Share

BAB 5-Mendebarkan

****

Hari semakin larut. Tak terasa mereka telah menghabiskan waktu satu jam di kafe. Dan sekarang sudah jam 10 malam. Telepon Tsania berdering terus. Pasti telepon dari ibunya yang sangat khawatir pada Tsania. 

“Angkat aja teleponnya,” celetuk Laura tiba-tiba. 

Tsania pun langsung mengangkatnya. 

Tutt... 

“Halo, Mah. “ 

“Kamu di mana, Sayang? Ini udah malem banget,” 

“Tsania bentar lagi sampe rumah kok, Mah. Ini lagi di jalan,” 

“Iya, Sayang. Hati-hati di jalan ya!” 

“Iya, Mah.” 

Tutt... 

Telepon dimatikan Tsania. 

“Yuk pulang bareng!” ajak Laura pada Tsania. 

“Ga usah, Ra. Aku bisa pesen ojek online kok,” kata Tsania menolak tawaran Laura. 

“Tapi ini udah malem banget, Nia.” Ucapnya berpura-pura khawatir. 

“Iya bener, mending lo ikut bareng kita-kita di mobil.” Kata Salsa ikut membujuk Tsania. 

“Nyokap lo juga nyuruh lo pulang cepet-cepet,” ucap Jessy menimpali. 

Dengan rasa penuh keraguan dan berat hati, Tsania pun mengiyakan tawaran itu. 

“Ayo masuk ke mobil gue!” ajak Laura sambil membukakan pintu mobilnya. 

“Iya, Ra.” Ucap Tsania. 

Mobil Laura melaju kecepatan sedang melintasi jalan raya. Baru saja melaju sebentar Jessy meminta Laura untuk menepikan mobilnya. 

“Ra...Ra...Ra...stop!!!” ucap Jessy panik. 

“Apaan sih lo? Baru aja jalan nih mobil,” kata Laura kesal. 

Tsania dan Salsa pun bingung dengan tingkah aneh Jessy. 

“Udah ih, Ra. Ayo stop dulu mobilnya!” bujuk Jessy lagi pada Laura. 

“Masa bodo,” Laura merasa kesal. 

“Arrghhh...perut gue sakit banget ini,” Jessy mengaduh sakit. 

Karena merasa khawatir Salsa pun bertanya pada Jessy. 

“Lo kenapa, Jes?” tanya Salsa khawatir. 

“Perut gue Sal sakit banget. Harus dikeluarin ini. Aduhh...,” ringis Jessy. 

“Tuh kan. Lo sih kalau makan rakus banget. Jadi gini kan, perut loh sakit.” Omel Laura Salsa. 

“Cepetan, Ra. Gue udah ga tahan. Emang loh mau gue keluarin di mobil ini?” tanya Jessy. 

“Ihh dasar jorok lo,” umpat Salsa pada Jessy. 

“Laura, berhenti. Kasihan Jessy kayaknya perutnya sakit banget,” bujuk Tsania pada Laura. 

Karena merasa risih dengan racauan Jessy. Laura pun mengalah. Ia segera menepikan mobilnya.  

“Anter gue yuk, Sal!” ajak Jessy pada Salsa yang sedang memainkan ponselnya. Dengan berat hati, Salsa pun menemani Jessy menuju toilet. 

“Mau cari toilet di mana coba malem-malem gini?” tanya Jessy. 

“Gue ga tau. Udah ga usah banyak ngomong. Mendingan sekarang kita cari,” jelas Salsa panjang  lebar. 

Mereka pun segera turun dari mobil. Tiba-tiba saja Salsa menepuk dan  merangkul pundak Jessy.

“Udah dramanya. Pinter juga ya, lo aktingnya,” Kata Salsa pada Jessy. 

“Jessy gitu loh,” jawab Jessy cengengesan. 

**** 

Tsania merasa gelisah. Ia takut pulang terlalu larut. Ia tidak ingin membuat ibunya tambah khawatir. Laura yang menyadari kegugupan Tsania pun mencoba mencairkan suasana. 

“Maaf ya, Nia. Gara-gara ketemu gue, lo jadi pulang larut malam,” kata Laura bersikap menyesal. 

“Engga kok, Ra. Ga apa-apa,” jawab Tsania sambil tersenyum. 

“Hmm. Jessy sama Salsa mana sih kok lama banget.” Gerutu Laura. 

20 menit berlalu. Jessy dan Salsa belum kembali ke mobil. Ke mana dia? Tsania semakin gusar. Ditambah lagi ponselnya habis baterai. Ibunya pasti sangat mengkhawatirkan keadaan Tsania. 

“Coba kamu telepon mereka, Ra.” Saran Tsania. 

Laura pun segera menelepon mereka tapi nihil. 

