Davina mulai membuka catatan yang ditinggalkan Lulu.
[Hari ini nyawaku kembali menggenap. Davina sahabat terbaikku menawari pekerjaan di kantor suaminya. Siapa sangka aku bisa menjadi sekretaris seorang bos muda yang tampan dan menawan. Thanks, Davina. Kamu tidak akan menyesal telah memilih aku]*Berdiri di atas duri, begitulah yang dirasakan Fathan setelah mendengar kabar bahwa kematian Lulu bukan karena bunuh diri. Ada seseorang yang mengincar kematiannya. Polisi masih mencari barang bukti dan petunjuk yang bisa mengarahkan kepada pelakunya."Untuk sementara semua kawan-kawan dan orang dekat korban bisa menjadi tersangka. Saya harap Pak Fathan bisa bekerjasama dengan kami dengan membongkar semua fakta tanpa ada yang ditutup-tutupi. Karena TKP berada di kantor bapak, kami akan mulai dari Anda. Apakah Anda sudah menunjuk pengacara?'" tanya Bripda Estu Saragih yang dijawab Fathan dengan anggukan kepala."Kami akan mulai menjadwalkan pekan depan untuk investigasi, termasuk kepada istri Anda, Ibu Davina.""Kenapa istri saya? Apakah dia juga ...."Fathan menggantung kalimatnya. Tentu saja Davina termasuk yang dicurigai karena dia adalah sahabat Lulu. Anggota geng Cokelat baru saja bertemu pada malam sebelumnya."Semua data orang-orang yang berhubungan dengan korban dalam 24 jam terakhir sudah ada pada kami, dan Ibu Davina termasuk salah satunya. Apakah pengacara Ibu Davina juga sama dengan pengacara Anda?" selidik Bripda Estu Saragih."Saya ... Kami belum membicarakannya." Fathan memang belum sempat membahas masalah ini dengan Davina. "Segera setelah ini kami pasti akan berdiskusi," imbuhnya berusaha menutupi gusar di wajahnya."Baik Pak Fathan, terima kasih atas kerjasamanya. Jangan lupa Anda dan istri dilarang bepergian ke luar kota maupun ke luar negeri. Selamat siang."Fathan mengangguk lalu bangkit dari kursinya dan bergegas keluar dari ruangan. Ternyata masalah ini tidak sesederhana yang dia kira. Fathan segera mencari nama Thomas dari list phonebooknya. Dia harus menelpon pengacaranya."Pak Thomas bisa ke kantor saya secepatnya? Saya butuh berkonsultasi. Iya, iya betul. Ini tentang sekretaris saya. Baik, saya sedang dalam perjalanan ke kantor. Terima kasih."Lulu Adzkiya ibu tunggal dari seorang anak laki-laki berusia enam tahun. Davina begitu bersemangat memperkenalkannya ke kantor suaminya. Jika Davina tidak menceritakan tentang latar belakang Lulu, mungkin Fathan tidak menduga jika perempuan berambut ikal itu pernah melahirkan. Lulu masih terlalu langsing untuk ukuran wanita beranak satu. Tubuhnya kurus, tidak terlalu tinggi tapi seksi. Dengan setelan rok pendek dan blazer yang pas sesuai bentuk tubuhnya, penampilan Lulu sangat menarik.Kulit Lulu tidak seputih Davina. Dengan dua lesung pipi dan gigi kelinci, siapa pun tak akan bosan memandang wanita berusia dua puluh lima tahun itu. Di antara teman-teman yang tergabung dalam geng Cokelat, Lulu anggota termuda. Pertemuan Fathan dan Lulu di kantor Fathan terjadi atas prakarsa Davina."Mas kenalin ini Lulu temanku. Aku pikir kamu butuh sekretaris pribadi dan aku tidak bisa mempercayai siapa pun kecuali dia."Dengan mata berbinar Davina memperkenalkan sahabatnya. Lulu menyodorkan tangannya. Senyum manis dengan dua lekuk lesung pipit memperlihatkan deretan gigi putih Lulu terlihat menawan. Bagaimana bisa Fathan menolak sekretaris pribadi secantik ini?"Ehm ... terserah kamu saja, Sayang. Kamu memang istri terbaik. Kapan Lulu bisa mulai kerja?" tanya Fathan tak bisa menahan rasa gembiranya."Secepatnya mas, eh Pak, maaf." Semburat merah menjalar di pipi Lulu. Fathan memiliki postur tubuh yang tinggi atletis juga membuat Lulu tak bisa menahan senyumnya saat matanya