam karena terkena beberapa kali pukulan mud trong dari jarak dekat. Saka nama bocah itu. Dia mengatakan  bahwa dia tidak tega bila harus sparring partner dengannya. Masa cantik-cantik harus dipukuli? Harusnya di manja dan disayang-sayang dong, katanya sambil mengusap-usap pipi lebamnya. Memang dasar bocah kurang ajar sialan!!

Hari ini Lia memakai blazer putih dan rok pensil selutut. Cermin dirumahnya memperlihatkan kalau dia tampak  cantik sekali. Lia memiliki wajah ayu dan lembut khas wanita Indonesia dari ibunya. Cuma mulut pedasnya saja yang berbanding terbalik dengan wajahnya. Ibunya dulu sampai mengelus dada melihat sifat ketusnya. Tidak tahu sifat barbar nya itu menurun dari siapa. Dan Lia dengan santainya mengatakan pasti itu dari ayahnya. Kala itu ibunya diam saja. Tetapi Lia tahu kalau dalam hati ibunya, dia menyangkal. 

Lift telah berhenti di angka 6. Lia sempat merapikan sebentar blazer putihnya. Perusahaan ayahnya ini adalah perusahaan property yang sangat bonafid. Dia pasti dituntut untuk selalu berpenampilan cantik dan menarik. Dan sepanjang lorong menuju meja resepsionis tadi banyak sekali kepala yang menoleh kearahnya dengan pandangan kagum dan rasa ingin tahu.

"Selamat siang Mbak, Saya Camelia Wiraatmaja. Saya ada janji interview dengan Pak Arya. Beliau menyuruh saya untuk menemuinya disini." 

Lia tersenyum sopan kepada gadis hitam manis dengan tag name Nadira itu.

"Oh Ibu Camelia. Silahkan ikut saya ya Ibu. Pak Arya telah menunggu Ibu diruangannya. Silahkan."

Lia berjalan lagi memasuki lorong-lorong yang terbuat dari kaca. Sungguh besar dan megah kantor ayahnya ini. Lia jadi semakin tidak sabar ingin bertemu dengan ayahnya. Semoga saja dia diterima bekerja sehingga kesempatannya untuk menemui ayahnya menjadi semakin terbuka lebar.

Ternyata Lia dibawa menuju ruang kepala personalia. Setelah Mbak Nadira mengetuk pintu tiga kali, terdengar sahutan masuk dari dalam ruangan.

"Selamat pagi Pak Arya, Saya Camelia Wiryaatmaja yang kemarin Bapak telepon untuk janji interview."

Lia menjabat tangan Pak Arya yang ternyata masih sangat muda, mungkin seumuran dengannya. Berwajah manly dan bertubuh kekar. Matanya nampak ramah dan bibirnya memiliki garis senyum. Type bibir seperti ini walau sedang diam pun akan nampak seperti sedang tersenyum.

"Ah iya, kenalkan Saya Aryasatya Permana, kepala personalia perusahaan ini. Wah ternyata aslinya anda lebih cantik dari pada photonya ya?" Lagi-lagi Pak Arya tersenyum. Lia pun membalas senyum dan basa basi pria ini dengan sopan. Dia harus bisa menjaga image.

"Tapi kalau boleh saya bertanya, apa yang terjadi dengan memar-memar diwajah cantik anda Bu Lia?"

Pak Arya tampak sangat penasaran dengan luka memar tak lazim yang masih tampak baru itu.

"Oh ini hanya kecelakaan kecil saja. Saya tidak sengaja terbentur pintu."

Lia tersenyum mencoba meyakinkan Pak Arya tentang memar-memarnya. Sial! Kalau saja kemarin dia tidak iseng ikut latihan di camp, pasti wajahnya masih mulus-mulus saja. Tapi ya sudahlah! toh sudah kejadian juga.

Setelah melalui beberapa pertanyaan seperti halnya dengan wawancara biasa, Lia disarankan untuk datang lagi besok pagi untuk menghadap atasan Pak Arya. Sepertinya besok adalah keputusan final diterima atau tidaknya Lia di perusahaan ini.

Baru saja Lia keluar dari ruang personalia, tiba-tiba pandangannya jatuh pada sepasang suami istri paruh baya yang nampak begitu mesra.

