Perhatian-perhatian kecil yang selalu ia lakukan untukku, meski sebenarnya tak perlu ia lakukan, namun mampu membuat hatiku semakin luluh. Seperti saat ini, di sela menikmati makanannya bang Genta masih sempat-sempatnya menyuapi diriku. “Aaaa,” ucapnya sembari mulut mangap memperagakan seperti seorang ibu yang hendak menyuapi sang anak. Awalnya aku hanya bergeming melihat hal yang ia lakukan “Ayo, cepat buka mulutnya,” Lagi, ia berucap. “Kenapa harus disuapi, kan Alyah sudah punya sendiri Bang?” tunjukku pada piring di hadapanku. “Biar tahu rasanya steak yang Abang Pesan.” Benar, kami memang memesan makanan yang berbeda. Aku yang memesan mie dengan kuah pedas dan dengan kuah yang masih mengepulkan uap panas. Sedang Bang Genta, memesan steak daging yang salah satu potongannya ia sodorkan mendekati mulutku. ‘Hemmm, ternyata enak juga kalau di suapi,’ Batinku terkikik geli. “Kenapa?” tanyanya, mungkin heran melihat
Jujur saja, aku juga laki-laki normal. Apalagi saat melihat sepeti itu.Aku dengan keadaan yang masih mengantuk, perlahan mendekatinya. Sepertinya ia tak sadar karena masih sibuk dengan paperbag berisi baju-baju yang ada di meja rias itu.Wangi sabun yang ia gunakan begitu semerbak. Menuntun diriku, untuk menghirupnya lebih dekat.Satu kecupan berhasil aku daratkan di pundaknya. Sungguh wangi yang cukup menenangkan.Tanganku sengaja aku lingkarkan pada perutnya. Kecupan-kecupan lain juga aku berikan, sungguh aroma yang sangat candu.Aku segera melepaskan pelukanku, dan segera menghentikan ulahku memberikan kecupan. Jika aku teruskan, mungkin hasrat lelakiku meminta lebih dari itu.Sedang di sisi lain, aku melihat Alyah yang sepertinya juga tidak nyaman dengan perlakuanku. Dia hanya diam setelah sebelumnya menunjukkan reaksi kaget.Jika dikatakan ingin, jelas aku ingin. Tapi mungkin akan ada waktu yang lebih tepat dari sore ini, nanti malam mungkin? Semoga saja, hahaha.Aku segera berj
Ini kenapa jalan-jalan berlebel bulan madu, malah seperti hanya liburan akhir semester saja sih?Jam begitu cepat berlalu, matahari sudah tenggelam gelap kini mulai datang, sedang di luar sana kelap-kelip lampu indah mulai menghiasi perkotaan.Malam hari sudah tiba, kami sekarang sudah merebahkan diri di atas kasur hotel.Aku masih sibuk dengan gawai, karena bagaimanapun aku tak bisa sepenuhnya meninggalkan pekerjaan. Masih ada hal-hal kecil yang kadang perlu dilakukan.Sedang Alyah, ia begitu asyik menonton TV dan menikmati camilan, tepat di sampingku. Bahkan kepalanya juga ia sandarkan di bahuku.Aku sedikit heran dengan dirinya, makan banyak tapi badannya bahkan kecil, lebih tepatnya kerempeng seperti hanya tulang berbalut kulit saja, meski tak sekecil itu sebenarnya.“Aaaaa” Ucapnya dengan mulut mangap sembari tangannya mengulurkan beberapa keping kripik kentang sekaligus.Aku tersenyum, jarang-jarang Alyah mau menyuap
_Cinta yang gamang, kini mulai berlabuh pada kepastian. Akankah takdir kini telah benar-benar berpihak pada Genta? Mencintai dan akhirnya di cintai_“Aku pengen rujak,” ucapku mengutarakan. Entah kenapa tiba-tiba ingin sekali makan rujak, padahal di hadapanku banyak makanan mewah yang sudah terhidang. “Besok saja ya, pas kita sudah di rumah. Nanti siang kan, kita pulang,” Aku agak sedikit kecewa dengan jawabannya itu, padahal jujur aku sangat ingin. “Kok cemberut? Ngambek niih” ternyata dia tahu raut wajahku yang ada menampilkan kekecewaan.“Aku tuh pengen rujak Bang!” Aku sungguh benar-benar ingin makan rujak dengan buah yang asem di dalamnya, tapi bang Genta malah tak mengerti.“Kok, kayak orang nyidam ya? padahal kan ... kita buatnya baru tadi malam, masak secepat itu jadinya?” mendengar ungkapannya itu langsung kupukul dengan keras lengannya. Enak saja hamil, orang dia yang pertama kali menjamah.“Aduh, sakit yank, ini nanti bisa aku laporin kasus KDRT loh” “Ya udah, laporin aj
