Aku membuka mata memandangi langit-langit. Setengah tersadar, bahwa aku tidak berada di sini sebelumnya. Kedua tanganku meraba sekitar, badanku sedang terbaring di sebuah ranjang yang sangat besar. Aku bangun dan duduk, memandangi sekitar. Ini kamar yang luas! Seperti sedang berada di rumah yang megah dan mewah. Ini bukan kamarku kurasa, di mana aku berada? Aku menggosok kedua mataku dengan tanganku. Sepertinya sekarang tampilanku sedang berantakan. Aku benar-benar kebingungan.
“Nona, saatnya sarapan. Semuanya sedang menunggu Anda.”
Semuanya? Siapa yang dia maksud 'semuanya'? Apa ini? Di mana ini? Ingatanku hilang seketika. Aku bingung apa yang harus aku lakukan, tapi ada sesuatu yang mendorongku untuk melakukannya. Padahal aku rasa, sebaiknya aku pergi dari sini. Mungkin dengan ini aku bisa mengetahui mengapa aku berada di sini?
Pelayan itu membantuku merapikan diriku setelah dia menyuruhku untuk membersihkan diri. Apa yang terjadi semalam? Sungguh aku tidak berani bertanya kepadanya. Aku mulai mengkhawatirkan diriku sendiri, apakah aku sudah melakukan kesalahan? Entahlah, aku tidak ingat sama sekali.
Setelah semuanya siap, dia mengantarkanku ke ruang makan. Sepertinya ini sebuah kastil, dari segi bangunannya bisa terlihat. Banyak patung prajurit lengkap dengan senjatanya. Pilar-pilar dengan ukiran unik, menciptakan kesan seni yang kuat. Menambah kesan mewah pada bangunannya. Lukisan klasik berjajar dengan lukisan masa kini. Sepertinya ini generasi sang raja. Entahlah, tapi mungkin seperti itu.
Aku berhenti sejenak, memandangi lelaki tampan. Sepertinya dia masih muda. Dengan rambut warna keemasan, berbaju layaknya seorang pangeran. Tampak gagah dengan sandaran kuda di belakangnya. Baju yang ia kenakan sepertinya terlalu cocok— menunjukkan bahwa ia memiliki sifat yang keras kepala, tapi bijaksana dan murah hati. Tampan sekali. Bahkan sepertinya ingin kubawa lukisan ini. Entah untuk dijual dengan harga tinggi, atau aku koleksi sendiri di tempatku. Ya, memandangi lukisan seindah ini membuat hati nyaman, bukan?
"Nona?"
"Ah, maaf."
Terlalu banyak khayalan. Bahkan aku merasa bodoh, sampai aku berkhayal menikah dengan lukisan ini. Lalu aku mengikuti kembali langkah kaki pelayan tadi.
Akhirnya aku memasuki ruang makan, sangat luas lengkap dengan pelayan-pelayan di tiap sudut ruangan.
Di sebuah meja makan yang luas terdapat tiga gadis muda, mereka semua cantik dan anggun. Mereka terlihat seperti lebih tua dan lebih muda dariku, tapi ada seorang yang berbeda. Dia melambaikan tangannya kepadaku untuk duduk di sampingnya. Sepertinya dia yang paling muda. Masih dibantu dengan pelayan tadi, aku duduk di sebuah kursi di samping gadis muda itu. Aku rasa hanya dia memiliki sikap yang terbuka. Seorang pria dewasa, kira-kira beliau berumur sekitar 60-an duduk di kursi layaknya tuan rumah. Ya aku rasa itu!
Astaga, sepertinya dia lelaki yang aku pandangi lukisannya tadi. Benar-benar tampan saat muda. Ya, sekarang pun masih tampan. Jelas, aku mengagumi foto mudanya.
Hidangan sarapan ini benar-benar takjub. Semuanya lengkap. Aku melihat ke arah meja makan—di sana ada makanan berat, berbagai jenis buah-buahan, hingga hidangan penutup, bahkan minuman pun tidak hanya satu jenis saja. Perlengkapan makan yang begitu mewah dibalut dengan warna serba keemasan. Aku belum pernah makan hidangan mewah seperti ini? Namun, aku menikmatinya dan perlahan mulai terbiasa.
Aku hanya bisa terdiam, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Dalam perbincangannya pun, terlihat sangat anggun sekali. Masih menjadi misteri, mengapa aku berada di sini, dan apa sebenarnya tujuan mereka? Apa ini berbahaya? Apa justru sebaliknya? Sebaiknya aku hanya diam, dan mengikuti alurnya. Mungkin dengan begini, aku bisa mencari tahu secara perlahan-lahan.
Dalam percakapan sarapan itu, aku mendengar sang tuan rumah berbicara bahwa hari ini kita semua akan pergi ke suatu tempat.
