Share

Chapter 1

Aku membuka mata memandangi langit-langit. Setengah tersadar, bahwa aku tidak berada di sini sebelumnya. Kedua tanganku meraba sekitar, badanku sedang terbaring di sebuah ranjang yang sangat besar. Aku bangun dan duduk, memandangi sekitar. Ini kamar yang luas! Seperti sedang berada di rumah yang megah dan mewah. Ini bukan kamarku kurasa, di mana aku berada? Aku menggosok kedua mataku dengan tanganku. Sepertinya sekarang tampilanku sedang berantakan. Aku benar-benar kebingungan.

“Nona, saatnya sarapan. Semuanya sedang menunggu Anda.”

Semuanya? Siapa yang dia maksud 'semuanya'? Apa ini? Di mana ini? Ingatanku hilang seketika. Aku bingung apa yang harus aku lakukan, tapi ada sesuatu yang mendorongku untuk melakukannya. Padahal aku rasa, sebaiknya aku pergi dari sini. Mungkin dengan ini aku bisa mengetahui mengapa aku berada di sini?

Pelayan itu membantuku merapikan diriku setelah dia menyuruhku untuk membersihkan diri. Apa yang terjadi semalam? Sungguh aku tidak berani bertanya kepadanya. Aku mulai mengkhawatirkan diriku sendiri, apakah aku sudah melakukan kesalahan? Entahlah, aku tidak ingat sama sekali.

Setelah semuanya siap, dia mengantarkanku ke ruang makan. Sepertinya ini sebuah kastil, dari segi bangunannya bisa terlihat. Banyak patung prajurit lengkap dengan senjatanya. Pilar-pilar dengan ukiran unik, menciptakan kesan seni yang kuat. Menambah kesan mewah pada bangunannya. Lukisan klasik berjajar dengan lukisan masa kini. Sepertinya ini generasi sang raja. Entahlah, tapi mungkin seperti itu.

Aku berhenti sejenak, memandangi lelaki tampan. Sepertinya dia masih muda. Dengan rambut warna keemasan, berbaju layaknya seorang pangeran. Tampak gagah dengan sandaran kuda di belakangnya. Baju yang ia kenakan sepertinya terlalu cocok— menunjukkan bahwa ia memiliki sifat yang keras kepala, tapi bijaksana dan murah hati. Tampan sekali. Bahkan sepertinya ingin kubawa lukisan ini. Entah untuk dijual dengan harga tinggi, atau aku koleksi sendiri di tempatku. Ya, memandangi lukisan seindah ini membuat hati nyaman, bukan?

"Nona?"

"Ah, maaf."

Terlalu banyak khayalan. Bahkan aku merasa bodoh, sampai aku berkhayal menikah dengan lukisan ini. Lalu aku mengikuti kembali langkah kaki pelayan tadi.

Akhirnya aku memasuki ruang makan, sangat luas lengkap dengan pelayan-pelayan di tiap sudut ruangan.

Di sebuah meja makan yang luas terdapat tiga gadis muda, mereka semua cantik dan anggun. Mereka terlihat seperti lebih tua dan lebih muda dariku, tapi ada seorang yang berbeda. Dia melambaikan tangannya kepadaku untuk duduk di sampingnya. Sepertinya dia yang paling muda. Masih dibantu dengan pelayan tadi, aku duduk di sebuah kursi di samping gadis muda itu. Aku rasa hanya dia memiliki sikap yang terbuka. Seorang pria dewasa, kira-kira beliau berumur sekitar 60-an duduk di kursi layaknya tuan rumah. Ya aku rasa itu!

Astaga, sepertinya dia lelaki yang aku pandangi lukisannya tadi. Benar-benar tampan saat muda. Ya, sekarang pun masih tampan. Jelas, aku mengagumi foto mudanya.

Hidangan sarapan ini benar-benar takjub. Semuanya lengkap. Aku melihat ke arah meja makan—di sana ada makanan berat, berbagai jenis buah-buahan, hingga hidangan penutup, bahkan minuman pun tidak hanya satu jenis saja. Perlengkapan makan yang begitu mewah dibalut dengan warna serba keemasan. Aku belum pernah makan hidangan mewah seperti ini? Namun, aku menikmatinya dan perlahan mulai terbiasa.

Aku hanya bisa terdiam, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Dalam perbincangannya pun, terlihat sangat anggun sekali. Masih menjadi misteri, mengapa aku berada di sini, dan apa sebenarnya tujuan mereka? Apa ini berbahaya? Apa justru sebaliknya? Sebaiknya aku hanya diam, dan mengikuti alurnya. Mungkin dengan begini, aku bisa mencari tahu secara perlahan-lahan.