bersirobok dengan calon bosnya."Lulu, suamiku ini bos kamu kalau di kantor. Di luar kantor kamu bebas panggil dia semaumu. Tugasmu cuma memastikan suamiku makan teratur, menyusun jadwal pekerjaan yang 'manusiawi' dan menjadi mata-mata khusus untukku." Davina mengedipkan matanya yang disambut gelak tawa Lulu. Tentu saja dia dengan senang hati akan melakukannya."What? Maksudmu kamu menyediakan mata-mata di kantorku sendiri?" protes Fathan dengan wajah kesal yang dibuat-buat. Sejatinya hatinya tengah bersorak gembira. Bukankah dengan kehadiran sekretaris ini semua akan menjadi lebih mudah?"Maaf Pak Fathan, sepertinya Anda tidak punya pilihan lain karena saya digaji tinggi untuk pekerjaan ini. Saya pastikan Davina tidak melewatkan informasi apa pun tentang Anda meski itu cuma satu detik."Lulu membalas candaan Davina dengan senyumnya yang khas. Hari ini menjadi hari yang menyenangkan seumur hidupnya. Entah mimpi apa dirinya semalam hingga datang satu moment terbaik yang tak bisa dia lupakan. Ada letupan kecil di jantungnya setiap menatap mata teduh Fathan."Oke Lulu, tugas perdanamu adalah pesan AC baru, saya mulai merasa kegerahan di ruangan ini." Fathan menarik dasinya, berusaha mengendurkan ikatannya. Davina tersenyum melihat ulah suaminya. Dia memang sudah mempercayai Lulu seperti adiknya sendiri. Di bawah pengawasan Lulu, Fathan pasti akan berpikir ulang jika ingin macam-macam di belakangnya."Apakah AC 3 Pk cukup untuk ruangan ini?" tanya Lulu dengan pandangan mengitari ruangan yang berukuran 4x4 meter persegi."Cukup Lulu, sangat cukup untuk membuat saya mati membeku," jawab Fathan yang diikuti gelak tawa Davina dan Lulu. Mereka bertiga tertawa lepas seperti seharusnya. Tanpa sengaja Fathan dan Lulu bertemu pandang. Lagi.Saat itulah Fathan merasa Davina tidak salah memilihkan sekretaris untuknya.Hari-hari selanjutnya hubungan mereka sebagai bos dan sekretaris tidak menemui kendala. Lulu sangat bisa membawa diri. Selera humornya yang bagus membuat Fathan lebih sering memperlakukannya sebagai teman ketimbang sekretaris. Lulu menghandle semua jadwal pekerjaan Fathan dengan rapi dan berhati-hati. Jika ada hal yang tidak ia ketahui, Lulu tak sungkan bertanya kepada Davina. Hal itulah yang dulu dikuatirkannya sebelum menerima pekerjaan dari sahabatnya."Kamu yakin aku bisa jadi sekretaris buat suamimu? Vin, aku cuma lulusan SMA. Aku rasa kamu terlalu berlebihan." Lulu meletakkan gelas berisi lemon jus ke atas meja."Lu, nanti sambil jalan aku ajarin. Lagian apa kamu enggak mau kuliah lagi? Keenan sudah bisa kamu tinggal. Ayolah ... aku tahu kamu masih ingin meraih mimpimu. Kamu bisa bekerja lima hari dan ambil kelas weekend. Kelas khusus karyawan."Davina meyakinkan Lulu yang terlihat mulai terpengaruh dengan omongannya. Mereka berteman sejak SMA. Lulu terpaksa tidak bisa kuliah karena terlanjur hamil duluan dengan pacarnya.Satu kesalahan yang harus ditebus selamanya. Terkadang memang orang tidak tahu sebesar apa dampak yang ditimbulkan dari satu kecupan selamat malam oleh sepasang muda mudi yang sedang dilanda gelora asmara. Lulu dan Rizal, pacarnya, akhirnya kalah menuruti hawa nafsu. Selanjutnya penyesalan adalah hadiah yang pasti akan mereka terima.Seiring berjalannya waktu, Fathan dan Lulu menjadi partner kerja dan kawan ngobrol yang menyenangkan. Suatu hari saat Fathan pulang dari Singapura untuk urusan pekerjaan, pria berjenggot tipis itu kelelahan. Davina memberi banyak pesan larangan untuk Fathan menerima tamu. Davina bahkan membekalinya dengan sup daging dan ginseng yang konon bisa membuat kondisi tubuhnya kembali membaik."Lulu, kata Davina ada makanan yang ....""Sudah saya ambil dari Pak Noto." Belum selesai