Ayahnya!! itu ayahnya !!!

Lia masih mengenali raut khas wajah yang masih menyisakan ketampanan dimasa mudanya itu. Tepat saat itu ayahnya juga memandang wajahnya. Wajah ayahnya tidak banyak berubah dari photo yang di temukannya pada kotak rahasia ibunya.

Ayahnya sempat berhenti berjalan dan tertegun memandang wajahnya. Mereka berdua sejenak saling berpandang-pandangan. Waktu pun seakan berhenti berputar. Mereka berdua saling tatap dalam keheningan, sampai sebuah suara mulai memecahkan kebisuan mereka.

"Ayo Mas, nanti kita terlambat memberikan sarapan ini pada anak keras kepala itu. Mas kan tahu kalau si bandel itu suka kambuh sakit maag nya kalau telat sarapan. Heran, kerjaan aja yang terus dipikirkan, bukannya kesehatannya yang terlebih dahulu di utamakan."

Wanita yang juga masih tampak cantik diusia senjanya itu menggamit lengan suaminya yang sempat berhenti dan berpandangan dengannya. Sekilas Lia melihat tatapan tidak suka memancar dari mata istri ayahnya itu. Mungkin dia mengira Lia adalah gadis muda genit yang suka menjerat harta lelaki-lelaki paruh baya.

Aku ingin memberitahumu kalau aku ini putrimu, Ayah. Aku juga sangat ingin memelukmu. Selama dua puluh dua tahun usiaku, aku ingin sekali bisa memanggilmu Ayah!

Apa kabar bukanlah pertanyaan yang perlu lagi aku tanyakan pada mu  yang selalu menjadi misteri seumur hidupku. Meski aku tahu kehangatanmu mengalir lembut di pembuluh darahku.

Ayah, apakah engkau tahu? Terkadang aku membayangkan mendengar suaramu, serak dan mendayu merdu seperti aliran sungai di pundak pegunungan, memberikan rasa tenang, menggema dan menebar harapan agar aku terus hidup dalam langkah tegap menuju puncak.

Ayah, aku merindukanmu. Aku merindukan bagaimana rasanya mempunyai seorang ayah seperti orang-orang lainnya. 

Lia hanya bisa menjeritkan kata-kata itu dalam hatinya saja. Tidak apa-apa, dia sanggup menunggu selama dua puluh dua tahun, maka sedikit waktu lagi dia akan bertahan. Untuk menunggu saat yang tepat dan pantas untuk memperkenalkan diri sebagai putrinya.

===================

Pagi ke dua di PT Catur Nusa Persada. Lia berlari-lari kecil menuju lift. Dia agak terlambat dikarenakan mengakali memar-memar di wajahnya yang sudah berubah warna menjadi kuning keungu-unguan. Wajahnya menjadi begitu mengerikan seperti korban KDRT saja. Makanya sepagian ini dia berjibaku dengan segala macan alat-alat make upnya demi untuk sedikit menormalkan penampakannya. Tetapi cermin di kamarnya pun menyerah. Wajahnya masih tampak cukup menyedihkan kala di pandang. Mirip dengan perpaduan antara boneka Annabelle dan Chucky.

"Tungguuuu !!!"

Seru Lia saat pintu lift akan segera menutup. Dan...ternyata di lift itu ada ayahnya. Ada sekitar empat orang laki-laki didalam lift itu, ditambah dengan ayahnya dan seorang staff wanita, yang sedari tadi nampak berbicara serius dengan ayahnya. Disaat para lelaki itu berkali-kali mencuri-curi pandang menikmati kecantikan wajahnya. Lia sendiri malah sibuk mencuri-curi pandang memandangi ayahnya.

Sayangnya ayahnya tidak sedang memperhatikan sekitarnya. Dia malah tampak berbincang serius membahas masalah pekerjaan dengan seorang staff wanita yang Lia duga adalah sekretarisnya.

Ting! lift berhenti di angka 5, ayahnya berikut staff wanita itu, dengan langkah tergesa keluar lift. Begitu mereka keluar, suasana di lift yang tadinya tenang menjadi ricuh.

"Hallo cantik, kenalan dong? Nama? Alamat? Umur? Status? Nomor ponsel?"