Dalam percakapan sarapan itu, aku mendengar sang tuan rumah berbicara bahwa hari ini kita semua akan pergi ke suatu tempat.

Setelah menyelesaikan sarapan di pagi ini. Kami bergegas pergi keluar, untuk mengunjungi suatu tempat yang dikatakannya tadi. Hanya saja perasaanku mengatakan jika aku tidak boleh mengikuti mereka, ada sesuatu hal yang mungkin bisa membahayakan diriku? Entahlah, hanya saja hatiku berkata seperti itu.

Langit biru dengan sedikit awan. Matahari bersinar terang sekali hari ini, tapi dengan udara sejuk—sepertinya musim semi baru dimulai. Aku bisa menikmati udara di sini, sejuk sekali. Dengan suasana seperti ini menurutku baik untuk pikiran. Hanya saja untuk sementara waktu, aku masih kebingungan. Apakah ini hal yang baik untukku atau sebaliknya? Bahkan aku tidak mengenali mereka siapa, dan di mana aku berada?

“Bagaimana tidurmu? Kau pasti bingung. Ingatanmu hilang, tapi hanya sebagian.” Lelaki tua itu menghampiriku.

Tidak mungkin. Rasanya aku masih ingat sebelum aku tertidur di sini. Aku tidur di ranjang rumahku sendiri. Rumahku sendiri? Kepalaku mulai pusing untuk mengingat bahkan rumahku sendiri seperti apa. Hanya saja aku masih ingat sebelumnya aku tidak tidur di kasur yang mewah.

“Kau mungkin calon istri—ku.”

Apa??!! Aku gadis berumur 23 tahun akan menikah dengan pria tua??! Tidak! Aku tidak mau!

“Mereka bertiga adalah anak-anakku. Sesungguhnya aku mempunyai empat. Hanya saja dia sedang tidak ada di sini. Kau tak perlu cemas, ikuti saja alurnya.”

Aku memegang kepalaku, rasanya sakit sekali. “Aku akan berkeliling sebentar.”

“Silakan.” Dia mempersilakan.

Mungkin ini kesempatan aku untuk pergi. Mana mungkin aku menikah dengan lelaki beranak tiga, dan anak yang pertama berumur lebih tua dariku.

Dasar bodoh! Mengapa tadi aku berbicara bahwa aku akan menikah dengan lukisan itu?—dan sekarang terjadilah! Aku tidak mau!

Di sana terdapat beberapa kereta kuda, sepertinya mereka akan melakukan suatu perjalanan. Aku tidak peduli mereka akan pergi ke mana, yang lebih kupikirkan saat ini adalah diriku sendiri. Halaman ini luas sekali, beberapa prajurit sedang berkumpul di sini. Aku melihat di sana pintu gerbang sedang terbuka. Inilah kesempatan terbesarku. Aku lebih baik pergi dari sini tanpa mengetahui penyebab mengapa aku tertidur di sini, dan aku tidak ingat sama sekali. Di sini sangatlah asing bagiku. Jujur saja aku tidak nyaman sekali berada di sini, dikelilingi orang yang membuatku tidak percaya diri. Aku tidak menyapa mereka karena aku pun tidak ingat akan diriku sendiri. Ah, benar-benar payah.

Aku bingung harus bagaimana. Ada rasa tertahan untuk pergi, karena aku masih penasaran mengapa aku berada di sini dan ingatanku menghilang? Lama-lama aku bisa gila.

Aku berhasil melewati pintu gerbang. Tidak ada penjaga. Kali ini aku sedang beruntung, mungkin karena mereka sedang berkumpul di halaman.

Ketika aku keluar, aku tidak melihat perkotaan. Aku berjalan dan berjalan, tanpa tahu arah. Karena aku mulai kebingungan, sepertinya aku berjalan sambil melamun. Aku mulai tersadar ketika memasuki hutan. Rasanya aku mulai tersesat, di hutan dengan jalan setapak. Di sini sedikit gelap, sinar matahari tidak tembus ke permukaan, terhalangi oleh pohon-pohon besar. Suara serangga pun mulai terdengar, kicauan burung saling bersapa. Argh, tiba-tiba kakiku tersandung oleh batu, aku mulai terpeleset dan tergelintir sampai jurang. Badanku terhempas ke tanah, aku melihat di tempatku terjatuh—cukup tinggi. Aku tidak bisa bergerak untuk bangun dan mencari bantuan. Seluruh tubuhku terasa sangat kaku. Kepalaku sangat sakit sekali, sungguh sangat berat untuk membuka mata. Aku mulai tidak bisa melihat apa-apa. Gelap. Mungkin ini akhir dari hidupku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chubby Misso
Cerita ini bagus sekali... kenapa cerita spt ini tdk populer di GN ya? Apa karena tdk dipromosikan?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status