Share

BAB 3-Kecemasan

****

Mari bercerita tentang malam. Ada apa dengan malam? mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang menakutkan. Maklum, malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Malam sering menyisakan cerita panjang yang memilukan. Tapi tak selamanya malam itu kelam. Malam juga bisa menghadirkan kebahagiaan. Seperti yang dialami Keira, si gadis introvert. 

Malam terlihat tenang mengiringi keindahan suasana rumah panti di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Diseruputnya teh hangat dengan penuh kenikmatan. Lalu ia beranjak menuju tirai jendela kamarnya dan dipandangnya langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Tapi Keira tak menghiraukan itu. Langit di malam indah itu lebih menarik perhatiannya dibandingkan serangan nyamuk yang membuatnya gatal. 

Saat itu waktu menunjukkan pukul delapan. Anak-anak sudah terlelap dalam tidurnya. Sedangkan Keira masih terjaga. Ia sedang berkutat dengan buku dan pulpen. Seperti biasa ia mengisi waktu senggangnya dengan belajar. Tipikal anak Good Girl emang. 

“Kei...Kei...Kei,” samar-samar terdengar suara orang yang memanggil Keira. 

Keira pun menghentikan aktivitasnya. Ia beranjak dan menuju sumber suara itu. Rupanya Bu Ajeng memanggilnya. Sesampainya di kamar, Keira kaget melihat salah satu adik asuhnya yaitu Nisa sedang kesakitan. Di sampingnya ada Bu Ajeng yang sangat khawatir. 

“Ibu, Nisa kenapa?” tanya Keira sangat khawatir. 

“Ibu ga tau, Kei. Tiba-tiba Nisa udah kayak gini,” Bu Ajeng menggeleng. 

Keira mendekati Nisa. Tangannya tergerak memegang dahi anak kecil itu. 

“Nisa demam, Bu. Kasihan badannya menggigil,” Keira semakin khawatir. 

Ia dengan sigap menyiapkan kompresan dan menempelkannya pada dahi Nisa. Lalu, ia mengecek kotak P3K untuk mencari obat penurun demam. Nihil obatnya tidak ada. Keira semakin bingung dan panik. 

“Tak ada cara lain. Aku harus ke apotek sekarang,” lirih Keira pasrah. 

Ia kembali ke kamar. 

“Mana obatnya, Kei?” tanya Bu Ajeng. 

“Ibu, stok obat penurun demam habis.” Kata Keira menunduk lemas. 

“Ya Allah. Ibu lupa membeli stok obat yang sudah habis,” Bu Ajeng merasa bersalah. 

“Ga apa-apa, Bu. Sekarang biar Keira pergi ke apotek. Ibu jagain Nisa ya,” kata Keira meminta izin pada Bu Ajeng. 

“Tapi ini udah malem, Kei. Ibu khawatir kalau ada apa-apa,” ucap Bu Ajeng yang sedari tadi tangannya mengelus-elus dahi Nisa. 

“Ga ada cara lain, Bu. Kasihan Nisa yang lagi demam. Ibu jangan khawatir ya. Kei bisa jaga diri sendiri kok,” jawab Keira membujuk Bu Ajeng. 

“Yaudah iya, Nak. Kamu hati-hati ya,” kata Bu Ajeng pasrah. 

“Siap, Bu.” Keira menyalami Bu Ajeng lalu bergegas keluar. 

**** 

Terdengar suara ponsel berdering. Kemudian di angkatnya telepon itu oleh seorang gadis yang dibalut t-shirt pendek berwarna biru muda dan celana pendek selutut.  Gadis itu mendengarkan suara orang yang kesal di ujung sana. 

 “Malam ini, jam 9 di Kafe Cempaka.” Jawabnya kesal.

“Ada perlu apa ?” tanya seorang gadis yang terlihat mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengerti. 

“Ga usah banyak nanya. Harus dateng kalau engga terima konsekuensinya,” ancam nya. 

“i-i-iya, aku bakal ke sana.” Jawab gadis itu terbata-bata. Tangannya menarik-narik ujung bajunya. Ia sangat ketakutan. 

Tutt... Telepon dimatikan dengan sepihak oleh sang penelepon itu. 

Gadis itu memandangi jam dindingnya. Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Ia tidak mau terlambat. Tanpa pikir panjang, Ia langsung mengambil hoodie berwarna biru dan bergegas keluar. Ketika ia hendak berlari, ada yang memergokinya. 

“Mau ke mana, Sayang?” tanya wanita setengah paruh baya pada gadis itu. 

“A-a-a-ku mau ke kafe bareng temen, Mah.” Jawab gadis itu gugup. 

“Tapi sekarang udah malem, Sayang. Apa ga bisa ditunda besok aja?” bujuk wanita itu sambil menatap Tsania lekat-lekat. 

