Share

BAB 2-Semester Awal

****

Udara pagi terasa sejuk di kulit. Langit cerah kian menyapa. Awan putih terbentang dengan indah. Terlebih ketika mentari yang masih malu-malu untuk memunculkan sinarnya dan embun-embun yang terlihat sedang menari-nari di atas daun segar. Kicauan burung yang merdu menambahkan kesan indah di pagi hari itu. Namun langkah-langkah kaki yang bersemangat mulai memecahkan kesunyian dan berbagai aktivitas mulai berdatangan di pagi yang menyenangkan. Selain itu, suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pun mulai bermunculan walaupun sedikit mengganggu. 

Keira si gadis introvert berangkat ke sekolah dengan riangnya. Sepeda biru yang terlihat sudah usang, tak mematahkan semangat untuk mengayuh pedal sepedanya. Sekarang adalah semester pertamanya di kelas sebelas. Inilah saatnya ia memulai lembaran baru di kelas sebelas dengan harapan bisa mendapatkan prestasi. Keira termasuk siswa yang rajin dan cukup pintar. Hanya saja ia tak cukup bergaul dengan teman-temannya. 

“Akhirnya sampe juga,” Keira menyeka peluh keringat di dahinya. 

Di sinilah Keira berada. Di sebuah bangunan mewah yang berdiri di atas tanah seluas 2 hektar. Di dalamnya terdapat gedung-gedung besar. Gedung-gedung tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Jika memasuki gerbang utama terpampang jelas  tempat parkir yang sangat luas. Di mulai dari sepeda, mobil, dan mobil semua tertata dengan rapih. Keira pun segera memarkirkan sepedanya. 

Setelah itu, ia berjalan menuju kelasnya. Di saat ia menaiki tangga. Tiba-tiba...

Bruk....

Ada seseorang yang menabrak Keira. 

Aw.... 

ringis Keira memegang tangannya yang terasa sakit. 

“Ah maaf. Aku minta maaf,” terdengar suara lembut seketika menghentikan Keira yang sedang kesakitan. Ia pun menoleh ke arah suara itu. 

“Cantik,” Keira menatap takjub sosok yang ada di depannya. Gadis berwajah oval, kulit putih bersih, matanya sipit dan senyumnya sangat manis. Tapi wajahnya terlihat sangat pucat. Seperti lagi dikejar-kejar setan. Tangan mungilnya menjinjing goodie bag, jelas sekali ia sangat kerepotan. 

“Oh Ya Allah. Aku minta maaf karena udah nabrak kamu. Aku ga sengaja. Seriusan deh,” ucap gadis itu merasa bersalah. 

“Ah iya ga apa-apa,” jawab Keira sambil tersenyum walaupun sebenarnya tangannya terasa sakit. 

“Hmm...A-aku Tsania kelas 11 MIPA 3,” kata gadis itu gugup tapi tetap tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya pada Kiera. Begitupun dengan Keira. 

“Aww...,” rintih Keira karena Tsania tak sengaja menekan luka pada tangannya. 

“Ah kenapa? Tangan kamu sakit ya?” tanya Tsania khawatir. 

“Oh engga kok. Cuman lecet sedikit,” jawab Keira. 

“Syukur deh. Maaf, aku ga bisa antar kamu ke UKS. Karena aku lagi buru-buru,” kata gadis itu merasa bersalah. 

“Iya ga masalah kok. Oh ya nama aku Kei—“ ucapan Keira terpotong karena terdengar suara telepon berdering dari ponsel gadis itu. Ia terlihat sangat gelisah. 

“Aku pergi dulu,” ucap gadis itu sambil berlari meninggalkan Keira. 

Keira hanya memandangi kepergian gadis itu hingga punggungnya tidak terlihat. 

“Aww....Kok sekarang makin sakit sih,” Keira menggerutu sendiri. 

Tiba-tiba mata Keira tertuju pada benda kecil tepat berada di dekat sepatunya. 

“Name tag siapa ini?” tanya Keira pada dirinya sendiri. 

“Tsania Nola Rahman,” ucap Keira menyebutkan nama yang tertera di name tag itu.  

“Sepertinya ini punya orang yang nabrak aku tadi,” kata Keira. 

Keira pun menyimpan name tag tersebut di tasnya dan berniat mengembalikannya esok hari. Ia segera menuju kelasnya dan memulai pembelajaran di semester awal. 

****

“Maaf aku telat,” ucap Tsania yang ngos-ngosan. 

“Sekarang udah jam 7 lewat 5 menit. Itu tandanya lo telat lima menit. Dasar princess. Lama banget sih, Lo. “ jawab gadis berambut cokelat sebahu dengan ketus. Tertulis dari name tagnya gadis itu bernama Laura. 

“Ta-tadi aku ada masalah makanya jadi telat,” Tsania menjelaskan.

