Ini kenapa jalan-jalan berlebel bulan madu, malah seperti hanya liburan akhir semester saja sih?
Jam begitu cepat berlalu, matahari sudah tenggelam gelap kini mulai datang, sedang di luar sana kelap-kelip lampu indah mulai menghiasi perkotaan.
Malam hari sudah tiba, kami sekarang sudah merebahkan diri di atas kasur hotel.
Aku masih sibuk dengan gawai, karena bagaimanapun aku tak bisa sepenuhnya meninggalkan pekerjaan. Masih ada hal-hal kecil yang kadang perlu dilakukan.
Sedang Alyah, ia begitu asyik menonton TV dan menikmati camilan, tepat di sampingku. Bahkan kepalanya juga ia sandarkan di bahuku.
Aku sedikit heran dengan dirinya, makan banyak tapi badannya bahkan kecil, lebih tepatnya kerempeng seperti hanya tulang berbalut kulit saja, meski tak sekecil itu sebenarnya.
“Aaaaa” Ucapnya dengan mulut mangap sembari tangannya mengulurkan beberapa keping kripik kentang sekaligus.
Aku tersenyum, jarang-jarang Alyah mau menyuap
_Cinta yang gamang, kini mulai berlabuh pada kepastian. Akankah takdir kini telah benar-benar berpihak pada Genta? Mencintai dan akhirnya di cintai_“Aku pengen rujak,” ucapku mengutarakan. Entah kenapa tiba-tiba ingin sekali makan rujak, padahal di hadapanku banyak makanan mewah yang sudah terhidang. “Besok saja ya, pas kita sudah di rumah. Nanti siang kan, kita pulang,” Aku agak sedikit kecewa dengan jawabannya itu, padahal jujur aku sangat ingin. “Kok cemberut? Ngambek niih” ternyata dia tahu raut wajahku yang ada menampilkan kekecewaan.“Aku tuh pengen rujak Bang!” Aku sungguh benar-benar ingin makan rujak dengan buah yang asem di dalamnya, tapi bang Genta malah tak mengerti.“Kok, kayak orang nyidam ya? padahal kan ... kita buatnya baru tadi malam, masak secepat itu jadinya?” mendengar ungkapannya itu langsung kupukul dengan keras lengannya. Enak saja hamil, orang dia yang pertama kali menjamah.“Aduh, sakit yank, ini nanti bisa aku laporin kasus KDRT loh” “Ya udah, laporin aj
Esok harinya, akan diadakan syukuran untuk kepindahan kami agar mengenal tetangga sekitar. Tak ada acara masak-masak di rumah, sebab mama Ayumi sudah memesankan ketring untuk acara tersebut.“Jangan masak-masak, kita pesan masakan ketring saja. Kalian itu habis bulan madu, jangan sampai kelelahan. Mama kan, pengen cepat punya cucu,” Mendengar Mama mertua bicara seperti itu seketika mukaku memanas. Ahs, akankah malaikat kecil itu akan segera hadir di tengah-tengah kami. Memberikan sebuah kebahagiaan besar di antara mereka.Sedang bang Genta, sekarang secara terang-terangan selaku bersikap manja, bahkan di depan anggota keluarga. Rasanya, aku masih terlaku sulit untuk beradaptasi dengan suasana ini. Meski pernikahan kamu sudah dua minggu lebih, namun masih tak dapat menghilangkan kekakuan ini. “Kak jangan kaya bayi gitu donk, ngedusel-dusel kek kucing minta dielus majikan. Aku yang jomblo ini kan jadi risih lihat kalian kayak gitu,” Srobot Anin.Hadeeh, beneran malu, kenapa Anin ma
“Ada ayam kecap, mau juga?” tawarku ketika ingat bahwa masakan kesukaan laki-laki itu adalah ayam kecap.Seperti antara nasi kuning dan ayam kecap lebih serasi ketimbang disandingkan dengan rawon.“Emang ada? Kalau ada sekalian deh,”Kukira, permintaan sebel akan dibatalkan saat mendengar ayam kecap. Nyatanya tidak.“Siapa yang mau makan oplosan kek gitu?” Mama yang berada tepat di belakangku seketika membuatku kaget dengan pertanyaannya.“Bang Genta, Ma ...” jawabku singkat setelah mengisi piring sesuai kemauan bang Genta. Nasi kuning, dengan kuah rawon beserta ayam kecap.“Kok aneh-aneh saja mantuku itu,” Udah berubah gelar ya sekarang. Yang kemarin masih memanggil Nak Genta, sekarang sudah menantuku.Mama akhirnya beranjak dan aku juga mendekat ke arah bang Genta yang masih asyik duduk berdiam di sofa yang sebelumnya dibuat berkumpul. Ha
Waktu terasa begitu cepat, tiga bulan lagi menjelang wisuda. Hari-hari sibuk benar-benar telah terlewati. Mungkin, karena kesibukan kami berdua, hingga doa-doa mereka belum dikabulkan tuhan. Aku mendamba ada anak kecil di tengah-tengah kami. Bang Genta juga selalu berharap berlebihan ketika aku mengidam saat akan ada tamu bulanan. Selalu berharap, bahwa itu adalah keinginan Malaikat kecil yang ada dalam perutku.Tak bisa dipungkiri, aku juga selalu berharap seperti itu. Apalagi tamu bulananku yang memang tidak pernah teratur.Pernikahanku sudah setengah tahun lebih tapi masih tidak ada tanda-tanda akan kehamilan. Tetangga juga sudah sering menanyakan, untung saja Mama dan ayah serta Mama dan Papa mertua tak terlalu memperhatikan. Entah memang seperti itu, atau hanya sedang menjaga perasaanku saja, entahlah.Selain kuliah, aku hanya duduk di rumah, menunggu suami pulang. Jika saja Malaikat kecil itu sudah ada di perutku, mungkin aku tak akan sesepi itu. Mungkinkah keinginanku terla
