Share

2. Mencintai Pria yang Sama

[Davina, bukan hanya aku yang telanjur nyaman dan memiliki nyawa kembali ketika bersama Fathan. Semua sahabat kita memiliki kisahnya sendiri dengan suamimu. Aku harap kamu takkan pernah mengetahuinya. Aku tidak bisa  membayangkan reaksimu ketika tahu manis madu pernikahanmu juga menjadi candu bagi kami. Tidak. Itu tidak akan pernah terjadi. Aku akan menyimpan rahasia ini sampai mati.]

*

Sahabat adalah orang yang membangunkanmu meski kamu masih ingin tidur. Itu berarti sahabat adalah orang yang merusak kebahagiaanmu? Setidaknya itulah yang dipikirkan Davina sekarang.

Geng Cokelat sebutan bagi lima sahabat yang merasa terhubung satu sama lain sejak mereka duduk di bangku SMA. Persamaan mereka cuma satu kala itu, sama-sama penyuka cokelat. Dari cokelat merk sejuta umat yang sering dipakai sebagai simbol Valentine's Day, hingga cokelat Godiva paling enak yang mereka cicipi dari luar negeri, oleh-oleh dari orang tua Faiza.

Pada awalnya mereka hanya menikmati hot chocolate di cafe D’Chocco yang terletak di ujung jalan dekat sekolah. Belinya patungan, lalu mereka menikmati kelezatan itu berlima. Faiza yang papanya sering mondar-mandir ke luar negeri untuk mengurus bisnis, tak bosan membawa cokelat mahal ke sekolah. Cokelat luar negeri rasanya tentu saja membuat mereka lemas terhajar banyak senyawa Anandamyne yang efeknya mirip dengan ganja, tentu saja versi aman.

Semakin lama lezatnya cokelat membuat mereka rileks membicarakan semua masalah pribadi, hingga akhirnya Davina, Faiza, Arumi, Lulu dan Ghina menjadi lima sahabat yang saling mendukung satu dan lainnya. Mendukung, menyemangati juga mengingatkan jika ada yang melakukan kesalahan.

Setelah membaca catatan Lulu, Davina merasa menjadi satu-satunya korban yang berhak meminta kejelasan. Sore itu mereka berkumpul di cafe D' Chocco dengan wajah penuh ketegangan. Davina memulai obrolan tanpa basa-basi.

"Kalian sudah tahu Lulu tidak meninggal karena bunuh diri. Ada orang yang sengaja membunuhnya. Kita semua adalah tersangka karena malam sebelum Lulu meninggal, kita bertemu dengan dia. Sebelum membahas itu, aku ingin bertanya kepada kalian, tolong kalian jawab dengan jujur." Davina memandang satu-persatu wajah sahabatnya. Wajah-wajah yang sekarang tak terlihat sama lagi.

Faiza masih mengenakan blazer dan rok selutut biru dongker. Kalung accesories tampak menonjol di lehernya. Rambutnya dibiarkan panjang terurai. Dagunya terangkat serupa harga dirinya. Davina tak menyangka jika Faiza yang selama ini dianggapnya paling dekat, tega merebut perhatian suaminya.

"Aku mau kalian mengakui sejauh apa hubungan kalian dengan Fathan."

Arumi sedikit menggeser tubuhnya, memperbaiki letak duduknya yang sebelumnya terlihat santai. Mengenakan setelan kemeja dan celana jeans hitam, wajah Arumi terlihat misterius seperti biasanya.

Ghina mematikan rokoknya setelah terbatuk-batuk kecil mendengar suara Davina. Wanita berambut pirang itu mengeluarkan bedaknya lalu touch up make up tipis-tipis untuk menutupi keriuhan otaknya yang sedang berpikir keras.

"Aku sudah tahu semuanya. Semua perbuatan yang kalian lakukan di belakangku bersama Fathan. Ternyata cuma segini arti persahabatan kita. Atau mungkin aku yang salah mencerna? Mungkin aku yang bodoh dan tak tahu bahwa sahabat juga harus berbagi pasangan. Betul begitu, Faiza?"

Yang disebut namanya terperanjat saking kagetnya. Gadis cantik yang sekilas wajahnya mirip artis Anya Geraldine itu sedang membetulkan rambutnya yang sudah terlihat rapi.

"Vin, dari mana lu bisa nuduh kita kayak ini? Please, deh, itu cuma omong kosong," sanggahnya cepat.

"Kanada, 7 Juli. Aku ingat betul saat itu hari ulang tahun pernikahan kami. Fathan juga pergi ke Paris. Kalian membuat janji untuk menghabiskan malam berdua. Aku orang bodoh yang menunggu suamiku pulang setelah mendoakannya bermalam-malam.” Davina memandang tajam ke arah Faiza yang semakin salah tingkah.

"Setidaknya Lulu meninggalkan catatan tentang semua kebusukan kalian." Davina melanjutkan kalimatnya tanpa ekspresi. Nada suaranya datar. Arumi dan Faiza saling berpandangan. Sementara Ghina menatap Davina yang terlihat sangat tenang.