ucapan Fathan, Lulu sudah memotongnya. Davina sudah lebih dulu memberikan banyak instruksi, termasuk kepada Pak Noto sopir Fathan."Saya juga sudah membatalkan semua janji meeting untuk hari ini. Bapak bisa di kantor saja. Namun, jika bapak ingin segera sembuh, saya tahu caranya. Bagaimana?" Lulu tersenyum manis kepada bosnya. Fathan terlihat sedikit pucat. Bukankah Davina mempercayakan Fathan kepadanya untuk dirawat? Maka sebuah ide tiba-tiba hinggap di kepalanya."Orang bilang kalau sakit jangan tiduran, tetapi berenang. Saya sudah siapkan bajunya. Dua jam saja waktunya, setelah itu Bapak harus minum obat dan beristirahat."Lulu membawa Fathan ke hotel yang dilengkapi private pool di lantai 21. Selanjutnya sekretaris seksi itu menyodorkan tas berisi perlengkapan renang. Fathan tidak mengerti apakah benar yang dikatakan Lulu, tetapi melihat kesegaran air di dalam kolam, tubuhnya seperti minta jatah untuk relaksasi.Lulu masuk ke dalam kamar, lalu menutup pintu kaca setelah memastikan Fathan masuk ke dalam air. Dia melanjutkan pekerjaannya di depan laptop. Masih banyak janji dan acara yang harus dijadwalkan ulang hari itu.Baru satu jam berlalu, Fathan sudah mulai kelelahan. Setelah berganti pakaian, pria berkulit putih itu kembali ke dalam kamar. Dia melihat Lulu sedang berdiri membelakanginya. Sepertinya Lulu sedang menelepon seseorang. Dengan sangat berhati-hati karena tak ingin menganggu obrolan Lulu, Fathan menggeser pintu kaca lalu menutupnya dengan rapat."Ghina, kamu berhak bersenang-senang. Kamu sudah bekerja keras, pergilah ke klub malam, pilih pria yang kamu suka. No relationship, just having fun! Iya, aku tahu. Kamu enggak boleh nyiksa diri terus, Sayang. Kamu manusia biasa, kamu butuh bersenang-senang!"Suara Lulu terdengar jelas di telinga Fathan. Fathan tersenyum simpul mendengar obrolan Lulu dengan Ghina. Pasti yang dimaksud adalah Ghina sahabat Davina juga. Perlahan dia berbaring di atas sofa."Hei kalau kamu enggak percaya cowok di luar, aku bisa mengenalkanmu dengan orang yang bisa kamu percaya. Iya dong, kamu pikir selama ini aku jadi batang pisang? Oh, tentu tidak masalah. Ini hubungan satu malam, ha-ha-ha." Tawa Ghina yang lepas memberi sensasi tersendiri bagi suami Davina. Meskipun dengan mata terpejam, bibir Fathan tersenyum mendengar obrolan sekretarisnya.Ada yang tidak ia sadari. Lulu sengaja membuat obrolan itu bisa terdengar olehnya. Lulu bisa melihat pantulan dari cermin di depan ranjang, saat Fathan memasuki ruangan. Lulu sengaja membuat obrolan itu untuk melihat reaksi Fathan. Saat menyadari bibir Fathan menyunggingkan senyum dengan mata terpejam, Lulu segera menutup teleponnya."Mas, apakah perlu saya pijit kakinya?" tanya Lulu lembut seraya mendekati Fathan.Fathan tersentak saat mendengar bunyi klakson di belakangnya. Rupanya lampu traffic light sudah hijau. Dirinya terlalu larut dalam putaran ingatan bersama Lulu. Ponselnya berdering, ada nama Davina."Mas, aku mendapat panggilan dari polisi. Kabarnya Lulu sengaja dibunuh. Mas, kamu benar-benar jahat! Kamu pembunuh!"[Davina, bukan hanya aku yang telanjur nyaman dan memiliki nyawa kembali ketika bersama Fathan. Semua sahabat kita memiliki kisahnya sendiri dengan suamimu. Aku harap kamu takkan pernah mengetahuinya. Aku tidak bisa membayangkan reaksimu ketika tahu manis madu pernikahanmu juga menjadi candu bagi kami. Tidak. Itu tidak akan pernah terjadi. Aku akan menyimpan rahasia ini sampai mati.]*Sahabat adalah orang yang membangunkanmu meski kamu masih ingin tidur. Itu berarti sahabat adalah orang yang merusak kebahagiaanmu? Setidaknya itulah yang dipikirkan Davina sekarang.Geng Cokelat sebutan bagi lima sahabat yang merasa terhubung satu sama lain sejak mereka duduk di bangku SMA. Persamaan mereka cuma satu kala itu, sama-sama penyuka cokelat. Dari cokelat merk sejuta umat yang sering dipakai sebagai simbol Valentine's Day, hingga cokelat Godiva paling enak yang mereka cicipi dari luar negeri, oleh-oleh dari orang tua Faiza.Pada awalnya mereka hanya menikmati hot chocolate di cafe D’Chocco
