Vivien and Charlotte were best friend since their high school days. But how does it takes when you love the same man? Vivien will faced challenges that will lead him to distraction and sorrow. Can she made it? If she knows that her best friend Charlotte, love the man she also love?
View MoreSuara ketukan pintu kamar membuat tidur seorang gadis bernama Karelyn tiba-tiba terganggu. Matanya melek seketika saat pandangan matanya ikut fokus pada sebuah jam di nakas. Tak sampai di situ, dengan cepat dia bangun dari berjalan menuju pintu.
Pintu terbuka, menampakkan sesosok pria paruh baya yang sedang memberikan tatapan dingin padanya.
"Masih mau tidur?"
"Maaf, Pa," ucapnya dengan nada ngeri.
"Sudah beberapa hari kamu telat bangun ... apa untuk hari ini juga dengan alasan yang sama?"
Karel mengangguk pelan. Ini antara mau berbohong dan jujur. Mau berbohong, papanya pasti akan tahu. Mau berkata jujur, tentu saja itu meminta dirinya untuk dibacok. Tapi jujur saja, ada rasa bahagia ketika papanya mengeluarkan banyak kata padanya.Ya, intinya memang inilah yang ia harapkan, kan.
Sebuah deringan ponsel tiba-tiba membuat pria paruh baya itu beranjak dari hadapan Karel. Yap, di saat itulah Karel merasa keberuntungan masih berpihak padanya. Dengan cepat ia kembali masuk kamar dan bergegas mandi dan bersiap.
Setengah jam kemudian ia berlari menuruni anak tangga. Seragam SMA yang ia kenakan, lengkap dengan tas ransel di punggungnya.
Hendak duduk menikmati sarapannya, tapi semua itu dihentikan oleh papanya.
"Kenapa, Pa?" tanyanya bingung.
"Haruskah setiap pagi Papa mengomelimu dengan permasalahan yang sama, Rel?" tanya laki laki paruh baya itu sambil bersidekap dada.
Oke, ia tentu paham dengan maksud pertanyaan papanya. Dengan sedikit susah, ia menarik rok nya agar menutupi pahanya. Tapi apa daya, udah mentok ukurannya ... tak bisa lagi.
"Alasan pertama, rok nya kamu bilang semakin pendek karena kamu bertambah tinggi. Oke, Papa paham. Lalu, rok nya kamu bilang bahannya kurang bagus, hingga satelah dicuci jadi menciut. Oke, mungkin saja. Kemudian, kamu bilang Rok nya salah beli ukuran. Papa terpaksa paham. Dan sekarang, alasannya apalagi?"
Tatapan horor itu langsung menatapnya tajam seakan membuatnya tak bisa mencari alasan lagi.
"Kehabisan stok kebohongan?"
"Aku Cuma ..."
"Rel, kamu itu udah gadis loh. Harusnya kamu paham dan mengerti kenapa papa enggak suka saat kamu mengenakan rok yang ..." menghentikan kata katanya saat bingung harus mengutarakan penjelasan seperti apalagi pada putrinya.
"Besok enggak lagi deh, Pa."
"Terserah kamu saja. Papa juga capek memberikan omelan sama kamu tiap hari."
Laki laki paruh baya bernama Leo itu kembali melanjutkan sarapannya yang tertunda berkat masalah yang dibuat lagi oleh putrinya.
Karel duduk dan menikmati sarapannya. Seperti biasa, hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Karena apa? Papanya bukanlah orang yang akan bicara saat makan. Bukan hanya saat makan, lebih tepatnya sebagai seorang ayah, ia berpikir beliau bukanlah sosok papa yang hangat. Ia akui itu, karena memang begitulah nyatanya.
Selesai sarapan, laki laki paruh baya itu kemudian beranjak dari posisi duduknya.
"Pa," ujar Karel menghentikan langkah papanya yang hendak pergi. "Nanti malam ada acara ulang tahun teman sekelasku. Apa aku boleh ikut?"
Leo menghela napasnya berat saat mendapatkan pertanyaan itu dari Karel.
"Apa biasanya Papa menginjinkan?"
Karel menggeleng.
"Sudah, Papa berangkat dulu. Pulang sekolah langsung pulang, jangan keluyuran. Jadi anak yang baik, penurut dan nilai sekolah yang bagus. Itu yang Papa mau."