"Aku sudah bilang, semua yang kalian lakukan bersama Fathan, aku tahu. Jadi mari kita lanjutkan obrolan ini dengan saling bicara jujur, atau masih ada yang berpikir bisa menyembunyikan sampah meski baunya sudah tercium kemana-mana?"

Davina memajukan tubuhnya lalu menopangkan kaki kanan ke atas kaki kirinya. Perempuan berkerudung ini sudah memegang kartu As dari semua kawan di hadapannya.

"Oke Vin, gue minta maaf. Gue salah karena sempat beberapa kali jalan bareng Fathan." Akhirnya Faiza buka suara setelah beberapa saat mereka dikurung keheningan dalam pikiran masing-masing.

"Empat belas kali," potong Davina cepat. Kali ini nada suaranya terdengar lebih rileks meski masih penuh penekanan.  Empat belas kali kamu serong dengan suamiku.  Entah apa yang ada di otakmu. Begitu banyak pria bebas di luar sana, tapi kamu memilih Fathan!" teriak Davina ke arah Faiza yang cuma bisa menundukkan wajahnya. Mata Davina menyala, memandang satu-persatu kawan-kawannya yang menurutnya tidak ada otak.

"Oke, gue minta maaf. Gue terima lu mau ngatain gue. Terserah lu. Gue cuma berharap lu bisa maafin gue, Vin." Faiza berkata lirih. Dia tak punya senjata untuk membela diri lagi. Tapi dia tidak rela Davina membuka skandal ini di depan sahabatnya yang lain.

"Gue sebenernya gak ada niat buat nikung lo, hanya saja ...."

"Hanya saja lo gak bisa terima kalau Fathan milih gue, meskipun lo naksir dia duluan?" Tatapan Davina sangat mengintimidasi.

'Kurang ajar sekali Lulu'. Batin Faiza menghardik.

Dia hanya curhat tentang  rasa itu kepada Lulu saat mereka berdua sedang bersenang-senang di sebuah klub malam. Rupanya Lulu juga menuliskan ini dalam catatannya. 'Dasar sektetaris sialan! Udah mati juga masih nyusahin!' batinnya kesal.

Sekarang Ghina dan Arumi yang saling bertatapan sambil menarik napas panjang.

"Sabar dulu, Vin. Mungkin ini cuma salah paham." Arumi mencoba menengahi ketegangan yang mulai terasa memanas.

"Iya betul. Gue emang salah paham sama kalian. Terutama sama lo, Arumi. Gimana bisa lo yang seorang ahli hukum, justru menggunakan cara-cara yang melanggar hukum untuk membantu Fathan. Lo pasti senang karena Fathan akhirnya bisa mempercayai lo lebih dari siapa pun untuk urusan legalitas bisnisnya. Apakah imbalan yang lo dapatkan setimpal? Oh... gue lupa, lo hanya pernah pacaran sekali dengan Farid, lalu endingnya dia menghilang. Jadi itu alasan lo mau tidur dengan suami gue?"

Arumi membeku. Kepalanya bergerak-gerak makin lama makin cepat. Pandangannya manatap lurus ke depan. Napasnya memburu.

Faiza segera mengambil segelas air lalu menyodorkannya kepada Arumi. Gadis itu bergeming. Dia masih menggoyang-goyangkan kepalanya. Wajahnya semakin pucat. Ghina beranjak dari kursi lalu mendekati Arumi dan menepuk keras bahu perempuan jangkung itu. Arumi seperti tersadar dari lamunan. Perlahan Ghina menyodorkan gelas ke bibirnya, memaksanya untuk minum. Arumi tergesa-gesa meminum air putih di dalam gelas, hingga air memercik ke arah leher dan membasahi kemejanya. Arumi mengusap bibirnya dengan punggung tangannya. Sekarang wajah dinginnya terlihat lebih berantakan karena lipstik yang menempel di bibirnya, belepotan kemana-mana. Gadis itu mudah terkena serangan panik saat terpojok. Davina menuduhnya tidur dengan Fathan? Ah, yang benar saja.

"Sudahlah, aku enggak mau berpanjang lebar lagi. Aku tanya sekali lagi, jawab dengan jujur, siapa di antara kalian yang membunuh Lulu?"

Kali ini Davina berbicara dengan nada yang ditekan kuat-kuat hingga membuat ketiga sahabatnya bergidik.  

“Sabar, Vin,” pinta Ghina menenangkan sahabatnya.

“Ghina lo gak usah polos di depan gue. Lo bikin gue muak tahu gak? Lo bilang cinta mati sama suami lo. Diayang mati lo segera cari suami orang. Losser!” Davina menuding Ghina dengan kilat kemarahan yang siap menyambar.

Ketiga pasang mata di hadapannya saling memandang bergantian. Baru sekarang mereka tahu bahwa mereka bukan satu-satunya orang yang menjadi selingkuhan Fathan. Mereka berlima ternyata diam-diam mencintai pria yang sama. Fathan, suami Davina rupanya tak lebih dari Don Juan murahan! 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status