Mereka  berempat langsung nge gas. Rupanya mereka tenang dan jaga image cuma disaat ada Boss mereka saja. Dimana-mana laki-laki memang sama saja. Hobby banget ngelaba. 

"Maaf, kalian semua ini seperti petugas sensus kependudukan saja. Nama saya Camelia, biasa dipanggil Lia. Saya ada jadwal  wawancara dengan 

Boss besar kalian hari ini. Doakan agar Saya berhasil diterima bekerja disini, ya?" 

Lia mengeluarkan killer smile nya, sehingga membuat para bujangan  itu megap-megap terpesona.

Bahkan ada yang lebay dengan pura-pura sekarat sambil memegangi dadanya.

"Aaminnnnnn..."

Doa mereka beramai-ramai. Sambil tetap berusaha mendapatkan nomor ponselnya. Laki-laki dan modusnya memang luar biasa!!

Dan kali ini Lia dibawa menuju ruangan yang berada diujung lorong. Sebuah ruangan yang tampak lebih exclusive dari ruangan tempat awal wawancaranya kemarin terhampar di depan matanya.

Lia melihat seorang laki-laki dengan wajah serius sedang duduk sambil menunduk memandangi berkas-berkas. Lia membaca papan nama didepan meja laki-laki itu, Narasangsa Abiyaksa, Presiden Direktur. Lia tidak dapat melihat raut wajahnya karena sedari tadi dia terus saja menunduk sambil membaca berkas-berkas dan seolah-olah menganggap dia adalah seorang mahkluk yang tak kasat mata.

Setelah menunggu hampir tujuh menit, Lia merasa kehadirannya cuma dianggap seperti salah satu pajangan diruangan ini saja. Bahkan sedari tadi disuruh duduk pun tidak. Setelah menggumankan kata masuk saat Lia mengetuk pintu tadi, dia terus saja berdiri dengan serba salah disini sementara laki-laki itu tetap duduk sambil terus menunduk memandangi berkas dan sesekali laptop nya.

Baru dua langkah dia berjalan, terdengar juga suara menyela yang seketika menghentikan langkahnya.

"Baru berdiri sebentar saja Anda sudah tidak sabar dan menyerah untuk menjalani sesi wawancara ini. Bagaimana anda dapat bekerja dibawah tekanan target-target perusahaan kedepannya nanti? Apa cuma sampai sebatas ini daya juang kamu Camelia Wiryaatmaja?"

Akhirnya terdengar juga suara laki-laki menyebalkan ini. Dan yang lebih mengesalkan adalah, dia  berbicara tetap dengan posisi menunduk sambil terus saja memandangi berkas-berkas dan laptopnya. Entah dimana letak sopan santun calon atasannya ini. Mungkin saja tercampak di kolong meja.

"Maaf Pak, Saya kira Bapak sedang sangat sibuk dengan berkas-berkas itu, sehingga saya berinisiatif untuk pergi dan tidak ingin mengganggu kesibukan Bapak."

"Saya cuma melihat sebentar dokumen-dokumen ini, Anda sudah mau main kabur saja. Apakah Anda sebegitu tidak sabarnya ingin berbincang-bincang dengan Saya?" 

Kali ini dia mengangkat wajahnya dan menatap langsung tepat pada manik mata Lia.

"Baiklah. Kalau begitu sekarang Saya akan memuaskan semua rasa keinginan tahuan anda." 

Kata-katanya terdengar ambigu. Lia diam saja walau pun rasa-rasanya dia ingin sekali melemparkan vas bunga cantik yang ada di sudut meja pada mulut pedas calon atasannya ini. Untung saja dia calon Boss, kalau tidak, bukannya tidak mungkin dia akan dengan senang hati mematahkan tulang manusia sombong ini.

"Silahkan duduk."

Lia melihatnya berdiri untuk mengembalikan dokumen pada lemari arsip disebelah kirinya. Orang ini tinggi sekali, Lia pasti nampak seperti kurcaci bila berdiri disampingnya. Satu hal lagi, pria dengan tampilannya M&M. Model yang begini ini adalah typenya Dara sekali. Dia pasti histeris bila menemukan species begini didepan matanya. M&M itu adalah singkatan dari macho dan manly. Karena menurut Dara akhir-akhir ini dunia sedang di penuhi dengan pria-pria cantik asal negeri ginseng sana. Ganteng dari mana kalau wajah mereka saja lebih cantik dari kita? Itulah pendapat Dara jika di hadapkan pada pria-pria cantik tersebut.