[Davina, apakah kamu tahu bahwa hidup yang kamu keluhkan adalah hidup yang aku inginkan? Kamu memiliki segalanya, tetapi terus merasa kurang. Berbagi Fathan pasti bukan masalah besar untukmu. Sepanjang kamu tidak tahu, dan akan terus begitu) *Perbincangan dengan ketiga sahabatnya ternyata tidak menemui titik temu. Baik Faiza, Arumi maupun Ghina tidak ada yang mengakui telah membunuh Lulu. Semua tetap menjadi misteri hingga polisi harus berhasil mengungkap pembunuh itu. Davina masih yakin salah satu dari ketiga sahabatnya atau suaminya adalah pelakunya. Keyakinan yang sama juga dipikirkan ketiga kawannya. Mereka berpikir Davina adalah pelakunya karena dia satu-satunya korban yang tersakiti dari situasi ini. Ada saatnya kita yakin saat mengambil satu jalan, sebelum akhirnya tahu bahwa jalan yang kita pilih ternyata buntu. Jalan yang tidak bisa membawa kita kemana-mana selain harus kembali melewatinya sekali lagi untuk mencari pintu keluar. Setelahnya, mungkin kita berandai-andai jika
[Davina, kau masih pemenangnya. Meski Fathan bermain-main dengan kami, hatinya tetap untukmu. Kau tak tergantikan. Kau tetap ratu di hatinya. Jadi tolong jangan salahkan aku jika ikut mencicipi secuil kebahagiaanmu. Kamu tahu kehebatan Fathan, bukan? Baginya kami hanya tempat bersenang-senang. Dia butuh banyak dukungan untuk tetap menjadi lelaki hebat. Bukan hanya dari istri tetapi juga dari sekretaris, ahli hukum, desain interior, juga marketing handal. Kau tidak boleh egois jika benar mencintainya, seperti dia juga mencintaimu.)*Davina menghentikan langkahnya di tengah tangga. Sebenarnya dia sangat muak melihat wajah Fathan yang memberinya luka menyakitkan.“Aku tahu siapa yang membunuh Lulu." Suara Fathan berhasil menghentikan langkahnya. Davina membalikkan badan menghadap ke arah laki-laki tegap yang kini terlihat seperti orang asing baginya. "Kita ke teras belakang, kita perlu bicara." Fathan berjalan mendahuluinya menuju teras belakang. Angin sepoi menyapu wajah Davina, begit
[Davina, berkali-kali aku mencoba memberitahumu bahwa Fathan dan Ghina bukan hanya partner kerja. Namun, kamu terlalu naif jika tidak mau aku bilang bodoh. Aku pikir kamu juga akan memaklumi ini demi persahabatan kita. Ghina butuh pengganti Omar. Ghina itu hanya casingnya yang dewasa seperti yang ditampilkan di hadapan kita. Hatinya mudah rapuh. Kamu juga turut andil dalam hal ini, berkali-kali kamu bilang supaya Ghina move on. Sekarang dia sudah move on dengan rekan kerjanya. Fathan membuat Ghina kembali bersemangat, seperti juga aku.]*Kondisi Nafasya mulai membaik keesokan harinya. Davina dan Fathan bisa bernapas lega. Setelah melalui banyak pemeriksaan, dokter menyimpulkan Nafasya mengalami gangguan pernafasan. Masih akan ada observasi lanjutan, jadi Nafasya belum diperbolahkan pulang."Aku berangkat kerja dulu, sayang." Fathan berpamitan kepada istrinya. Sikap Fathan tidak berubah. Hal itu membuat Davina serba salah."Hati-hati." Hanya itu yang terucap dari bibirnya. Fathan menc