Tsania menggeleng lemah. 

“Ga bisa, Mah. Aku pergi dulu. Aku ga enak sama dia kalau nunggu lama. Yaudah aku berangkat ya, Mah.” Pamit gadis itu pada mamahnya. 

“Hati-hati, Nak.” Wanita itu menatapnya kepergian anaknya dengan berat hati. Ia sangat khawatir. 

“Iya, Mah. Aku pergi dulu,” jawab gadis itu sambil bergegas keluar. 

**** 

Di apotek 

“Alhamdulillah. Obatnya udah ada. Sekarang aku harus buru-buru pulang kasihan Nisa,” gumam Keira dalam hatinya. 

Keira pun bergegas pulang. Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Hawa dingin sangat terasa di kulitnya. Suasana trotoar pun sepi. Bisa dihitung dengan jari orang yang berlalu lalang. Keira pun mempercepat laju sepedanya. Tapi lama-lama ia merasa lelah dan memutuskan untuk berhenti sebentar. 

“Huh...huh...huh...,” Napas Keira naik turun. 

Ia mengedarkan pandangan di sekitar tempat ia berhenti. Ia duduk dan menormalkan napasnya yang tidak beraturan. Setelah dirasa napasnya sudah normal, ia mengambil sebuah botol air mineral yang ia beli di dekat apotek. Saat ia meneguk air minumnya, tiba-tiba...

Bruk...! 

Klotak... 

“Yah, tumpah deh.” Lirih Keira sambil memandangi air minumnya yang tumpah. 

Ia pun menoleh dan berniat untuk menegur orang yang menabraknya. 

“Dasar yaa, Kam-m-mu?” matanya melotot karena melihat seseorang yang dikenalnya. 

“Kamu?” ujar mereka bersamaan. 

“Tsania?” kata Keira yang memandangi sosok  di depannya lekat-lekat. 

“Kamu?” Tsania merasa kaget. “Ya Allah, maafin aku. Aku ga sengaja. Aku lagi  buru-buru soalnya. Maaf lagi-lagi aku ceroboh. Sekarang aku jadi numpahin minuman kamu deh,” jelas Tsania merasa bersalah. 

“Ga masalah,” kata Keira sambil tersenyum manis. “Oh ya, aku Keira kelas XI MIPA 2.” Keira memperkenalkan dirinya sambil menjulurkan tangannya pada Tsania 

“Oh iya. Salam kenal, Keira.” Tsania menyambut uluran tangan Keira dan memberikan senyuman manisnya. 

Di tengah obrolan mereka. Telepon Tsania berdering. Seketika wajah Tsania berubah menjadi muram. 

“Ka-kamu kenapa, Tsania?” tanya Keira khawatir. Kemudian ia tak sengaja melihat nama yang tercantum di layar ponsel Tsania. “Baby Girl?” gumam Keira. 

“A-a-aku harus pergi,” jawab Tsania gugup. Dia kelihatan sangat gelisah. Ia langsung lari begitu cepat. 

“Tsania...Tsania...Tsania...name tag kamu ada di aku,” teriak Keira. 

Nihil Tsania sudah melangkah lebih jauh. 

“Yah. Tapi aku penasaran deh sama Tsania. Semalem ini dia mau pergi ke mana?” Keira bertanya-tanya. 

Jangan tanya apa yang dilakukan Keira. Walaupun ia tipikal anak yang pendiam tapi dalam hal ini ia suka dengan teka-teki penuh misteri. Tanpa banyak waktu ia langsung mengikuti Tsania dan menggiring sepedanya. 

Tap...tap...tap....

Langkah Kiera tertatih. Sengaja, agar Tsania tak menyadari ada orang yang mengikutinya. Berbeda dengan Keira, Tsania mempercepat langkahnya. Ia sangat tergesa-gesa. 

Krak....

Tiba-tiba, kaki Keira tak sengaja menginjak ranting pohon. 

“Yah. Gimana ini?” Keira merasa gugup, takut terciduk mengikuti Tsania. 

Dan benar saja, Tsania mendengar suara itu. Ia pun menghentikan langkahnya. 

“Suara apa ya tadi?” Tsania mulai membuka suaranya. 

Ia coba menoleh ke belakang. Nihil tidak ada orang. Karena penasaran ia mengedarkan pandangannya. Netra cokelatnya tertuju pada dedaunan yang bergerak-gerak. Ia pun menghampirinya. 

Tap...tap...tap...

Tsania menyibakkan dedaunan itu. 

Meow...meow...meow...

“Oh kucing toh,” lirihnya. 

Kefokusan Tsania tergantikan pada ponselnya yang berdering, ia pun mengangkatnya. 

“Iya, sebentar lagi sampai.” Kata Tsania sambil melanjutkan langkah kakinya dengan lebih cepat dari sebelumnya. 

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status