"Sebelum saya memulai sesi wawancara ini, izinkan Saya menanyakan suatu hal pribadi yang nantinya akan sangat berpengaruh pada hasil wawancara anda haru ini." Calon atasannya itu tampak membaca dengan teliti CV nya di meja kebesarannya.

"Silahkan Pak. Kalau sayanbisa menjawabnya, insya allah akan saya jawab, Pak." Lia berusaha menjawab sopan dan lugas.

"Apakah anda sudah menikah?" Netra hitam pekatnya lagi-lagi menatap tajam wajah Lia.

"Saya rasa itu tertulis jelas dalam CV saya Pak, Saya sama sekali belum pernah menikah. Apakah bapak perlu sedikit waktu lagi dalam mempelajari semua yang tertulis di CV Saya? Tidak apa-apa Pak, Saya sama sekali tidak berkebaratan untuk menunggu."

"Kalau begitu mengapa anda tampak seperti korban KDRT yang sedang ingin menjalani proses visum di rumah sakit? Bila kejadian seperti ini berulang kembali, dikhawatirkan Anda pasti akan sering sekali tidak masuk kerja dan hal itu tentu saja akan menurunkan produktifitas kinerja diperusahaan kami."

Inhale exhale sabarrrr Lia. Ini semua demi  untuk bertemu dengan ayah mu. Anggap saja laki-laki ini sebagai karpet tahlilan. Lia terus mengulang-ulang kata-kata itu seperti mantra, agar dia tidak terpancing untuk membalas dengan kata-kata tajam yang sama dengan calon atasannya ini.

"Cedera ini saya dapatkan bukan atas dasar tindak KDRT Pak. Tetapi dari Green Hill Muay Thai saat saya sparring dengan beberapa nak muay farang sekaligus kemarin malam." 

Lia menjawab datar. Sepertinya calon atasannya ini adalah type manusia yang nyinyir dan menyebalkan. Belum apa-apa saja dia sudah berulang berkali melempar kan sindiran tajam.

"Apakah ada yang bernama Saka disana?" 

Lia mengernyitkan alisnya keheranan. Bagaimana calon atasannya ini tahu bahwa ada salah satu nak muay farang disana yang bernama Saka.

"Koq Bapak tahu, Bapak kenal?" Lia seketika menyesali kata-katanya yang terkesan kelewat kepo.

"Bukan kenal lagi, sangat kenal malah. Saka adalah adik kandung saya."

"Ohhhh pantas lah."

"Pantas kenapa?" Calon  atasannya ini langsung menyambar kata-katanya. Sepertinya dia tidak menyukai nada mengejek yang tersirat di balik kata-kata Lia.

"Pantas dia tampan sekali seperti Bapak."

Lia iseng menjawab dengan kata-kata yang sedikit provokatif. Dan hal yang tidak disangka-sangka pun terjadi. Lia melihat semburat merah muncul di wajah calon atasannya ini. Ah! Pak Dirut ini tersipu rupanya. Ternyata dibalik sikap dinginnya dia bisa malu juga. Posisi kita 1-1 sekarang Pak, batin Lia.

"Jadi selama ini anda bekerja pada P.T Griya Agung Kencana. Bukankah itu juga perusahaan yang bergerak dibidang yang sama dengan perusahaan ini? Bahkan jabatan anda cukup tinggi sebagai GM disana. Perusahaan nya pun mempunyai kredibilitas yang sangat baik." Lagi-lagi calon atasannya ini membolak balik CV nya.

"Jadi, tolong katakan pada Saya, apa sebenarnya motif anda untuk melamar pekerjaan disini? Kalau saya  katakan karena anda menyukai saya itu pasti mencuil harga diri anda ya kan? Dan Anda juga sudah pasti tidak akan mau mengaku. Betul tidak?"

Lia melihat calon atasannya ini mulai mengeluarkan smirk nya. Ah mau buka front dengan gue rupanya. Okelah lo jual gue beli deh!