“Masa bodo. Itu urusan, lo. Bukan urusan gue,” ucap Laura dengan entengnya. 

“Hahaha...Nia...Nia...Banyak alasan lo!” celetuk gadis berkepang dua yang badannya sedikit gemuk. Dia adalah Jessy. 

“Emang pada dasarnya lo itu le to the let. LELET,” cibir gadis berambut pendek yang badannya kurus tapi tinggi. Dia adalah Salsa. 

“Hahaha,” ketiga orang itu menertawakan Tsania. Akan tetapi Tsania tidak menggubrisnya. Ia berusaha untuk bersikap tenang walaupun sebenarnya terlihat ada rasa sedih dari sorot matanya. 

Tsania yang terlihat gugup pun segera memberikan dua kantong goodie bag yang berisi makanan pada gadis itu. “Hmm...ini pesanan kamu,” ucap Tsania dan dengan segera gadis itu menariknya kasar. 

Dasar tak tahu diuntung. Bukannya berterima kasih. Tsania yang diperlakukan begitu hanya diam dan menunduk. 

“Laura, A-a-ku mau ke kelas,” ucap Tsania memberanikan diri walaupun sedikit gugup. 

Laura yang sedang asyik menyantap burger pun menoleh. 

“Yaudah sana!” kata Laura sambil mengusir Keira dengan gerakan tangannya. 

Tsania hanya bisa menghela nafas pelan dan mengelus dadanya. “Sabar,” lirihnya. 

Ia pun segera menuruni tangga. Tapi kaki mungilnya tidak menuju ke kelas. Melainkan ia pergi ke kamar mandi. 

Tsania membasuh mukanya gusar. Setelah itu, ia memandangi wajahnya sendiri. 

“Tsania, kamu ga lebih dari pecundang. Kamu ga bisa berani ngelawan dia. Sampe kapan lo jadi budaknya Laura. Dia ga akan pernah jadiin kamu sahabatnya. Tapi yang ada dia bakal manfaatin kamu,” celoteh Tsania pada dirinya sendiri dengan emosi yang menggebu-gebu. 

Ia menunduk. Tiba-tiba saja cairan bening membasahi pipi lembutnya.  

“Hiks...hiks..Jujur, aku ga kuat kalau terus-terusan kayak gini. Hiks...hiks...hiks... A-aku pengen populer di sekolah. Ta-ta-tapi bukan gini caranya,” lirih Tsania sesenggukan. 

Tsania membasuh wajahnya kembali. Ia mencoba menormalkan perasaannya. Setelah dirasa sudah lebih baik, ia bergegas menuju kelasnya. 

Saat keluar di kamar mandi, sial ia berpapasan dengan Laura dan teman-temannya. Sebenarnya Tsania itu teman kecilnya Laura. Tsania tentu saja bingung akan alasan Laura tidak suka padanya. Yang Keira tahu Laura sangat membencinya. 

“Dih...dih...dih...Lo nangis?” tanya Laura sambil mengejek. 

“Dasar cengeng,” ejek Laura. 

Teman-temannya Laura pun menertawakan Tsania. 

“Aku mau ke kelas, Laura. Permisi,” ucap Tsania bersikap dingin dan melewati Laura yang sedang tertawa. 

Mendengar ucapan Tsania seketika raut wajah Laura menjadi kesal. Ia mengepalkan tangannya. 

**** 

Bel pulang telah berbunyi, semua siswa berhamburan menuju gerbang sekolah dan pulang ke rumahnya masing-masing. Begitupun dengan Keira. 

“Alhamdulillah selesai juga pelajaran hari ini,” kata Keira merasa bersyukur. 

Ia bergegas pulang ditemani sepeda birunya. Saat sudah sampai gerbang depan sekolah Keira melihat seseorang yang dikenalinya. Ia ada di antara orang-orang yang berpenampilan modis dan kekinian. Ya mereka adalah Laura dan gengnya. Semua orang menatap mereka takjub. Pantas saja, mereka sangat populer di sekolah itu. Tidak hanya karena kecantikannya tapi latar belakang mereka adalah orang kaya, orangtua mereka donatur di sekolah itu. 

“Tsania?” panggil Keira pada Tsania. 

Tsania mendengar suara Keira. Matanya pun sekilas tertuju pada Keira walaupun tak lama dari itu ia langsung melihat ke arah lain. 

“Ada apa sama Tsania? Kok dia cuek gitu ya sama aku,” tanya Keira dalam hatinya. 

“Oalah Kei. Ga usah ke-ge-er-an gitu deh. Belum tentu dia nganggap kamu itu temannya,” kata Keira. 

Ia pun mengendarai sepedanya kembali dan melewati Tsania beserta gengnya yang sedang tebar pesona. Tujuan Keira sekarang yaitu pulang. 

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status