Setelah menyelesaikan sarapan di pagi ini. Kami bergegas pergi keluar, untuk mengunjungi suatu tempat yang dikatakannya tadi. Hanya saja perasaanku mengatakan jika aku tidak boleh mengikuti mereka, ada sesuatu hal yang mungkin bisa membahayakan diriku? Entahlah, hanya saja hatiku berkata seperti itu.
Langit biru dengan sedikit awan. Matahari bersinar terang sekali hari ini, tapi dengan udara sejuk—sepertinya musim semi baru dimulai. Aku bisa menikmati udara di sini, sejuk sekali. Dengan suasana seperti ini menurutku baik untuk pikiran. Hanya saja untuk sementara waktu, aku masih kebingungan. Apakah ini hal yang baik untukku atau sebaliknya? Bahkan aku tidak mengenali mereka siapa, dan di mana aku berada?
“Bagaimana tidurmu? Kau pasti bingung. Ingatanmu hilang, tapi hanya sebagian.” Lelaki tua itu menghampiriku.
Tidak mungkin. Rasanya aku masih ingat sebelum aku tertidur di sini. Aku tidur di ranjang rumahku sendiri. Rumahku sendiri? Kepalaku mulai pusing untuk mengingat bahkan rumahku sendiri seperti apa. Hanya saja aku masih ingat sebelumnya aku tidak tidur di kasur yang mewah.
“Kau mungkin calon istri—ku.”
Apa??!! Aku gadis berumur 23 tahun akan menikah dengan pria tua??! Tidak! Aku tidak mau!
“Mereka bertiga adalah anak-anakku. Sesungguhnya aku mempunyai empat. Hanya saja dia sedang tidak ada di sini. Kau tak perlu cemas, ikuti saja alurnya.”
Aku memegang kepalaku, rasanya sakit sekali. “Aku akan berkeliling sebentar.”
“Silakan.” Dia mempersilakan.
Mungkin ini kesempatan aku untuk pergi. Mana mungkin aku menikah dengan lelaki beranak tiga, dan anak yang pertama berumur lebih tua dariku.
Dasar bodoh! Mengapa tadi aku berbicara bahwa aku akan menikah dengan lukisan itu?—dan sekarang terjadilah! Aku tidak mau!
Di sana terdapat beberapa kereta kuda, sepertinya mereka akan melakukan suatu perjalanan. Aku tidak peduli mereka akan pergi ke mana, yang lebih kupikirkan saat ini adalah diriku sendiri. Halaman ini luas sekali, beberapa prajurit sedang berkumpul di sini. Aku melihat di sana pintu gerbang sedang terbuka. Inilah kesempatan terbesarku. Aku lebih baik pergi dari sini tanpa mengetahui penyebab mengapa aku tertidur di sini, dan aku tidak ingat sama sekali. Di sini sangatlah asing bagiku. Jujur saja aku tidak nyaman sekali berada di sini, dikelilingi orang yang membuatku tidak percaya diri. Aku tidak menyapa mereka karena aku pun tidak ingat akan diriku sendiri. Ah, benar-benar payah.
Aku bingung harus bagaimana. Ada rasa tertahan untuk pergi, karena aku masih penasaran mengapa aku berada di sini dan ingatanku menghilang? Lama-lama aku bisa gila.
Aku berhasil melewati pintu gerbang. Tidak ada penjaga. Kali ini aku sedang beruntung, mungkin karena mereka sedang berkumpul di halaman.
Ketika aku keluar, aku tidak melihat perkotaan. Aku berjalan dan berjalan, tanpa tahu arah. Karena aku mulai kebingungan, sepertinya aku berjalan sambil melamun. Aku mulai tersadar ketika memasuki hutan. Rasanya aku mulai tersesat, di hutan dengan jalan setapak. Di sini sedikit gelap, sinar matahari tidak tembus ke permukaan, terhalangi oleh pohon-pohon besar. Suara serangga pun mulai terdengar, kicauan burung saling bersapa. Argh, tiba-tiba kakiku tersandung oleh batu, aku mulai terpeleset dan tergelintir sampai jurang. Badanku terhempas ke tanah, aku melihat di tempatku terjatuh—cukup tinggi. Aku tidak bisa bergerak untuk bangun dan mencari bantuan. Seluruh tubuhku terasa sangat kaku. Kepalaku sangat sakit sekali, sungguh sangat berat untuk membuka mata. Aku mulai tidak bisa melihat apa-apa. Gelap. Mungkin ini akhir dari hidupku.