"Sungguh amat sangat disayangkan, bahwa motivasi saya melamar pekerjaan disini adalah pure karena Saya ingin mencoba mengembangkan bakat-bakat Saya sesuai dengan keahlian dan disiplin ilmu yang Saya miliki seperti yang  Anda bolak balik lihat di CV saya tadi.

Dan mengenai rasa suka menyukai, jujur Saya lebih tertarik dengan adik Anda, karena Saya tidak menyukai pria yang tidak bisa teknik bela diri. Bagaimana mungkin Dia bisa menolong Saya nantinya, apabila untuk menolong dirinya sendiri saja dia tidak bisa. Betul tidak Pak? Kan tidak lucu saat ada begal motor nanti malah pasangan saya yang bersembunyi di balik punggung saya sambil nangis-nangis manjah. Bisa viral se nusantara dong nanti kami berdua."

Lia memperlihatkan wajah pura-pura polosnya. 

2-1 Pak, Lia menghitung dalam hati. 

Kemudian calon atasannya itu tiba-tiba berbicara dalam bahasa inggris, bahasa Jerman dan Prancis yang sukur-sukur dapat dia dimengerti, hasil dari les berbagai bahasa asing nya dulu.

"Saya melihat disiplin ilmu Anda adalah akademi sekretaris, tapi disini Anda melamar sebagai GM seperti di perusahaan tempat anda bekerja yang dulu. Apakah anda tidak merasa bahwa keinginan Anda itu ketinggian?"

"Tidak masalah jika jabatan GM itu tidak saya dapatkan. Toh masih ada jabatan lain yang sukur-sukur sesuai dengan keahlian saya, seperti sekretaris atau desaign grafis dan pekerjaan administrasi lain misalnya. Kebetulan beberapa keahlian itu cukup saya kuasai dengan baik, Pak presiden direktur yang terhormat."

"Wah, Anda serba bisa rupanya!" komentarnya calon atasan sambil lalu.

Lia melirik calon atasannya, ingin tahu apakah itu adalah sebuah ucapan pujian atau malah kata-kata sindirian.Tapi melihat air mukanya yang begitu datar dan sulit di tebak, akhirnya Lia memilih jawaban netral saja.

"Untuk anda ketahui, itu semua bukan kebetulan semata Pak. Akan tetapi Saya memang mencari keahlian apa saja yang sekiranya bisa menambah bobot pengetahuan Saya.

Saya ini anak tunggal dan tidak mempunyai banyak saudara dan juga tidak memiliki orang tua. Jadi siapa lagi yang bisa menunjang kehidupan saya selain diri saya sendiri, bukan?"

"Mengharukan!"

Dia hanya berkomentar singkat dan tatapan nya kembali pada tumpukan berkas-berkas dihadapannya.

"Saya tidak mencari simpati Pak. Saya mencari nafkah sesuai dengan kapasitas dan kemampuan saya."

"Akan saya ingat-ingat itu. Ok, Saya memutuskan untuk menerima Anda sebagai sekretaris Saya, dan tidak menutup kemungkinan jabatan anda naik apabila kinerja Anda bagus."

"Mari kita berkenalan secara resmi. Saya Narasangsa Abiyaksa. Panggil saja saya Aksa. Semoga kedepannya kita bisa bekerjasama dengan baik dalam memajukan perusahaan ini." 

Kata Pak Aksa sambil menjabat tangan Lia erat.

"Saya Camelia Wiryaatmaja Pak, biasa dipanggil Lia. Saya harap juga begitu Pak. Dan terima kasih telah bersedia menerima saya sebagai bagian dari keluarga besar perusahaan ini."

Lia membalas jabatan tangannya.

"By the way, kalau Saya bisa ilmu bela diri, apakah Kamu akan memilih Saya di bandingkan dengan Saka adik saya?"

Dan Lia pun kehilangan kata-katanya seketika.

Belum juga Lia membalas kata-katanya, tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Dua kepala secara otomatis langsung menoleh secara bersamaan.

"Oh Pak Komisaris, silahkan masuk Pak. Kebetulan sesi wawancara dengan calon sekretaris saya ini sudah selesai." 

Pak Aksa menyambut ramah Komisaris perusahaan kami. Dan Lia langsung terdiam melihat siapa komisaris itu, yang ternyata adalah Ayahnya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status