Share

[1] 8 - Satu gigit

Penulis: aoillies
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-28 13:01:21

"Apa-apaan, sialan?!"

Aku mengumpat sambil memberontak melepaskan diri.

Tapi James lebih kuat jadi aku tetap terseret bersamanya.

Dia membawaku ke restoran cepat saji di seberang sekolah.

"Aku traktir," katanya.

Kemudian seenak jidat memesan makanan untukku.

"Aku tidak mau makan."

Sampai kapan kau mau melakukan ini ....

"Kau belum makan siang," katanya tak mengindahkanku.

Dia menyeretku duduk dan membawa makanan ke meja.

Kalau dipikir-pikir, sudah lama aku tidak makan di sini. Walau hanya di seberang jalan.

Biasanya aku memilih makan di kafetaria atau di rumah Cindy pesan antar.

"Sudah kubilang aku tak mau berteman denganmu."

James menyodorkan hotdog padaku tapi aku tak mengambilnya.

Lalu dia memaksaku, seperti Cindy. Dia selalu memaksaku.

"Aku tahu kau tidak akan makan sampai besok pagi di kafetaria, jadi aku akan menemanimu makan siang ini. Makan, Cath."

Jadi aku menggigit hotdog-nya sekali.

"Cindy sudah cerita padaku," katanya lagi.

"Dia memintaku memastikan kau makan sebelum pulang."

Mulutku berhenti mengunyah.

Menatap James yang terlihat biasa-biasa saja, raut wajahnya tenang.

"Aku baru tahu kau manja sekali pada Cindy," tambahnya lagi.

Dan aku secara refleks melemparkan hotdog di tanganku padanya. Mengotori seragamnya yang sekarang penuh saus.

"Astaga, tidak perlu sampai melemparkan makanan."

"Kau memancingku," kataku tak peduli.

Lalu, aku berdiri.

"Aku sudah makan, aku pergi."

"Sial, Cath!" umpat James sambil membersihkan seragamnya dengan tisu. "Itu baru satu gigit."

Tapi aku sudah keluar dari sana dan tidak berniat kembali.

Walau mengejutkan, aku senang Cindy masih memerhatikan.

Kakiku tidak langsung membawaku pulang.

Perpustakaan di ujung jalan tiba-tiba seolah menarikku mendekat. Tapi aku berhenti di depan pintu masuk perpustakaan.

Hampir saja menabrak seseorang yang keluar dari dalam.

Perasaan aneh itu akhirnya melepaskanku.

Dia yakin seratus persen jika aku akan masuk ke dalam.

Dan, sialnya dia benar.

Ketika aku masuk, teriakan di ujung rak membuat semuanya menjengit kaget.

Begitu pun aku, mataku mencari-cari di sela-sela rak dan buku.

Petugas perpustakaan sudah lebih dahulu mendekati sumber suara.

Teriakan kali ini terdengar lebih jelas.

"Tolong panggil ambulans!"

Beberapa orang malah mendekat menuju suara tersebut.

Aku melihat sekeliling namun tidak ada yang memegang ponselnya. Jadi aku yang memanggil nomor darurat.

Aku juga ikut berdiri dan mendekat, mencari tahu mengapa aku menelepon nomor darurat.

Tidak banyak orang yang berkumpul jadi aku dengan mudah melihat seorang cowok yang terduduk dan berlumur darah.

Aku menjelaskan keadaan dengan tenang pada petugas yang menerima teleponku.

Dari seragamnya, cowok itu berasal dari sekolahku.

Sayangnya aku tak bisa melihat wajahnya.

Wajahnya tertunduk—perasaan aneh sialan ini sepertinya sedang mempermainkanku.

Kenapa…

Kenapa ada Archer di sini? 

Aku langsung mendekat dan menepuk pelan wajahnya.

"Archer. Archer, kau baik-baik saja?"

Kelopak matanya bergerak.