Setelah mengutarakan semuanya, Leo berlalu pergi dengan langkah terburu buru.
Meletakkan sendok di piring, kemudian menyandarkan punggungnya di kursi ... menatap kepergian papanya hingga hilang dari pandangan mata. Sebenarnya ia tak ingin sedih, tak ingin terlalu memikirkan bahkan ingin mengabaikan. Hanya saja, terkadang perasaan juga tak bisa ditutupi, kalau ternyata rasa sedih itu juga ada.
"Non, jangan sedih, ya," ujar Bibik yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.
Menyeka air mata yang tiba-tiba menetes, kemudian meneguk air minum hingga habis. Sungguh, tak ada niatan hati untuk mempermasalahkan rasa sedihnya, hanya saja entah mengapa air matanya keluar begitu saja.
Tersenyum ke arah Bibik.
"Apa aku terlihat sedih?"
Wanita paruh baya itu membalas senyuman Karel dan menggeleng. "Non itu nggak pernah sedih."
Karel beranjak dari kursi, menyambar tas sekolahnya. "Bibik tahu nggak, saat diomeli oleh Papa, itu merupakan hal yang menyenangkan. Aku senang, setidaknya di saat itu aku bisa mendengar suara Papa yang begitu banyak padaku."
"Iya, Non ... hanya saja Bibik juga sedih kalau Non diomeli terus."
"Anggap aja sarapan pagi, Bik," tawanya. "Udah ah, Bik ... aku berangkat sekolah dulu," pamitnya pada wanita paruh baya itu. Kemudian bergegas menuju teras depan dan masuk ke dalam mobil, bersiap untuk sekolah.
Dalam perjalanan, jujur saja ia tak bisa fokus. Permasalahan yang dihadapinya lebih ke kehidupan keluarga, bukan masalah sekolah. Rasanya benar-benar sepi, seakan hidup dalam lingkungan yang tak hidup.
Sampai di sekolah, langsung memarkirkan mobil di parkiran. Tak langsung turun, lagi lagi perkara dengan papanya lah yang jadi isi otaknya. Hingga lamunannya buyar ketika sebuah ketukan terdengar di kaca mobil.
Karel membuka pintu dan segera turun. Mendapati dua gadis dengan seragam yang sama dihadapannya. Yap, mereka adalah sahabatnya ... Puja dan Rena.
"Udah ketebak, sih ... dari muka lo," ujar Rena langsung.
"Yap, seperti biasa," responnya dengan malas. Kemudian lanjut berjalan menuju kelas. Begitupun dengan Rena dan Puja.
Sampai di kelas, masih dengan tampang malas Karel mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas. Berniat untuk membaca, tapi Puja dengan cepat menyambar benda itu dan meletakkan ke dalam laci meja.
"Ja, gue mau baca buku loh ini."
"Udah deh, Rel ... nggak capek apa, siang malam belajar terus. Iya, kita tahu kok kalau belajar itu adalah hal yang paling penting. Hanya saja nggak semua waktu digunakan untuk belajar, ada saatnya kita juga butuh istirahat. Terutama elo."
Menyenderkan kepalanya di meja, dengan kedua lengan sebagai bantalannya.
"Kalian tahu, kan ... papa gue kayak gimana? Nilai bagus adalah yang utama. Kepintaran seolah di atas segalanya. Dia senang saat hasil itu gue dapatkan."
"Rel, jujur aja, Ya ... Om Leo itu udah kelewatan banget maksa lo harus begini dan begitu. Dan dengan bego nya elo malah nggak ngebantah," terang Puja.
"Siapa bilang gue nggak ngebantah," responnya cepat.
"Lah, buktinya."
Karel kembali duduk dan menatap kedua sahabatnya lekat. Ia tahu betul apa yang ada dipemikiran keduanya, tapi itu salah besar. Oke, memang benar saat apa yang diminta papanya ia lakukan. Tapi, di saat bersamaan juga dirinya justru bertindak sebaliknya.
"Udah deh, jangan mikirin gue," ujarnya dengan senyuman.
"Dan gimana ntar malam, pasti lo nggak dapat ijin."
"Udah ketebak," sahut Rena seakan tahu hasilnya.
"Ayolah, di samping jadi anak yang penurut, gue juga termasuk ke dalam anak yang suka melanggar aturan gaes," terangnya sambil bersidekap dada dihadapan kedua sobatnya.
Rena dan Puja saling pandang.