Aku membuka mataku, buram. Kepalaku pusing. Aku menutup kembali mataku.“Siapa dia? Mengapa kau membawa gadis itu kemari?”“Diam jangan berisik, dia sedang tidur!”Terdengar suara dua lelaki yang sedang bercakap, aku membuka mata perlahan menatap langit-langit. Tidak seperti sebelumnya, langit-langit ini tampak seperti rumah biasa saja. Apa aku sudah terbangun dari mimpi gila tadi? Akan tetapi jika itu mimpi mengapa ada dua orang laki-laki di luar kamar ini?Aku mencoba memulihkan diriku sendiri. Diam sejenak—mengamati lingkungan sekitar. Ingatanku belum pulih secara menyeluruh. Aku bahkan tidak ingat sama sekali bagaimana rupa kamar diriku sendiri. Jelas ini bukan kamarku sepertinya, berantakan sekali. Aku bangun dan duduk di atas kasur sambil memegang kepalaku yang masih terasa pusing. Aku harus bersiap diri, jika memang ini bukan kamarku, berarti ini kamar milik orang lain. Orang itu entah baik ataupun jahat aku tidak tahu sama sekali. Aku harus menjaga diriku sendiri.Aku mulai be
Lelah sekali rasanya. Aku tidak paham mengapa Williams berkata seperti itu, sedangkan kita harus jalan sejauh ini? Apa jangan-jangan dia akan menjadikanku umpan untuk hewan buas? Sial! Mengapa aku tidak terpikirkan sampai situ?Ini benar-benar hutan belantara, sama seperti sebelum aku terjatuh. Hanya jalan setapak. Sepertinya waktu menunjukkan sore hari, aku bisa melihat cahaya matahari yang mulai merendah. Badanku sudah mulai berkeringat, mungkin karena aku menempuh jalan yang cukup jauh. Cahaya matahari itu menyilaukan pandanganku, aku benar-benar merasa terganggu dengan perjalanan ini. Ah, sudahlah—tidak baik jika terus mengeluh. Hutan yang lengkap dengan pemandangan, menyejukkan pikiran, dihiasi suara kicauan burung dan serangga yang bersahutan satu sama lainnya. Lelahku hilang seketika. Aku berhenti sejenak, menutup mata menikmati semua ini.Seseorang menepuk jidatku, dan membuyarkan semuanya."Nyamuk di sini besar sekali. Aku jadi tidak tahan untuk membunuhnya."Aku melotot. Ter
Aku membuka pintu kamar berencana keluar, tetapi ada pelayan menunggu di pintu kamarku. Dia mengatakan bahwa makan malam sudah siap, sambil memegang tumpukan baju dia meminta izin untuk memasukkan semua baju itu ke dalam lemari. Dia sudah lama menunggu, tetapi karena aku sedang tertidur dengan lelap, dia membiarkanku tidur dan melewati makan siang.Makan malam sudah siap. Aku sangat menanti makan malam, karena perutku sudah benar-benar lapar. Oh, perutku tolonglah jangan membuat masalah ketika di ruang makan. Jika sampai itu terjadi, apa sebaiknya aku berpura-pura mati?Aku mengenakan gaun sederhana berwarna coklat muda yang telah disiapkan pelayan tadi. Busana yang sederhana namun tetap mempunyai kesan yang anggun. Dia mengatakan bahwa kehadiranku mendadak di sini, jadi semua baju ini adalah milik mendiang ibu Pangeran Tom. Tom yang malang, dia sudah kehilangan ibunya. Ingin aku bertanya kepada pelayan itu mengapa ibunya meninggal, tapi aku tahan. Aku harus berhati-hati dengan orang
Seorang pelayan mengetuk pintu dan masuk ke kamarku. Aku membuka mataku.”Maaf, Nona. Pangeran Tom memberikan ini untukmu.”Ternyata dia, Amy.”Baiklah, Amy. Letakkan di sana. Nanti aku pakai setelah membersihkan badanku terlebih dahulu.””Izinkan saya merias Anda, Nona.””Baiklah, tapi jangan panggil aku Nona.””Baik, Nona. Eh, Jane.”Aku pergi mandi.Aku mengenakan gaun yang sudah disiapkan Tom, dibantu Amy memakaikan korset. Aku benci sekali dengan korset ini. Gaun ini berwarna merah muda—sangat muda seperti bunga mawar yang baru mekar. Meskipun acara malam hari yang seharusnya berwarna gelap. Namun, aku yakin Tom memilih ini tanpa ragu. Dia pikir ini cocok denganku dan aku suka, sangat suka.Amy menata rambutku sedemikian rupa. Dia menyanggul rambutku ke belakang, dan membiarkan rambut depanku terurai. Rambut yang tidak bisa tersanggul karena terlalu pendek. Dia menyanggul lebih rapi daripada sebelumnya. Amy memberikanku hiasan mutiara-mutiara kecil di rambutku. Terasa lebih hidup