"Apa kau bisa mendengarku?" tanyaku pelan, berusaha untuk tidak panik.

Orang lain hanya memerhatikannya, untungnya petugas perpustakaan berusaha menghentikan pendarahannya dengan menekan luka di perutnya.

Aku masih bisa merasakan napasnya.

"Archer, apa kau bisa membuka matamu?"

Archer membuka matanya perlahan, matanya sayu menatapku.

"Cath."

"Jangan bicara," sergahku. "Sebentar lagi ambulans datang, kau akan baik-baik saja."

Tak berapa lama hingga ambulans datang.

Dua orang petugas memindahkan Archer ke atas tandu. Aku mengikuti menuju ambulans. Ingatan tentang Archer berputar di kepalaku.

Seharusnya Archer berada di Paris, bukan London.

Aku tak menyangka bertemu dengannya lagi. Dengan keadaan yang seperti ini.

Apa yang dilakukannya di London, di perpustakaan dekat rumahku.

Mengapa dia ditusuk, apa yang selama ini terjadi padanya.

Mengapa dia memakai seragam sekolahku.

Apa yang terjadi?

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 59 - Seperti bisikan

    Yang memenuhi pandanganku hanyalah baju biru polos yang menutupi punggung bidang Brian. Aku bisa mendengar mereka berdebat dengan kalimat memutar-mutar karena Brian yang terus-terusan mengalihkan topik. Bukan berarti Archer tak paham maksud Brian, mereka berteman bertahun-tahun, mustahil jika Archer tak mengenal Brian dengan baik.“Kita tak memerlukan itu.”“Kau tak pernah dengar tentang darling, Arsh?”“Tidak ada makhluk yang omnipoten, menyingkirlah.”“Sepertinya—”Brian berhenti bicara saat aku mengetuk punggungnya dengan telunjukku yang tak berdarah beberapa kali. Dia memalingkan wajahnya dari Archer dan melihat ke arahku. Mata kami bertemu.“Tak perlu melakukan itu.”Brian mengangkat sebelah alis sesaat, jika aku tak sedang mengamatinya aku akan kelewatan detail itu. Dia diam beberapa sebelum bergeser dari hadapanku sambil berujar, “Kau yang bilang.” Aku tak lagi menanggapinya karena sibuk mengelap mulutku yang berdarah dengan ujung lengan bajuku. Entah kenapa bau amis yan

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 58 - Tragedi keruntuhan langit

    “Apa kau pikir kami akan mengikuti keinginanmu begitu saja?” “…Tidak.” Tentu saja tidak, dia pikir aku gila? Aku tak pernah sekali pun punya niat begitu! Yang terakhir kuingat tentang mereka itu aku hanya kelahi dari mereka dan mereka menjauhiku! …Atau begitu adanya dari ingatanku. Brian menimpali sambil melirikku. “Dia bahkan berani mengambinghitamkan Uriel.” Aku ingin membantah tapi instingku berteriak keras untuk tidak melakukannya, jadi aku menutup mulutku rapat-rapat bahkan ketika Archer mengalihkan topik dan mulai membahas tentang Pseudotopia. “Kau sama sekali tak mau cerita?” Aku mau… Tidak! Aku tak mau. Meskipun aku tahu mereka tahu apa yang terjadi secara garis besar, mendengarnya langsung dariku tetap saja… Aku tak mau mereka tahu. Beberapa helai rambutku tertiup angin dan nyaris menyakiti mataku, untung saja aku segera merapikannya sambil menatap Archer lurus. Ini pertama kalinya aku benar-benar melihat wajahnya semenjak dari rumah sakit beberapa bulan lal

