Share

BAB 1-Bunga Tidur

**** 

Angin berhembus dengan pelan. Berangsur-angsur menelusuk hingga ke tulang. Dingin, itulah kesan pertama yang terlontar dari seorang gadis bersurai indah yang sedang berjalan seorang diri menelusuri lorong panjang. Suasana tempat itu sangat sunyi. Karena dilanda keingintahuan yang besar gadis itu pun mempercepat jalannya. Semakin menelusuri tempat itu ia pun merasa kebingungan karena lorong gelap ini seperti tidak berujung. Tapi ia tidak menyerah dan melanjutkan perjalanan agar keingintahuannya bisa terpecahkan. 

Ketika gadis itu berjalan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang menghambat perjalanannya. Jalan menuju tempat itu dipenuhi dengan lumpur sehingga menuntutnya agar terus berjalan dengan sekuat tenaga. Di saat ia berjalan beberapa langkah. Langkahnya terhenti karena ada cahaya yang menyilaukan. 

“Cahaya apa itu?” Gadis tersebut bertanya-tanya dalam hatinya. 

Semakin ia mendekat cahaya itu terasa sangat menyilaukan mata. Sedikit demi sedikit ia berjalan. Ia mulai terlihat ketakutan karena berada di tempat asing. Lorong gelap yang tak berujung. 

“Sebenarnya ini tempat apa? Apa ini benar lorong gelap yang tak berujung?” tanya gadis itu yang semakin ketakutan jika terjadi sesuatu yang buruk. 

Hingga akhirnya ia berhenti. Bukan karena lumpur yang menghentikan pergerakan kakinya tapi sosok yang ditangkap oleh indra penglihatannya cukup membuatnya bergidik ngeri. Bagaimana tidak? Sosok di depannya adalah seorang wanita  bersurai panjang berwarna hitam yang sangat acak-acakan dan dibalut dress putih selutut. Ditambah lagi ia tak beralas kaki. Tentu saja siapa pun yang melihatnya akan berimajinasi ke mana-mana karena melihat seseorang berpakaian putih seperti itu di tempat gelap. Wanita berambut panjang itu menunduk hingga terlihat misterius. 

Keringat dingin mulai bermunculan dan jantungnya berpacu dengan sangat kencang

 

“Bukankah tadi kau bilang ini lorong yang tak berujung,” celetuk wanita misterius bersurai panjang yang sedari tadi hanya menunduk. 

Seorang gadis yang sedari tadi merasa ketakutan ketika mendengar apa yang dikatakan wanita berambut panjang, ia pun terdiam seribu bahasa. 

“Jika lorong ini tak berujung untuk apa kau menelusuri lorong ini?” ucap wanita misterius itu lagi. 

Lagi dan lagi gadis bersurai indah diam seribu bahasa. Mencoba untuk memahami maksud dari wanita misterius itu. 

“Lorong ini adalah kehidupanmu,” kata gadis misterius. 

“Apa maksud dari perkataan wanita itu?” gumam gadis yang bersurai indah dalam hatinya. 

Gadis itu mencoba untuk mencerna kata-kata dari wanita misterius. Semakin ia berpikir, ia tetap belum bisa mengerti apa maksud dari wanita misterius itu. 

“Lorong ini adalah kehidupanmu. Sunyi, gelap, dan berlumpur tapi lambat laun akan menuntunmu ke taman bunga.” Jelas wanita misterius dan tiba-tiba saja ia menoleh dan beranjak ke arah gadis itu. 

“Bersiaplah penderitaanmu akan segera dimulai,” bisik wanita misterius tepat di telinga gadis itu. 

Gadis bersurai panjang itu tersentak, matanya terbuka lebar dan tidak berkedip sama sekali. Serta nafasnya terlihat naik turun. Wanita misterius berjalan mengelilingi gadis itu. Ekor matanya pun ikut fokus mengamati gadis itu. Tiba-tiba, ia berhenti. Lalu ia menjentikkan jarinya tepat di wajah gadis itu. Tak disangka, tiba-tiba saja penglihatan gadis itu mengabur. Ia tidak bisa melihat apa pun. 

“Kenapa dengan mataku? Kenapa semua terlihat remang-remang?” tanya gadis itu yang merasa ketakutan. 

Wanita misterius itu bak ditelan bumi. Ia menghilang seketika bersamaan saat ia menjentikkan jarinya pada gadis itu. 

“Hei wanita misterius! Pergi ke mana kamu. Tolong aku!” teriak gadis bersurai indah itu merasa ketakutan. Wanita itu hilang misterius.

Gadis itu berusaha berjalan dan meraba-raba. Tapi karena jalan yang ia pijak berlumpur, cukup membuat gadis itu kesulitan untuk berjalan. 

“Tolong...tolong...tolong aku” teriak gadis itu sambil menangis ketakutan. 

Tiba-tiba...

“Aww...,” Gadis itu terjatuh. Kepalanya terbentur dengan batu yang cukup besar. Ia merasa pusing. 

“Keira! Bangun, Nak.” Ucap wanita paruh baya yang menghampiri gadis itu. 

Gadis itu tak menjawab. 