Esok harinya, akan diadakan syukuran untuk kepindahan kami agar mengenal tetangga sekitar. Tak ada acara masak-masak di rumah, sebab mama Ayumi sudah memesankan ketring untuk acara tersebut.“Jangan masak-masak, kita pesan masakan ketring saja. Kalian itu habis bulan madu, jangan sampai kelelahan. Mama kan, pengen cepat punya cucu,” Mendengar Mama mertua bicara seperti itu seketika mukaku memanas. Ahs, akankah malaikat kecil itu akan segera hadir di tengah-tengah kami. Memberikan sebuah kebahagiaan besar di antara mereka.Sedang bang Genta, sekarang secara terang-terangan selaku bersikap manja, bahkan di depan anggota keluarga. Rasanya, aku masih terlaku sulit untuk beradaptasi dengan suasana ini. Meski pernikahan kamu sudah dua minggu lebih, namun masih tak dapat menghilangkan kekakuan ini. “Kak jangan kaya bayi gitu donk, ngedusel-dusel kek kucing minta dielus majikan. Aku yang jomblo ini kan jadi risih lihat kalian kayak gitu,” Srobot Anin.Hadeeh, beneran malu, kenapa Anin ma
“Ada ayam kecap, mau juga?” tawarku ketika ingat bahwa masakan kesukaan laki-laki itu adalah ayam kecap.Seperti antara nasi kuning dan ayam kecap lebih serasi ketimbang disandingkan dengan rawon.“Emang ada? Kalau ada sekalian deh,”Kukira, permintaan sebel akan dibatalkan saat mendengar ayam kecap. Nyatanya tidak.“Siapa yang mau makan oplosan kek gitu?” Mama yang berada tepat di belakangku seketika membuatku kaget dengan pertanyaannya.“Bang Genta, Ma ...” jawabku singkat setelah mengisi piring sesuai kemauan bang Genta. Nasi kuning, dengan kuah rawon beserta ayam kecap.“Kok aneh-aneh saja mantuku itu,” Udah berubah gelar ya sekarang. Yang kemarin masih memanggil Nak Genta, sekarang sudah menantuku.Mama akhirnya beranjak dan aku juga mendekat ke arah bang Genta yang masih asyik duduk berdiam di sofa yang sebelumnya dibuat berkumpul. Ha
Waktu terasa begitu cepat, tiga bulan lagi menjelang wisuda. Hari-hari sibuk benar-benar telah terlewati. Mungkin, karena kesibukan kami berdua, hingga doa-doa mereka belum dikabulkan tuhan. Aku mendamba ada anak kecil di tengah-tengah kami. Bang Genta juga selalu berharap berlebihan ketika aku mengidam saat akan ada tamu bulanan. Selalu berharap, bahwa itu adalah keinginan Malaikat kecil yang ada dalam perutku.Tak bisa dipungkiri, aku juga selalu berharap seperti itu. Apalagi tamu bulananku yang memang tidak pernah teratur.Pernikahanku sudah setengah tahun lebih tapi masih tidak ada tanda-tanda akan kehamilan. Tetangga juga sudah sering menanyakan, untung saja Mama dan ayah serta Mama dan Papa mertua tak terlalu memperhatikan. Entah memang seperti itu, atau hanya sedang menjaga perasaanku saja, entahlah.Selain kuliah, aku hanya duduk di rumah, menunggu suami pulang. Jika saja Malaikat kecil itu sudah ada di perutku, mungkin aku tak akan sesepi itu. Mungkinkah keinginanku terla
Malam ini berbeda, jika biasanya setiap malam bang Genta lah yang bermanja, layaknya anak kecil. Kini Anin yang terus minta ditemani. Untungnya, Anin bukanlah bang Genta. Sebab, Anin hanya minta ditemani untuk bercerita saja. Bukan seperti bang Genta yang selalu bertingkah seperti anak kecil. Meski kadang buas, ooops!“Mumpung Kakak di sini, besok kita jalan-jalan yuk. Aku udah lama nggak jalan-jalan ke mall,” Ajaknya yang hanya aku tanggapi dengan anggukan. Karena aku pun sama, hari-hari sibuk sebelumnya telah terlewati. Meski belum semuanya tuntas, namun sedikit senggang. “Oke, yuk! Besok kita habiskan uang Kakakmu!” Kadang, aku juga sedikit bingung. Aku sudah terbiasanya memanggil dengan Bang, namun Anin Memanggil dengan Kakak. Hingga bagaimanapun aku harus memposisikan saat berhadapan dengan orang lain. Saat aku katakan bang Genta, maka kebanyakan orang tak akan paham.Sangat berbeda jika mengatakan Mac, karena memang sebenarnya panggilan itu yang digunakan sejak kecil. Mack