Pikiranku kosong. Air mata mengalir begitu saja, tapi tidak seperti sebelumnya. Aku menangis tapi ada perasaan senang di dalamnya. Apa ada hal sesuatu yang telah terjadi? Apa aku pernah bertemu dengan Tom sebelumnya? Namun, Tom mengatakan bahwa dia belum pernah menemuiku. Jika dia belum pernah bertemu denganku, mengapa dia bisa mengutarakan perasaannya meski baru bertemu beberapa hari? Padahal kami baru dekat pada saat sedang berdansa.Aku membasuh muka dan kedua tanganku. Aku melihat diriku sendiri di cermin. Riasanku mulai memudar, tapi aku tidak memikirkannya. Aku mencoba menenangkan detakan jantungku, dan air mataku sudah berhenti mengalir. Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Rasanya akan canggung sekali. Aku tidak bisa mengatasinya.Aku melamunkan diri di hadapan cermin. Tujuanku sebenarnya adalah mencari tahu mengapa aku hilang ingatan, tapi aku merasakan ada hal yang berbeda. Ada apa dengan ini? Apa aku mengingat sesuatu? Mengapa jantungku tidak bisa berhenti kembali normal
Sayup-sayup aku mendengar suara perasan air menetes ke bawah genangan air dalam suatu bejana. Tetesan air itu mulai menyentuh keningku. Terasa dingin sekali. Aku mulai membuka mata, memang masih terasa berat. Sepertinya aku tidak membuka mata secara menyeluruh. Entah ini rasa kantukku atau memang aku kelelahan. Amy melakukan ini untukku, dia sudah menyiapkan makanan. Sesungguhnya aku tidak berselera dengan makanan.Aku melihat di sebrang sana, Tom sedang duduk di sofa. Namun, ia sedang tertidur. Dia masih mengenakan kemeja yang semalam ia pakai. Apa semalaman dia tertidur di sini?Badanku masih lemas. Hanya saja aku mencoba untuk berdiri menghampiri Tom. Aku sempat dicegah oleh Amy, tapi aku mengabaikannya. Dia langsung pergi keluar begitu aku membawa selimut dari tempat tidurku, dan memakaikannya kepada Tom. Aku tahu ini sudah siang, tapi aku merasa kasihan sekali kepadanya. Dia mengkhawatirkanku sampai seperti ini. Tom, maafkan aku. Dia terbangun—menggosok matanya."Jane, mengapa ka
Semua orang hampir meninggalkan kamarku begitu Tuan Philip pergi, dan Williams ikut pergi untuk mengantarkannya.Tom masih di sini dan duduk di atas kasur. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan? Setelah kejadian semalam, aku benar-benar merasa canggung. Apakah aku menyakiti hatinya?Kepalanya masih menunduk. Aku sangat yakin dia ingin mengatakan sesuatu, akan tetapi mengingat kejadian semalam, itu membuatnya menjadi canggung. Aku tidak berani berucap, hanya saja pandanganku tidak berpaling darinya. Aku menatap rambutnya yang berwarna keemasan, rasanya aku ingin sekali menyentuh rambutnya yang lembut itu. Kemudian dia mulai menegakkan kepalanya, dan melihat bahwa aku sedang menatapnya.Aku benar-benar memalukan, mungkin dia berpikir jika aku memang sedang memperhatikannya. Meskipun itu memang benar, tapi aku berharap dia tidak berpikir seperti itu."Jane?""Ya? Ada yang ingin kau sampaikan? Aku tidak tahu harus berkata apa? Sedangkan kau hanya melamun menunduk ke bawah."Dia tersen
Keesokan harinya aku merasa bahwa tidak selamanya bermalas-malasan itu menyenangkan dan aku membutuhkan udara yang segar serta pemandangan luar yang cerah. Walaupun aku baru saja menghabiskan waktu sehari di sini, aku mulai bosan dengan udara yang aku hirup dan pemandangan di dalam kamar. Bukan waktu yang lama, tapi aku merasa jika waktu berjalan terlalu lambat. Dua hari terasa seperti dua bulan. Meski kamar ini sangat indah, mataku mesti melihat pemandangan dengan jangkauan yang lebih luas dan tentunya berada di alam terbuka.Setiap kali aku keluar kamar, Amy memergokiku. Dia melarang keras jika aku keluar kamar, dengan alasan perintah dari Pangeran Tom tidak bisa dilanggar. Aku muak mendengarnya, aku benar-benar bosan. Ketika aku mencobanya lagi, aku bertemu dengan Williams di depan pintu. Dia memelototiku. Dia yang lebih menyeramkan daripada ucapan Amy."Tidak bisa kah kau berdiam diri di kamar?" ketus Williams.Baru saja dia bersikap manis kemarin, dan hari ini sifatnya kembali ke