"Jangan bilang kalau elo bakalan pergi tanpa ijin," tebak Rena.
"Bisa jadi," sahutnya.
Rena dan puja lagi lagi saling lempar pandang dengan jawaban Karel. Bukan apa apa, ya ... hanya saja keduanya tahu betul bagaimana sikap dari Leo yang bahkan bisa mengamuk saat Karel melanggar satu aturan. Dan sekarang, dia justru berniat pergi tanpa ijin. Lihat nanti apa yang terjadi jika ketahuan.
"Gue saranain lo ntar sebelum kabur baca do'a dulu, ya ... biar aman dari jangkauan Om Leo," peringatkan Puja yang sudah berpikiran jauh.
Karel hanya memberikan reaksi santai dengan perkataan Puja. Justru itu yang ia inginkan. Saat fokus papanya hanya tertuju padanya.
Panay ang sulyap ni Vivien sa bintana ng mansyon. Hinihintay niya kasi ang pagdating ni Lucas. Matapos kasi ang hapunan nila kanina ay umalis ito nang hindi man lang nagpapaalam kung saan ito pupunta. Alas nuebe na ng gabi at hindi parin ito umuuwi. Naghintay na muna siya nang ilang minuto bago nagkibit-balikat nalang saka tinungo na ang kama at nahiga. Baka busy ito sa trabaho niya,aniya sa isipan niya. Lagi naman itong nagtratrabaho. Ito yata ang kinabusyhan nito ngayon. Pinikit niya ang mga mata at bumuga ng malalim na hininga. Ano ba ang dapat niyang gawin sa pakikitungo ng dating nobyo sa kanya? Hindi nito sinasabi ang mga rason nito kung bakit ito nagkakaganito. Gustuhin niya man itong tanungin ngunit wala rin siyang mapapala dahil ito na mismo ang nagbibigay dahilan upang hindi sila makapag-usap ng masinsinan. "Buti naman at naisipan mokong dalawin!" Kunwari ay nagtatampo niyang giit sa binata. Nasa kusina sila ngayon ng mansyon. Dumating kasi si Jake n
Inilibot ni Vivien ang tingin niya sa silid na kinarorounan niya ngayon. Ang sabi sa kanya ni Yaya Freda, ay kwarto ito ni Lucas. Tinanong na muna ng dalaga kung bakit siya nito dinala rito pero ang sabi nito, heto raw ang magiging kwarto niya. Paano kung magalit si Lucas? Sa isiping galit ang binata sa kanya ay hindi malabong ipagtabuyan siya nito o di kaya'y lumipat ito ng ibang silid para lang hindi siya makasama. "Manang, paano kung magalit ho si Lucas?," Hindi niya mapigilang itanong iyon sa katulong na ngayon ay inaayos ang kamang tutulugan niya. Lumingon ito sa kanya at ngumiti. "Naku hija! Kahit magalit pa siya, wala na rin naman siyang magagawa. Si donya Bella ang nag-utos sa akin na dito ka muna pamalagiin sa silid na ito. Kung magrereklamo man si Lucas. Doon siya sa ina niya makipagsagutan!" Ipinilig nalang ni Vivien ang kanyang ulo dahil sa winika ng katulong. Nagmistula itong galit nang tanungin niya ito. Yaya Freda is already 58. Dalawampung taon rin iton
Magkahalong kaba, takot, at inis ang namutawi sa kaloob looban ni Vivien ngayon. Hindi niya alam ang gagawin sa mga oras na iyon habang kaharap ang ama at ina nina Lucas at Jake.Gusto nalang niyang magpalamon sa lupa dahil sa tensyon na bumabalot sa kanila ngayon. She tried to compose herself para mabawasan ang pangamba niya kung sakaling negative thoughts ang sasabihin ng mga ito sa kanya.She never met Lucas parents kahit ilang taon na silang nagsasama. Lucas always tell her to wait. Natatawa nga siya sa binata dati dahil kapag dumadating ang parents nito sa condo unit nito ay tinatago siya nito sa walk in closet ni Lucas. Nagmumukha tuloy silang teenager na takot mahuli ng mga magulang nila."Ehem!" Isang tikhim mula sa matandang lalaki ang pumukaw sa atensyon nilang lahat."I need to clear some things. I mean, e cla-clarify ko ang nangyayari ngayon between you hija." Turo nito kay Vivien saka lumingon sa kinarorounan ni Lucas. "And you Lucas!"Napalunok nalang ang dalaga sa
"Jake!" Narinig niya ang pagtawag sa kanya ng ama kaya't sinulyapan niya ito sa lamesa. Nagbabasa lang ito ng newspaper na nakagawian na nito every morning. "May kailangan ka dad?" "Did you contact him already?" Tanong nito sa binata na kaka-upo lang sa harap niya. Ang tinutukoy nito ay ang half brother nito na nagmamay-ari ng isang publication company. "Yeah, kahapon pa. He said busy siya sa kompanya niya and they cannot make it now. Why?" Inilapag ni Crisanto ang hawak na newspaper sa mesa at humigop ng kape. "I'm a bit curious about her wife. Ilang taon na silang kasal but they didn't show up to us. Plus, the thought of they didn't invite us to their wedding, it's very suspicious!" "Dad! Civil wedding nga eh. Hayaan mo na siya. Napaka-secretive niya lang na tao." "Hindi ba siya proud sa asawa niya? Iisipin ko talagang nagpapanggap lang siyang may asawa na..." "Let's not talk about him. Aatakihin lang ako ng high blood kapag naiisip ko siya."