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 57 - Tak tahan melihatnya

    Aku duduk tegak seperti murid teladan. Sambil menjelaskan apa-apa saja yang kuingat pada dua orang yang terdiam semenjak aku mengutarakan kecurigaan yang sebelumnya kubahas dengan Tahoka. Mereka tahu sekarang separah apa masalah yang sedang aku hadapi—bukan, kita hadapi. “…Karena itu, meski pun ingatanku kacau balau. Jangan beritahu aku, jangan koreksi ingatanku yang salah. Sepertinya ‘aku’ berpikir kemampuanku tak boleh dipakai, setidaknya sampai Ragnarök berakhir.” “Kau pikir mungkin ada seseorang yang memakai visi untuk menebak semua tindakanmu.” Aku mengangguk setuju pada komentar Brian ketika Archer sekali lagi menusukku dengan pertanyaan tajamnya yang sama sekali tak kusangka.

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 56 - Bicara enam mata

    “Kenapa malah kau yang marah?” Aku tertawa, berpikir bahwa pria bersisik di hadapanku saat ini terlihat sangat menggemaskan. Ah, membuatku teringat pada Cindy… Jadinya aku tertawa sambil merengut. “Aku tak suka, hng … valkeri.” Tahoka menatapku curiga. “Kenapa ekspresimu, hng … begitu?” “...Kau terlihat menakutkan saat marah.” “Tentu saja, hng … keturunan hidra harus, hng … terlihat menakutkan!” Tapi kau terlihat menggemaskan? Nyaris saja aku keceplosan mengatakannya melihat mata

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 55 - Seperti rahasia umum

    Tahoka menepuk meja pelan sambil mengunyah kue kering yang saat ini tinggal setengah. “Ayahku, hng … bilang dunia berwujud, hng … segalanya. Aku tak paham, hng … apa, hng … kau paham?” Aku menggumam mengulang perkataan Tahoka. “Berwujud segalanya…” Mataku berkilat saat bertanya, “Bagaimana orang tuamu bisa tersesat masuk Pseudotopia?” “Katanya, hng … mencari pintu masuk, hng … Shangri-La.” “Pintu masuk? Bukannya satu-satunya cara menyebrang ke Shangri-La itu melalui gerbang dimensi di Lemuria?” “Bukan itu, Cath. Hng … Tapi pintu yang, hng … mengabaikan aturan, hng … hukum Shangri-La.” “Pintu seperti itu benaran ada?” Aku tak percaya. Mengabaikan aturan hukum dunia itu sama saja seperti pencipta semesta dan pencipta semesta itu adalah mitos. Itu sudah seperti rahasia umum. Aku tak paham kenapa orang tua Tahoka senang sekali bepergian dan meninggalkan anak kesayangannya jadi tukang pungut mayat begini. Yang membuatku tak bisa berkata-kata, Tahoka menyukai kegiatannya i

  • Cara Berhenti Menyukai Gebetan dalam 1 Bulan   [5] 54 - Kebiasaan membuang napas

    Tahoka merengut. Dia mengamatiku dari atas sampai ke bawah sebelum bertanya yang terdengar seperti menuduh.“Apa yang kau lakukan, hng … hingga tubuhmu, hng … kacau begini?”Aku mengangkat bahu. Dia masih sama, kebiasaannya membuang napas nyaring di tengah-tengah kalimat. Kupikir dia sudah berhenti melakukan itu, ternyata tidak. “Kita bicara di bahteramu saja.”Tahoka membawaku ke kapalnya sambil mengomel. “Berapa kali kubilang, hng … namanya Vila, hng … bukan bahtera.”Aku pura-pura tak dengar, mengikuti di belakangnya sambil mengamati kapal yang sekarang sudah berubah eksterior lagi. Lupakan vila, melihat kapal yang besarnya keterlaluan ini, lebih baik namanya istana saja sekalian. Lihatlah kilauan perak di dindingnya.Saat pertama kali aku masuk ke dalam kapal ini, kupikir interiornya akan serupa dengan kapal pesiar mewah yang sering kulihat dalam iklan. Tapi kenyataan itu kejam.Selain ruang pribadinya yang memakan tempat sekitar seperempat kapal, sisanya merupakan tempat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status