Share

4

Ervin mengikuti Edric memasuki ruangan si sulung Addison. Tempat itu berantakan bukan main. Seperti biasanya. "Edith akan mengomel panjang lebar jika melihat ruanganmu, Edric."

"Dia sudah melakukannya setiap pagi." Pria itu menjawab santai. Edric membuka sebuah brangkas besi yang tampak terkunci rapat dan hanya dapat dibuka dengan sandi rahasia. "Ini adalah rahasia keluarga kita. Bagaimanapun, kau juga mempunyai hak untuk mengetahui semuanya."

Ervin melirik sejumlah berkas dan buku-buku usang yang dikeluarkan oleh sang kakak. "Apa semua ini?"

"Sejarah keluarga Addison."

Si bungsu mengernyit, meraih sebuah buku dengan asal kemudian membacanya sekilas. "Keluarga Addison adalah keluarga yang tidak pernah bisa di putus silsilahnya karena perjanjian dengan 3 iblis kuat. Asmodeus, Azazel, dan Lucifer. Tidak ada yang bisa memutus darah yang mengalir itu kecuali jika perjanjian yang terjalin terputus."

"Seratus lima puluh tahun yang lalu, Marland membuat perjanjian itu. Perjanjian demi keabadian. Dan karena perjanjian itu, setiap 50 tahun di kota London, akan terjadi pembantaian terhadap para gadis secara besar-besaran," jelas Edric. "Aku sudah bersiap untuk menjadi Marland selanjutnya karena aku adalah anak sulung. Tapi aku tidak menyangka justru kau yang terpilih."

Ervin menghela napas berat. Menatap sang kakak dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mengapa selama ini kau menyembunyikan itu dari kami, Edric. Kau tahu bukan, tidak ada rahasia antara saudara?"

"Ini adalah sesuatu yang tidak bisa aku beritahukan begitu saja."

"Aku yakin kau tidak akan memberitahukan hal ini padaku jika saja aku tidak terpilih bukan?" Ervin menarik napas panjang. Mencoba meredam amarahnya terhadap sang kakak. "Aku tidak berniat bergabung dengan mereka, hanya saja aku selalu memikirkan Edith."

"Edith tidak ada hubungannya dengan ini semua. Tapi dia justru yang paling berada dalam bahaya. Karena the moon children jelas akan mengincar Edith. Karena itu, bagaimana pun jangan sampai dia tahu masalah ini."

"Aku tidak pernah suka menyembunyikan sesuatu, terlebih pada orang seperti Edith. Aku selalu merasa bersalah ketika berbohong padanya." Helaan napas itu terdengar kembali, bersamaan dengan Ervin yang membuka halaman lain dalam buku di tangannya. "Sejak awal, Marland sudah terobsesi dengan keabadian. Dia bahkan tidak segan mengorbankan orang lain demi mencapai tujuannya itu. Tunggu, siapa yang menulis buku ini?"

"Nenek moyang kita. Mereka menulis semua yang mereka tahu mengenai siklus 50 tahun agar keturunan mereka bisa mendapat informasi lebih. Semakin banyak informasi, semakin besar kemungkinan untuk menghentikan Marland," jawab Edric tenang.

"Hal-hal seperti ini sangat berlawanan dengan akal sehatku, sungguh. Tapi kau tahu Edric, tubuh seseorang jelas akan menua seiring berjalannya waktu. Bagaimana bisa Marland bertahan dengan tubuh yang sama hingga 150 tahun kemudian? Seharusnya dia bahkan sudah tidak bisa berjalan dengan lancar walaupun dia masih hidup."

"Kau hanya terlalu denial untuk mempercayainya, Ervin." Edric beranjak, meraih sebuah berkas lalu membukanya. "Di sini disebutkan jika dalam siklus 50 tahun, Marland mengeluarkan jiwanya dari tubuh lama kemudian memasukkanya ke tubuh baru."

"Apakah mungkin jika tubuh baru yang dimaksud adalah orang-orang yang terpilih sebagai Marland selanjutnya?"

"Itu masuk akal. Sayangnya tidak ada catatan yang menyebutkan hal itu. Hanya sebatas tentang orang-orang yang terpilih menjadi Marland selanjutnya akan menghilang bak ditelan bumi setelah malam pembantaian."

"Itu akan masuk ke dalam dugaanku," ujar Ervin dengan tenang. "Sekarang yang aku butuhkan adalah dimana mereka sekarang. Aku membutuhkan akses untuk bergerak diam-diam."