Isang linggo. Isang linggo ring nagpabalik-balik si Vivien sa opisina ni Lucas. Pinuno niya ng pag-asa ang kanyang sarili. Pag-asa na baka ay tanggapin sila ni Lucas nang magiging anak nila. Ngunit sa isang linggong iyon, ang pakikitungo ni Lucas sa kanya ay malamig parin. Hindi man lang siya nito binigyan ng pagkakataong pakinggan siya. Lucas' mind was locked and the key of it was nowhere to be found. "Are you crazy?!" Galit na galit siyang hinarap ng binata. Ang boses nito ay may bahid ng galit. Ang pakikitungo rin ni Lucas sa kanya ay katulad lang ng dati. Kasing lamig ng yelo sa north pole. She was in Lucas'office, decided to confront him again, hoping he might accept her and their baby. Naroroon rin si Don Crisanto, ang ama nito. Nakikinig lang sa kanilang dalawa. "Bingi ka ba? Why are you keep on insisting, na ako ang ama niyang pinagbubuntis mo!,"bulalas ni Lucas nang hindi siya makasagot sa naging katanungan nito. She gasp in disbelief. Ang mga luha ng dal
"Is that so?" Malamig nitong turan sa nakatayong dalaga sa harapan niya. Hindi makapaniwala si Vivien sa narinig mula sa binata. Ang akala niya ay tatanggapin nito ang resulta at bagkus ay matutuwa pa ngunit heto't para siyang binuhusan ng tubig dahil sa tinding hiyang natamo. Her lips was trembling and her hands were shaking. Hindi niya alam kung ano ang sasabihin. Ang sakit naman palang mag-expect sa taong mahal mo. Iyon ang nasa isipan niya nang mga oras na iyon. Yumuko siya at kinalma ang sarili. Kailangan niyang labanan ang bigat na nararamdaman niya. Ayaw niyang ipakita sa binata ang pagkadismaya . "Am i d-disturbing you?" Tanong niya. Iyon nalang ang tanging lumabas sa bibig niya. Pinaniwala niya nalang ang kanyang sarili na baka busy lang ito at nakadistorbo sya kaya nito nasasabi ang mga bagay na iyon. Tinitigan sya ng binata mula ulo hanggang paa. His checking and now he knows. She was scared. A rude smile form on his kissable lips. "What do you
Maligayang pagdating sa aming mundo ng katha - Goodnovel. Kung gusto mo ang nobelang ito o ikaw ay isang idealista,nais tuklasin ang isang perpektong mundo, at gusto mo ring maging isang manunulat ng nobela online upang kumita, maaari kang sumali sa aming pamilya upang magbasa o lumikha ng iba't ibang uri ng mga libro, tulad ng romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel at iba pa. Kung ikaw ay isang mambabasa, ang mga magandang nobela ay maaaring mapili dito. Kung ikaw ay isang may-akda, maaari kang makakuha ng higit na inspirasyon mula sa iba para makalikha ng mas makikinang na mga gawa, at higit pa, ang iyong mga gawa sa aming platform ay mas maraming pansin at makakakuha ng higit na paghanga mula sa mga mambabasa.
Comments