Malam ini berbeda, jika biasanya setiap malam bang Genta lah yang bermanja, layaknya anak kecil. Kini Anin yang terus minta ditemani. Untungnya, Anin bukanlah bang Genta. Sebab, Anin hanya minta ditemani untuk bercerita saja. Bukan seperti bang Genta yang selalu bertingkah seperti anak kecil. Meski kadang buas, ooops!“Mumpung Kakak di sini, besok kita jalan-jalan yuk. Aku udah lama nggak jalan-jalan ke mall,” Ajaknya yang hanya aku tanggapi dengan anggukan. Karena aku pun sama, hari-hari sibuk sebelumnya telah terlewati. Meski belum semuanya tuntas, namun sedikit senggang. “Oke, yuk! Besok kita habiskan uang Kakakmu!” Kadang, aku juga sedikit bingung. Aku sudah terbiasanya memanggil dengan Bang, namun Anin Memanggil dengan Kakak. Hingga bagaimanapun aku harus memposisikan saat berhadapan dengan orang lain. Saat aku katakan bang Genta, maka kebanyakan orang tak akan paham.Sangat berbeda jika mengatakan Mac, karena memang sebenarnya panggilan itu yang digunakan sejak kecil. Mack
_Keluarga tanpa seorang anak ibarat seperti perahu di tengah gelombang besar ombak dengan posisi yang tak seimbang. Mereka hanya butuh penengah_Anin akhirnya mengantarkan kakak iparnya itu pulang. Bukan, bukan ke rumah keluarganya atau rumah yang ditempati oleh Alyah dan Genta. Tapi pulang ke rumah orang tuanya.Aliyah sebenarnya juga tak begitu mempercayai yang ada di pikirannya, hatinya menolak dengan pikiran buruknya itu.Orang yang tengah patah hati kadang seperti orang yang kurang waras. Tidak bisa berpikir jernih untuk mendapatkan solusi.“Kita pulang saja Kak, atau masih mau jalan-jalan ke mall, biar Kakak bisa tenang. Kita ke salon, mungkin,”Ide Anin memang bagus, tapi “tidak!” bagi seseorang yang tengah patah hati. Mereka hanya membutuhkan waktu untuk sendiri. Bahkan untuk mengungkapkan perasaannya saat itu saja tidak bisa.“Kakak pulang ke rumah Tante Marsya saja ya, Kakak kan
“Lalu itu suara apa Bang?! Kupingku masih waras. Bahkan Anin juga mendengarnya!” Alyah langsung terengah-engah setelah mengucapkan apa yang mengganjal di hatinya. Dadanya juga ikut naik turun hingga anggota badan yang lain ikut bergerak menyeimbangkan.Sedang Genta, ia hanya diam tak berusaha menjelaskan atau menenangkan.Benar, setelah panggilan Rakhman, Genta bercerita duduk perkara saja tidak secara keseluruhan ia ceritakan. Menurutnya, ia harus bisa menyelesaikannya sendiri, selagi masih bisa dengan tanpa bantuan orang lain apalagi mertuanya sendiri.Hingga akhirnya Rahman memanggil putri semata wayangnya itu untuk keluar kamar. Sebenarnya Alyah masih enggan untuk menemui suaminya itu, namun ia tak kuasa ketika sudah terdengar nada ketegasan dari sang Ayah saat menyuruhnya untuk keluar kamar.“Kenapa Abang cuma diam?! Benar kan yang aku katakan, dan apa yang aku pikirkan memang itu yang sedang terjadi!” Tak terima melihat suaminya hanya diam mendengarkan sembari menatapnya dalam
“Al, sudah ya ... ayo kita pulang” Tak beruntungkah Alyah mendapatkan laki-laki seperti itu. Yang jarang sekali meninggikan suaranya ketika sedang marah.“Aku masih ingin di sini” Genta yang tak pandai menjelaskan atau Alyah yang menutup diri untuk menerima kebenaran.“Baik jika kamu memang masih ingin di sini, aku tak masalah. Kalau perlu aku akan melakukan seperti yang kau tuduhkan agar tuduhanmu itu tak menjadi fitnah” Genta tiba-tiba berucap dingin tak seperti biasanya. Bahkan ia langsung beranjak dari duduknya tanpa menoleh dan tanpa mengucapkan kata pamit untuk wanita yang baru saja dirayunya itu.Setelah kepergian laki-laki bergelar suami itu, Alyah seketika langsung kembali menangis. Hatinya kini kembali perih.“Salahkah aku? ...” Penyesalan memang kerap datang terlambat, memberi kenangan buruk bagi pemiliknya.“Apakah benar aku hanya berburuk sangka saja?”“Kenapa waktu itu aku tak masuk saja. seperti yang dikatakan bang Genta.” Beberapa pemikiran yang berakhir penyesalan k