“Bangun, Nak. Ud---,” kata wanita paruh baya itu lagi yang terlihat mulai kesal.  

Sayup-sayup gadis itu menjawab, “Ibu!” 

Pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. Gadis itu tak sadarkan diri. Semuanya benar-benar menjadi gelap. 

“Keira...Keira...Keira...Bangun, Nak. Udah Subuh ini, cepetan salat!” teriak wanita paruh baya itu membangunkan seorang gadis bersurai indah yang sedari tadi setia memeluk gulingnya dengan manja. Dia adalah Keira. Atau bisa dipanggil dengan nama Kei. 

“Ibu!” teriak Keira yang membuat wanita paruh baya itu refleks memegang dadanya karena kaget. Wanita itu bernama Ibu Ajeng. 

“Astagfirullah, Kei. Hampir saja jantung ibu mau copot ngedenger suara teriakan kamu,” omel Ibu Ajeng pada Keira. 

“Ibu, sekarang Kei ada di mana? Ini dunia nyata, kan? Ini bukan mimpi, kan?” tanya Keira yang terlihat gelisah. Nafasnya naik turun tak karuan. Wajahnya pucat pasi. Seperti habis di kejar setan. 

Bu Ajeng merasa heran. Ia memegang dahinya, Kei. 

“Kamu sakit, Kei?” tanya Bu Ajeng merasa khawatir. 

“Engga kok, Bu.” Keira menggeleng. 

Mata Bu Ajeng beralih melihat sebuah benda berbentuk lingkaran yang berisi jarum-jarum sebagai satuan waktu. 

“Tuh udah mau jam setengah enam, Kei. Ayo cepeten ke kamar mandi!” suruh Bu Ajeng yang terlihat sangat kesal dan pergi meninggalkan Kei di kamarnya. 

“Ahh ibu, cepet jawab pertanyaan Kei.” Keira merajuk tapi Bu Ajeng tak menghiraukannya. 

“Udah ah kamu ga usah ngaco. Ini pasti karena efek dari begadang semalem. Kurang tidur jadi berpikiran yang aneh-aneh,” dumel Bu Ajeng meninggalkan kamar Keira. 

“Ta-ta-tapi, Bu!” Keira menuntut penjelasan dari Bu Ajeng. 

“Udah ga ada tapi-tapian. Ayo cepetan mandi, Kei!” teriak Bu Ajeng dari luar kamar.  

“I-i-iya, Bu.” Jawab Keira sambil lari terbirit-birit menuju kamar mandi. 

****

Di sebuah ruangan berukuran 3 meter x 3,5 meter dengan cat berwarna putih, terlihat seorang gadis berwajah oval dengan surai panjang sebahu berwarna hitam pekat yang sedang duduk memandangi cermin. Rambutnya dibiarkan tergerai, poni dan kwdua lesung pipinya memberi kesan wajah lucu dan imut. Dioleskan lip balm di bibir mungilnya. Sesederhana itu memang. Tapi ia terlihat cantik. Dia adalah Keira 

“Apa maksud dari mimpi itu? Lorong yang sunyi dan gelap? Jalan yang berlumpur? Taman bunga? Wanita misterius itu? Ah aku bingung,” Keira mengacak-ngacak rambutnya karena kesal memikirkan mimpi semalam. 

“Kei...Kei...Ayo sini sarapan dulu sebelum berangkat!” suara Bu Ajeng menghentikan aktivitas Keira. 

“Iya, Bu,” teriak Keira. 

Keira pun beranjak dari kursinya dan menuju ruang makan. 

“Ah Kei bantu ibu untuk membagi makanan pada anak-anak,” pinta Bu Ajeng yang kerepotan membawa tumpukan piring. 

“Sini, Kei bantu bawa piringnya, Bu.” Tangan Keira mengambil setengah dari tumpukan piring itu. 

“Terima kasih, Nak.” Jawab Bu Ajeng sambil tersenyum. 

Keira meniup sebuah peluit. Seketika anak-anak berkumpul dan berbaris dengan rapih. 

“Ayo baris dengan rapih! Jangan rusuh, semua pasti kebagian makanannya.” Tegas Keira. 

“Siap, Kak Kei.” Seru anak-anak dengan lantangnya. 

Di sinilah Keira dibesarkan. Di sebuah panti asuhan bernama “Dream High”. Dulu panti ini dibangun dan dikelola Bu Ajeng dan suaminya selama tiga tahun ke belakang.  Semenjak suami Bu Ajeng meninggal, panti ini dikelola oleh Bu Ajeng sendiri sampai sekarang. Ada tiga puluh anak yang ditampung di panti ini. Sebagian dari mereka memiliki latar belakang yang sama. Yaitu dibuang begitu saja oleh orang tuanya begitupun dengan Keira. Bu Ajeng sangat tulus menyayangi mereka. Walaupun suka marah-marah kalau mereka melakukan kesalahan dan cerewetnya tidak ketulungan  Bukan marah sebenarnya tapi Bu Ajeng mencoba bersikap tegas pada mereka. Jika ditanya soal perhatian dan kasih sayang, Bu Ajeng deh yang jadi juaranya karena sangat tulus menyayangi mereka. 

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status