[Davina, apakah kau tahu saat ini kondisi perusahaan suamimu sedang tidak baik-baik saja? Kami harus memangkas banyak budget agar perusahaan tetap berjalan normal. Pasti kau tidak tahu karena Fathan melarangku memberitahumu. Begitulah caranya mencintaimu. Dia tidak ingin kau melihat kelemahannya. Dia begitu berhati-hati menjagamu. Kami semua akan menjagamu.]*Ghina tidak menyangka Fathan benar-benar menjemputnya di kantor seusai kerja. Pria itu menunggunya di lobi. Dia memakai setelan jas yang sama dengan tadi siang, tetapi baru saat itu Ghina menyadari betapa Fathan memperhatikan banyak soal penampilan karena segala yang dikenakannya terlihat serasi, berkelas, dan mahal. Davina pasti mengurusnya dengan baik. Saat menjadi istri Omar, Ghina juga melakukan hal yang sama. Ah, betapa singkat kebahagiaan itu harus dipeluknya.“Hai!” Ghina menyapa lebih dulu. “Kau menunggu lama? Kenapa tidak telepon?” Ghina mempercepat langkahnya.“Aku, kan, sudah bilang kalau aku akan menjemputmu. Aku ti
[Davina, kecurigaanmu saat itu benar. Tetapi kondisi perusahaan yang sedang sekarat membuatku harus menutupi hal itu darimu. Ghina sudah menghindari Fathan dan bekerja profesional. Kau tahu dia juga berjuang sekuat itu. Ghina kembali harus menelan pil tidurnya untuk bisa bekerja keesokan harinya. Aku masih menyimpan foto-foto mereka. Akan aku simpan dengan aman, supaya kau tidak perlu melihatnya.]*Fathan menemani Ghina mengunjungi workshop dan gudang si pengrajin. Lokasinya lumayan jauh sampai membutuhkan lima jam perjalanan berkendara. Namun pemandangan di sana sangat asri dan hijau, jauh berbeda dari perkotaan tempat biasa mereka tinggal. Setibanya di sana, Fathan tak dapat menahan diri untuk mencuri waktu menikmati kehijauannya.Ghina diam-diam mengambil foto Fathan yang tengah memandangi pegunungan dari belakang, lalu diuunggahnya di instastory. Enjoying the view, begitu caption yang dia tulis.“Gunungnya akan tetap di sana, tetapi workshop-nya sebentar lagi mungkin tutup,” kata
[Davina, kau orang yang paling mengenal Fathan. Seharusnya kau tidak membiarkan Ghina terlalu dekat dengan suamimu. Aku melihat mereka sekarang sering bertemu di luar kantor. Sepertinya kau harus lebih belajar menjaga apa yang sudah engkau miliki. Bisakah kau menangkap percikan api unggun yang telah disapu angin?]*Ghina terkejut melihat foto-foto yang disodorkan Bripda Estu Saragih. Foto itu dia yang mengirimkan kepada Lulu. Foto biasa, saat Ghina dan Fathan sedang menikmati makan malam di pinggir pantai Ancol. Saat itu mereka datang sore sepulang bertemu Arumi untuk membahas masalah kantor. Mereka datang ke pantai bertiga. Saat menikmati sunset, Ghina dan Fathan berdiri di samping cottage dengan posisi bersebelahan. Keisengan Arumi memotret keduanya diam-diam membuat posisi Fathan seolah-olah sedang mencium Ghina. Lulu pasti mendapatkan foto itu dari Arumi. Saat melihat foto itu Ghina sudah memerintahkan Arumi untuk menghapusnya. Ternyata malah Lulu masih menyimpannya."Maaf saya
(Arumi, Kau tidak belajar dari kesalahan. Seharusnya Ghina memberimu pelajaran berharga. Kau baik, teramat baik sampai semua orang tidak ingin menyakitimu. Mungkin kau bisa menyingkirkan Ghina dari Fathan. Tetapi jangan lupa Fathan banyak berutang kepada Ghina. Kondisi perusahaan perlahan membaik, karena budget desain interior bisa ditekan. Tetapi Fathan punya masalah baru dengan perizinan lahan. Ah, kenapa justru kau curhat dengan orang yang salah. Kali ini kau harus menebusnya lebih mahal.)* Penyidik akhirnya mengakhiri penyidikan dengan dua puluh tiga pertanyaan yang cukup melelahkan bagi Ghina. Untung saja pengacara yang disiapkan dari kantor tempat Arumi bekerja cukup bagus. Dirinya tidak lagi perlu menjawab pertanyaan yang mengarah kepada hubungan personalnya dengan Fathan. Pria itu pasti masih menunggunya di ruang tunggu. Ghina tidak ingin lagi mencari masalah. "Pak Barus, maaf boleh saya keluar bersama Bapak? Saya sangat capek dengan penyidikan hari ini. Pak Fathan menung