(Telepon yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Coba beberapa saat lagi.)

Tutt...tutt...tutt... 

Laura pun coba menghubungi Jessy. Kali ini nomornya aktif dan berdering. Tapi ternyata Jessy tidak membawa ponselnya. Ponselnya tertinggal di mobil. 

“Ga ada cara lain. Gue harus susuk mereka. Lo tunggu di sini sebentar ya,” kata Laura pada Tsania. 

“Ta-ta-tapi, Ra. A-aku....” ucap Tsania terpotong. 

“Udah tunggu aja ya. Sebentar kok. Gue ga akan lama,” kata Laura mencoba meyakinkan Tsania. 

“Lo pegang aja ponsel gue yang satu lagi. Kebetulan gue punya dua ponsel. Kalau ada apa-apa lo bisa kabari gue,” jelas Laura. “ Lo pasti tau kan nomor lama gue? ” tanya Laura. Tsania pun mengiyakannya. 

“Kalau semisalkan lo lupa, di situ ada nomor gue kok,” kata Laura. 

“Iya, Ra. Aku ngerti. Kamu hati-hati ya!’ ucap Tsania pasrah. 

Laura pun turun dari mobil dan berlari mencari Jessy dan Salsa. 

****

Tsania mulai merasa bosan di dalam mobil. Sekitar 15 menit Laura pun belum menunjukkan batang hidungnya. Ia merasa khawatir pada Laura, Salsa, dan Jessy. Ia takut telah terjadi sesuatu yang buruk pada mereka. Tiba-tiba saja telepon Laura menunjukkan notifikasi pesan. Dibacanya pesan itu. 

(Laura dalam bahaya! 

Rooftop) 

Kekhawatiran Tsania menjadi-jadi setelah mendapat pesan itu. Ia ingin menolong tapi merasa takut. Hingga akhirnya karena khawatir Tsania pun nekat untuk turun dari mobil dan menuju tempat itu. 

“Rooftop? Apa iya ini arah ke gedung sekolah,” Tsania menerka-nerka. 

Ia pun tak punya banyak waktu lagi. Hingga akhirnya ia pun menuju sekolah

Sesampainya di sana  ia melihat Laura dari kejauhan. Ia pun coba mengikutinya. Tapi nihil. Ia merasa heran kenapa Laura tidak ada di tempat ini. Ia pun berjalan ke sana kemari seperti orang kebingungan. 

Tak lama ia mendapat chat dari nomor yang sama. 

“Rooftop,” katanya. 

Tsania tarik napas gusar. Lalu ia bergegas menuju rooftop sekolah. Ada rasa ketakutan dalam dirinya. Kalau bukan karena ancaman itu Tsania tidak sudi untuk datang ke tempat ini malam-malam. 

“Akhirnya yang kita tunggu-tunggu datang juga,” kata seseorang berambut cokelat sebahu. Siapa lagi kalau bukan Laura yang suka mencari masalah. 

“Laura?” panggil Tsania merasa kaget. 

“Seret dia!” suruh Laura pada teman-temannya, 

“A-a-da apa ini? Kalian mau apain aku?” Tsania bertanya-tanya pada orang-orang itu. Karena merasa takut Tsania pun berjalan mundur untuk menghindari mereka. Tak mau kalah Salsa dan Jessy pun mempercepat langkahnya. 

Pergerakan Tsania terhenti. Tubuhnya sudah berada pada tepi dinding. Ia tak berkutik. Ia tidak bisa melarikan diri. Salsa dan Jessy pun berjalan ke arahnya dan mencekal tangannya kuat-kuat. 

“Laura!!!!” teriak Tsania. “Mau kamu apa sih?” teriaknya lagi sambil berusaha untuk melepaskan cekalan kuat itu. Tapi usahanya sia-sia. Tenaganya tak cukup mampu untuk melawannya. 

Laura menghampiri Tsania. Ia tepat berada di hadapan tubuh Tsania yang sedang ketakutan. Laura pun lebih mendekat pada Laura hingga nafas kedua-duanya pun dapat dirasakan. 

“Lo mau tau kenapa gue ngelakuin ini?” Laura memandangi Tsania sangat intens. 

Tsania pun berdebar-debar menanti-nantikan jawaban Laura. 

Tiba-tiba saja Laura mencengkeram leher Tsania kuat-kuat. “Itu karena gue benci semuanya tentang lo!” ucapnya. 

“Lauraaaaa....le-lepasin a-a-ku...uhuk...uhuk...” Tsania meronta-ronta karena kehabisan napas. Salsa dan Jessy pun mencekal tangan Tsania agar tidak berontak. Semakin Tsania kesakitan. Laura terlihat senang melihatnya. 

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status