"Kau hanya perlu bergerak bersama kepolisian. Aku yakin kau mempunyai cukup relasi di kepolisian." Edric beranjak, membereskan berkas-berkas yang berantakan. "Kau bisa membawa ini semua untuk mempelajarinya. Untuk sementara aku akan menutup kotak surat."

"Tidak perlu menutup kotak surat." Sang adik terkekeh dengan jenaka. Terlihat congak seperti biasanya. "Biarkan saja mereka. Aku akan dengan senang hati menerima surat-surat undangan itu."

"Apa yang kau rencanakan? Jangan melakukan sesuatu yang bisa mengancam nyawamu." Edric segera memperingati. Ervin bisa saja bertindak nekat jika otak pintarnya itu sudah memikirkan rencana nekat.

"Aku hanya akan bergerak sesuai instuisi. Jadi jangan khawatir. Aku merasa ini tidak akan berbahaya."

"Kau mengatakan itu terakhir kali sampai kau dengan gegabah terjun ke laut untuk mengejar seorang pengedar narkoba bulan lalu," dengus Edric tajam. "Sekarang lawanmu bukan lagi penjahat yang gesit atau seorang mafia kejam, Ervin. Lawanmu adalah leluhurmu sendiri. Kau tidak boleh bertindak secara gegabah atau nyawamu akan terancam dengan mudah."

"Aku mengerti, jangan khawatir. Aku tidak akan bertindak gegabah." Ervin mengedikkan bahunya ringan. "Apakah cara membunuh Marland hanya dengan membunuh orang-orang yang memiliki pecahan nyawa Marland?"

"Ada satu lagi cara, yaitu dengan mengakhiri perjanjian antara mereka. Cara ini sangat beresiko."

"Bagaimana caranya?"

"Kau tidak perlu melakukannya. Cukup bunuh orang-orang yang menyimpan pecahan nyawa Marland," balas Edric cepat.

"Katakan saja cara keduanya."

Si sulung mendesah keras. Dengan memejamkan matanya sesaat. Ervin adalah adik bungsu yang keras kepala. Tidak ada yang bisa membuatnya berpikir ulang atas apa yang ia inginkan. Termasuk Edric. "Aku tidak tahu bagaimana aku membesarkan dirimu sehingga kau menjadi keras kepala seperti ini. Cara lain untuk membatalkan perjanjian itu adalah dengan membuka gerbang neraka. Tapi cara itu terlalu beresiko karena justru bisa menarik iblis-iblis lain dari sana."

"Itu tidak terdengar bagus. Aku tidak sepenuhnya percaya terhadap cerita-cerita seperti itu. Tapi kau adalah orang paling rasional yang aku kenal." Ervin membanting tubuhnya pada sofa yang ada di dalam ruangan. Laki-laki itu menatap langit ruangan dengan pandangan menerawang. "Hey Edric apakah kau bisa berjanji akan satu hal?"

"Apa itu?"

"Apapun yang terjadi, tolong jadikan keselamatan Edith yang utama. Apapun yang terjadi."

"Kau harus membuat rencana yang tidak mengancam nyawamu."

"Keselamatan gadis-gadis di kota kini berada di tanganku. Bahkan jika untuk keselamatan Edith, aku bisa melakukan apapun Edric."

Yang lebih tua hanya bisa menarik napas berat. "Ini sama seperti aku harus memilih satu di antara kedua adikku. Jangan membuatku berada dalam posisi yang sulit."

"Aku tidak memberimu pilihan sejak awal. Aku hanya ingin kau menjamin keselamatan Edith."

"Dengan mempertaruhkan nyawamu? Jangan gila. The moon children bukan organisasi sembarangan yang bisa kau remehkan. Mereka sudah berada dalam level yang berbeda." Edric berseru dengan nyalang.

"Aku tahu. Dan sekarang aku tidak bisa lari. Keadaan sekarang mendesakku dan tidak memberikan pilihan padaku. Aku tidak punya alasan untuk lari."

"Aku tahu. Setidaknya kau harus menjamin keselamatan nyawamu sendiri Ervin." Sulung Addison itu menggeleng pelan sebelum kembali berujar, "Aku akan memberikan beberapa catatan lain. Ini mengenai beberapa petunjuk mengenai pecahan nyawa Marland."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status